Mohon tunggu...
Ridwan L
Ridwan L Mohon Tunggu... Editor - ASN Kemenkumham

Pernah belajar di FE Unkhair dan FEB UGM. Tinggal di Jogja. Dari Ternate.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Babari Membangun Ternate Kota Rempah

29 Desember 2022   19:32 Diperbarui: 30 Desember 2022   08:05 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peradaban Ternate sebagai kota rempah dunia tentu tidak hanya diisi dengan cerita-cerita gemilang. Kisah kelam nyaris tak lepas dari perjalanannya. Kerugian kongsi dagang Belanda, Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) pada abad ke-18 atas penjarahan rempah-rempah di Ternate, yang dalam istilah Willard A. Hanna dan Des Alwi (1996: 175-176) sebagai “paradoks keuntungan besar”—menawarkan pelajaran berharga bagi kita hari ini tentang pentingnya integritas institusi dalam membangun sebuah tatanan dan peradaban. 

Ragam dinamika yang menyelimuti perjalanannya penting untuk dijadikan bahan perenungan. Sebab, bernostalgia pada masa lalu tidak berarti tenggelam pada euforia semu yang memenjara imajinasi generasi hari ini. Ini justru momentum refleksi untuk membangun apa yang terbaik dari masa lalu, sebagai pilihan pijakan bagi langkah hari ini, menuju masa depan yang lebih gemilang. Meminjam kalimat Gufran Ali Ibrahim (2004): “cara terbaik menghargai sejarah adalah memaknainya dan memberi ruang untuk pertumbuhan masa depan”[2]. Mari kita lihat ruang-ruang pertumbuhan yang dapat dimanfaatkan. 

City branding

Ternate sebagai daerah penghasil rempah tak sekadar euforia. Pemerintah Kota Ternate dengan serius membangun city branding Ternate Kota Rempah yang kini telah terdaftar pada Kementerian Hukum dan HAM RI melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual.

Saya melihat, city branding Ternate Kota Rempah merupakan ikhtiar penting yang berbarengan dengan dua momentum penting. Pertama, ikhtiar ini sejalan dengan upaya pemerintah pusat untuk mendaftarkan Jalur Rempah Nusantara sebagai Warisan Budaya Dunia ke UNESCO[3]. Eksistensi “Ternate Jalur Rempah” dapat berperan sebagai penyangga bagi upaya pemerintah Indonesia dalam mendiseminasi “nilai universal yang luar biasa” (outstanding universal value) sebagai salah satu syarat pengajuan Jalur Rempah Nusantara dalam ajang nominasi Warisan Budaya Dunia ke UNESCO. Hal ini tidak hanya memosisikan peran Ternate di kancah nasional, lebih dari itu dapat memperkuat nilai tawar Ternate Kota Rempah pada level nasional dan internasional. 

Kedua, Ternate Kota Rempah dalam konteks pembangunan daerah merupakan momentum membangun perekonomian daerah berbasis pada kreativitas dan inovasi berbasis kekayaan intelektual. Ekonomi kekayaan intelektual merupakan poros baru ekonomi seperti yang disampaikan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly. Ini penting, karena ekonomi berbasis kekayaan intelektual baik personal maupun komunal memiliki sumber daya yang tidak terbatas. Sementara ekonomi berbasis pada sumebr daya alam memiliki sumber daya yang terbatas.

Banyak ahli telah meneropong ke arah sana. Ekonom INDEF, Pratama dan Yustika dalam Ekonomi Inovasi (2021) mencatat bahwa, kini terjadi terjadi pergeseran orientasi pembangunan ekonomi dari yang berbasis pada sumber daya alam (SDA) menuju yang ekonomi yang berbasis pada pengetahuan dan inovasi.

Kendati demikian, membangun city branding Ternate Kota Rempah bukan tanpa syarat. Dalam penelitian Firmanda Satria dan Fadillah (2021), city branding yang menghendaki terciptanya keunggulan kompetitif melalui daya tarik investasi dan pariwisata, serta memperkuat identitas lokal dan menghindari adanya eksklusivitas sosial harus dapat dilakukan melalui kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan tanpa melihat latar belakangnya. 

Hasil penelitian keduanya menyimpulkan, tahapan perancangan city branding yang dilakukan kota-kota di Indonesia belum melalui tahapan keterlibatan masyarakat dalam proses perancangan. Sementara Can Seng Ooi (2011) menilai, proses city branding harus dimulai dari dukungan masyarakat lokal[4]. 

Saya percaya, Ternate adalah pengecualian. Adanya kolaborasi Pemerintah Kota Ternate dengan lembaga negara, masyarakat, kampus, media, dan berbagai entitas melalui beragam wadah, merupakan bentuk semangat babari atau dalam kearifan lokal masyarakat Ternate dikenal sebagai gotong-royong untuk menyusun perancangan dan pembangunan city branding Ternate Kota Rempah secara inklusif.

Namun, penting untuk menjadi perhatian, yakni terciptanya kolaborasi seluruh pihak tidak sekadar dimaknai pada proses perancangan. Pekerjaan rumah terbesar adalah keberlanjutan sinergitas berbagai pihak (terutama masyarakat lokal) dalam rancang-bangun pengembangan “Ternate Kota Rempah” dalam beragam dimensi secara berkelanjutan. Kita dapat memperkuat modal sosial babari (gotong royong) sebagai bagian penting kolaborasi membangun Ternate Kota Rempah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun