Menjelang tamat, asisten mengajukan ide agar kepala aktor sedikti mengangkat. Sutradara murka. Pada bagian ini muncul kata "bencana" dari mulut sutradara: "Ya tuhan! Apa lagi? Mengangkat kepalanya? Kau pikir di mana kita? Di Patagonia? ...Baik. Di sanalah bencana kita..."
Dalam konteks "Catastrophe" menyebut Patagonia sebagai bencana berarti merujuk Pemberontakan Patagonia atau Patagonia Trgicia. Pemberontakan Patagonia adalah sebutan untuk pemogokan pekerja peternakan domba sekaigus pabrik wol dan penindasan terhadapnya oleh pemerintah yang terjadi antara tahun 1920-1922 di provinsi Santa Cruz, Argentina. Sekitar 300-1.500 pekerja tewas dibantai aparat, termasuk mereka yang telah menyerah.
Peristiwa itu dilatarbelakangi krisis ekonomi yang mendera Patagonia-Argentina pasca Perang Dunia I. Usai perang, harga wol turun drastis gara-gara rendahnya permintaan pasar. Argentina yang menjadikan peternakan domba dan wol sebagai salah satu komoditas utamanya kelabakan. Krisis tak terelakan.
Para pemilik modal nyaris gulung tikar. Demi menyelamatkan perusahaan, mereka melakukan berbagai efisiensi. Akibat dari upaya ini, yang paling tersiksa adalah para pekerja. Akhirnya, mereka berontak, mengajukan sejumlah hal terkait perbaikan kerja. Salah satunya kenaikan upah dan minta agar libur ditambah. Saat itu hari libur hanya Minggu. Mereka minta agar tidak ada pekerjaan di hari Sabtu. Â
Tuntutan ditolak. Serikat pekerja membalasnya dengan mengumumkan pemogokan masal. Kerusuhan pecah lantaran polisi bertindak semena-mena terhadap pekerja. Beberapa pimpinan serikat pekerja ditangkap. Dengan cepat kerusuhan menyebar. Kerusuhan dua tahun itu berhasil dipadamkan di bawah pemerintahan Presiden Hiplito Yrigoyen pada tahun 1922.
Ini adalah sejarah kelam Patagonia Argentina. Ketika warga negara "mengangkat kepala", mendongak menatap negara, pada titik itu bencana terjadi. Pemerintah otoriter benci warga negara yang "mengangkat kepala".
"Catastrophe", ya, akhirnya geblug juga. Geblug, warga negara labuh. Tapi bangkit lagi. Seperti teater di masa Corona. Geblug. Tapi (harus) bangkit lagi. Demi hidup yang lebih baik.
Â
Panjalu, 28-30 Maret 2021