Bumi Putra adalah identitas yang disematkan kolonial Belanda kepada para pegawai Hindia Belanda (sebutan untuk Indonesia di era jajahan) sebelum proklamasi kemerdekaan. Identitas itu sekaligus menyematkan narasi kelas bawah dalam strata pemerintahan kolonial.
Pada periode penguasaan Jepang, negeri gingseng kemudian ikut mengelompokkan pegawai Indonesia sesuai kadar loyalitasnya.
Selang dua dekade lebih pasca kemerdekaan, terbentuknya Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) pada 29 November 1971 sesuai Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 1971 tentang KORPRI mengirimkan pesan pentingnya semangat persatuan dalam satu komunitas pegawai.
Dinamika politik-ekonomi Indonesia periode Orde Lama maupun Orde Baru serupa arah mata angin yang turut memengaruhi arah pelayaran KORPRI dalam samudera penyelenggaraan negara.
Pasca reformasi, banyak  perubahan ke arah lebih baik. Meskipun perlu terus diperkuat. Reformasi struktural-birokrasi menghendaki kapabilitas pegawai sebagai agen perubahan. Di sisi lain, globalisasi dengan revolusi industri yang terus berubah menuntut pegawai yang adaptif.
Di titik ini, pegawai dalam wadah KORPRI memiliki peran sentral yang tak sekadar biasa saja dalam pelaksanaan tugas. Butuh mentalitas 'keluar dari kotak'. Berkarakter solutif melalui ragam inovasi dalam memberikan yang terbaik bagi negeri.
Pegawai 4.0 adalah frasa bagi ASN yang adaptif terhadap kemajuan teknologi informasi dan digital. Istilah ini disesuaikan dari frasa Revolusi Industri 4.0, yang menghendaki transformasi pegawai dalam penyelesaian setiap permasalahan terutama dalam pelayanan publik melalui teknologi digital. Pegawai yang dapat memanfaatkan segala kebaikan dari kemajuan teknologi untuk memberikan terbaik bagi daya saing bangsa.
Ini bukan tentang dikotomi antara pegawai generasi baby boomers, generasi mileneal/Y, generasi Z atau lainnya yang memiliki kedalaman literasi digital masing-masing. Ini hanya pengingat tentang pentingnya berpikir terbuka terhadap perkembangan zaman.
Wacana menggantikan tugas pegawai dengan robot seperti yang disampaikan Presiden Joko Widodo adalah respon terhadap urgensi penerapan aritificial intelligence pada tugas negara. (lihat artikel: Jokowi Ganti Pegawai dengan Robot). Ini menjadi penanda disrupsi teknologi dapat menggantikan skema kerja yang konvensional. Pandemi Covid-19 mempercepat disrupsi. Kerja dari rumah adalah hal yang tak dipikirkan sebelumnya. Kini, menjadi model kerja baru oleh sebagian entitas negara.
Dalam bukunya Revolusi Industri 4.0, Klaus Schwab (2019) mengingatkan agar lembaga pemerintah termasuk pegawai sebagai penggerak institusi negara harus berubah dan menyesuaikan diri dengan keberadaan revolusi industri 4.0. Tentu, termasuk bagaimana teknologi dapat memberikan kebaikan dalam peradaban manusia (seperti istilah ramai kita dengar: "Society 5.0").
Perbaikan memang terus dilakukan. Kinerja terus ditingkatkan. Banyak pekerjaan rumah ke arah sana. Tentu, tak semudah membalikkan telapak tangan membangun institusi adaptif berisi pegawai bertalenta. Butuh ekosistem pengetahuan dan inovasi dalam sebuah entitas negara (lihat Yanuar Nugroho, 2020). Satu di antaranya, tulis Penasihat Centre for Innovation Policy & Governance itu, yakni alokasi anggaran yang memfokuskan pengembangan kompetensi pegawai dalam penguatan literasi dan inovasi digital.
Di tengah beragam dinamika dan disrupsi teknologi dan pandemi yang ada, KORPRI sebagai wadah pegawai RI harus terus berubah. Jika pada zaman kolonial perhimpunan pegawai ditempatkan pada kelas bawah, maka hari ini, KORPRI harus terus naik kelas dalam lanskap global. KORPRI harus dapat memainkan peran pentingya sebagai katalisator birokrasi kelas dunia. Dengan begitu, ia dapat memperkuat eksistensinya pada zaman yang terus berubah.
Selamat Hari Ulang Tahun ke-50 KORPRI Tahun 2021.
Ternate, 29 November 2021
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku Utara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H