Mohon tunggu...
Raden Ridwan Hasan Saputra
Raden Ridwan Hasan Saputra Mohon Tunggu... -

Presiden direktur Klinik Pendidikan MIPA (KPM). Tentang KPM, bisa kunjungi website www.kpmseikhlasnya.com. Selain itu, berbagai pemikiran saya, juga saya tuangkan dalam ridwanhs.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gerakan Pemulihan Kepercayaan Berbangsa dan Bernegara Indonesia (GPKBBI)

26 Februari 2016   14:37 Diperbarui: 26 Februari 2016   14:59 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini sejumlah media nasional dan media sosial disibukkan dengan pembahasan berita tentang kasus mengenai pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden dalam kasus Freeport. Kasus ini melibatkan para pejabat tinggi negara yang sedang terlibat konflik tidak hanya di kasus Freeport tetapi juga di kasus-kasus yang lain. Kasus Freeport ini merupakan satu episode dari episode-episode sebelumnya yang sudah terjadi dan merupakan episode pembuka dari episode-episode yang akan terjadi.

Hampir bisa dipastikan rakyat akan menyaksikan lagi kasus-kasus besar yang akan tersibak tetapi belum tentu terselesaikan. Kasus-kasus ini merupakan efek dari konflik para elit politik yang sudah mulai menuju bersikap “Frontal”. Konflik ini bisa saja berujung padadipertanyakannya legitimasi kepemimpinan nasional saat ini, karena masing-masing akan saling membuka “rahasia” atau “aib”, karena yang dulunya kawan akhirnya menjadi lawan. Hal yang paling berbahaya bagi negara saat ini adalah jika konflik ini tidak mempunyai wasit dan juri  yang bisa dipercaya. Sehingga, episode-episode konflik yang terjadi akan semakin tak terkendali sehingga dapat berpotensi memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bahkan menghancurkan Bangsa ini.

Untuk apa kita ber-Indonesia?

Jika kondisi seperti ini berlangsung terus menerus, maka sangat mungkin rakyat sudah tidak akan percaya lagi dengan para elit politik baik Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif. Hal ini dimungkinkan karena hampir semuanya para elit tersebut patut diduga kuat terlibat dalam berbagai kasus besar, contohnya seperti yang selama ini berlangsung sebagai “tontonan” atau “drama” bagi publik. Efek ketidakpercayaan rakyat akan menimbulkan rasa tidak perlu adanya pemerintahan atau bahkan akan menginginkan adanya pemerintahan baru.

Pemerintahan baru ini akan mempunyai dua kemungkinan, yaitu pemerintahan baru yang tidak melibatkan para elit politik yang ada saat ini dengan tetap bernama Indonesia atau Pemerintahan baru dengan nama daerahnya masing-masing (Dis-Integrasi Bangsa). Pilihan kedua sangat mungkin terjadi karena rakyat di daerah sudah jenuh dengan konflik yang terjadi di pemerintah pusat, sementara kehidupan rakyat di daerah tidak kunjung membaik, sehingga rakyat di daerah ingin mencoba sesuatu yang baru yaitu membentuk negaranya sendiri.

Bisa jadi akan timbul pemikiran “untuk apa Ber-Indonesia jika tidak memberi kebaikan dalam kehidupan?”. Gejala  ini sudah mulai terlihat dan pernah terjadi seperti di Aceh dan Papua, serta di  Riau dan Kalimantan, terlebih mulai ramai lagi pada saat terjadi tragedi “kabut asap” beberapa waktu lalu. Bisa jadi beberapa daerah di Indonesia menginginkan seperti Timor–Timur, jika konflik para elit di pusat tidak pernah berhenti.

GPKBBI harus dilakukan sebelum terlambat

Melihat fenomene dan gejala seprti terurai diatas, maka sangat dipandang perlu Gerakan Pemulihan Kepercayaan Berbangsa dan Bernegara Indonesia (GPKBBI) ini harus segera dilakukan dan dengan cara yang harus masif, sebelum terlambat. Mengapa? Karena sangat besar dimungkinkan, terhadap konflik-konflik yang terjadi ditingkat pusat yang saat ini, akan menghasilkan pemenang. Sedagkan bagi pihak yang kalah, hampir dipastikan tidak akan menerima kekalahan tersebut. Pihak yang kalah sangat mungkin akan menjadi motor penggerak Dis-Integrasi Bangsa untuk menghindari hukuman dari pihak pemenang. Sebab, bagi mereka yang kalah, jika tidak ada lagi pemerintah Indonesia, maka tidak akan ada lagi yang bisa menghukum pihak yang kalah. Hal ini sangat mungkin terjadi karena patut diduga, para elit yang berkonflik saat ini, kebanyakan orang-orang yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi dan golongan di atas kepentingan Bangsa dan Negara.

Gerakan Pemulihan Kepercayaan Berbangsa dan Bernegara Indonesia (GPKBBI) akan masif jika digerakkan oleh Institusi yang berskala nasional, mempunyai patron kepemimpinan yang masih tegas, dan sangat peduli denganTegaknya Kedaulatan Negara dan utuhnya wilayahnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.  Pandangan penulis saat ini, Institusi yang cocok untuk melakukan gerakan ini adalah Tentara Nasional Indonesia (TNI), karena dalam hal menegakkan kedaulatan Negara dan menjaga keutuhan Negara, seharusnya adalah diantara tugas pokok TNI. Gerakan ini bukanlah gerakan militer yang mengedepankan senjata serta kekuatan peralatan tempur, bukanlah juga gerakan kekerasan, tetapi gerakan ini adalah gerakan teritorial yang bertujuan untuk merangkul dan mempererat berbagai elemen bangsa untuk tetap bersatu dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Gerakan ini adalah gerakan humanis dan sangat Pancasilais. Gerakan ini dilakukan dengan menggunakan cara-cara mengedepankan kepedulian bersama dengan cara Komunikasi Sosial Kreatif. Oleh karena itu, TNI harus merangkul berbagai elemen masyarakat juga, agar gerakan GPKBBI bisa berhasil dengan baik.

Elemen-elemen yang bisa dirangkul diantaranya Para Pimpinan di Daerah, Para Guru, Para Pemuka Agama, Para Pimpinan Ormas, Para Pengusaha, Tokoh Masyarakat, Para Akademisi dan lain-lain. TNI harus mampu menimbulkan kesamaan paradigma dalam bingkai Pancasila dan ke-Bhinneka Tunggal Ika-an, kesamaan visi bahwa situasi buruk yang terjadi saat ini bukanlah karena kesalahan kita dalam berbangsa dan bernegara Indonesia, tetapi situasi ini terjadi karena oknum manusianya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun