Gosora se bualawa
Membangun perabadan kota, termasuk sebuah entitas seperti negara, butuh babari (gotong royong) di antara semua pihak. Tantangan dan gejolak tentu saja ada, terbentang, bahkan menganga. Namun, jika bergandengan tangan, tantangan dapat berubah menjadi peluang.
Saya selalu teringat, sastra lisan Ternate yang sering diucapkan Ibu saya:
“Ino fo maka tinyinga doka gosora se bualawa. Om doro yo mamote, fo magogoru se madudara (marilah kita bertimbang rasa, bagaikan pala dan fulinya. Matang dan gugur bersama, dilandasi kasih dan sayang)”.
Falsafah yang memiliki nilai-nilai universal ini penting diperkuat dalam membangun Ternate Kota Rempah yang lebih baik di tengah zaman yang terus berubah. Pilihan sejarah ini patut diperjuangkan. Bukan sekadar penghormatan kepada pengorbanan para leluhur. Lebih dari itu, sebagai ikhtiar mewarisi kota Ternate yang lebih baik bagi generasi penerus.
Referensi
Can Seng Ooi. 2011. Paradoxes of City Branding and Societal Changes. Dalam buku City Branding: Theory and Cases. Palgrave Macmillan. London.
Firmanda Satria dan Fadillah. 2021. “Konsep City Branding dan Identifikasi Nilai Lokal pada Kota-Kota Indonesia dalam Mendukung Nation Branding Indonesia”. Jurnal Desain. Volume 8, Nomor 2.
Gufran Ali Ibrahim. 2004. Mengelola Pluralisme. PT Gramedia Widiasarana Indonesia bekerja sama dengan Universitas Khairun Ternate. Jakarta.
Willard A. Hanna dan Des Alwi. 1996. Ternate dan Tidore: Masa Lalu Penuh Gejolak. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Yudi Latif. 2017. Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.