Merujuk kepada konsep ideologi yang dijabarkan Antonio Gramsci, kebudayaan sangat terikat dengan ideologi. Hal ini karena ideologi suatu kelompok dihasilkan dan dihasilkan kembali melalui praktik-praktik yang dilakukannya.[1]
Kebudayaan memainkan peranannya sebagai realisasi dari ideologi yang bersifat abstrak. Ideologi menjadi sekumpulan karakteristik ide, di mana proses produksi makna-makna, tanda-tanda, dan nilai-nilai teraplikasikan dalam wacana kebudayaan kehidupan sosial.
Ideologi merupakan konsep yang mengikat pelaku kebudayaan. Konsep tersebut diturunkan dalam bentuk aturan-aturan. Aturan-aturan tersebut pada akhirnya diaplikasikan melalui perilaku pelaku kebudayaan. Punk dengan etika Do It Yourself pun telah memiliki prinsip aplikasi budaya yang dijalankan.
Kemandirian
Pada awalnya di Inggris, sikap kemandirian hanyalah pertentangan remaja punkers melawan budaya orangtua mereka. Remaja-remaja tersebut mengalami masa-masa individualisme yang menginginkan kebebasan.[2] Selanjutnya, sikap kemandirian dibuat untuk mencerminkan, mengekspresikan, dan menyuarakan segi-segi kehidupan kelompok.[3]
Dalam persepsi punkers, kemandirian diartikan dengan tidak bergantung kepada orang lain. Kemandirian merupakan sikap dasar dari etika Do It Yourself. Seorang punker dituntut untuk berusaha mandiri dalam melakukan segala sesuatu. Meskipun begitu, kemandirian bukan berarti bersikap individualistis. Punkers menyadari bahwa tidak semua hal dapat dilakukan seorang diri. Kemandirian merupakan sikap seorang punker untuk berusaha sendiri terlebih dahulu. Kalaupun ternyata tidak mampu, baru meminta bantuan kepada punkers lain ataupun pihak lain yang memiliki kesamaan ide.
Dalam perlawanan terhadap kapitalisme, sikap kemandirian memiliki tujuan penting. Pertama, berusaha memberi jarak dengan kapitalisme. Dengan sikap kemandirian, punkers berusaha tidak terjebak dengan ketergantungan dalam memenuhi kebutuhan hidup kepada kapitalisme seperti kebanyakan orang saat ini. Dengan memberikan jarak, punkers berusaha agar tidak terjadi benturan ideologi. Sehingga, etika Do It Yourself tetap murni tanpa mampu dipengaruhi kapitalisme.
Kedua, menciptakan kebebasan dalam mengembangkan kreativitas yang dimiliki. Kapitalis dalam segala tindakannya selalu bermotif ekonomi. Semuanya didasarkan pada untung rugi pasar. Tindakan kapitalis memenuhi segala kebutuhan masyarakat dilakukan dengan keseragaman yang memaksa atau, seperti yang ditulis Adorno dan Horkheimer, ‘sesuatu yang disediakan bagi semua orang sehingga tak seorang pun bisa lari darinya’. Hal demikian menjadikan masyarakat menjadi terkekang dan tidak memiliki kreativitas dalam melakukan sesuatu karena telah dibatasi kapitalis.
Punkers melalui sikap kemandirian berusaha untuk bebas dalam mengembangkan kreativitas, salah satunya melalui seni. Industri musik kapitalis menyeragamkan dan memaksa masyarakat dengan menyajikan musik-musik bertema personal dan cinta pribadi. Kapitalis memasarkan secara terus menerus karya para musisi yang dianggap representatif dan menyingkirkan para musisi yang berlawanan. Para musisi pun ‘dipaksa’ kapitalis untuk terus menerus menghasilkan lirik-lirik lagu bertema personal dan cinta pribadi. Dengan sikap kemandirian, punkers bebas berkreativitas menciptakan karya bertema lain selain tema personal dan cinta pribadi. Punkers memberikan pilihan kepada masyarakat dengan sajian musik yang berbeda-beda dan melawan dominasi kapitalis yang terus memaksa masyarakat.
Ketiga, untuk mengembangkan budaya aktif sebagai perlawanan sikap pasif dan konsumerisme masyarakat terhadap produk-produk kapitalis. Dampak dari kapitalisme yang selalu memenuhi kebutuhan masyarakat adalah menghasilkan masyarakat yang pasif. Masyarakat yang dimanjakan produk-produk kapitalis menjadi terus menerus bergantung kepada produk-produk tersebut. Selain menjadi pasif, masyarakat pun menjadi memiliki sifat konsumerisme yang tinggi. Dengan kemandirian, punkers berusaha tidak bergantung kepada produk-produk instan yang dihasilkan kapitalis. Punkers secara aktif berusaha menciptakan atau mengadakan sendiri keperluan mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Sikap persamaan dalam kehidupan punkers lebih dikenal dengan equality. Sikap persamaan berusaha menghapus batas-batas perbedaan yang dibuat kapitalis hanya karena motif ekonomi. Sikap persamaan meliputi berbagai hal dalam banyak bidang. Sedikitnya, ada lima sikap persamaan yang dijunjung punkers.
Pertama, persamaan dalam berpendapat. Hak berpendapat merupakan milik semua orang. Berbeda dengan kapitalis, di mana hak berpendapat hanya dimiliki segelintir orang yang memiliki pengaruh seperti kelompok pemodal atau penguasa. Persamaan dalam berpendapat dapat dilihat ketika punkers akan memutuskan suatu hal. Punkers mengadakan konsensus dalam menyelesaikan sebuah masalah. Kesepakatan dalam konsensus didapat setelah semua pihak yang hadir mengeluarkan pendapatnya masing-masing.
Kedua, persamaan ras. Konsep ras bisa ditelurusi jejaknya dari wacana biologis Darwinisme sosial yang menekankan garis keturunan dan tipe-tipe manusia. Ras menunjuk pada karakteristik-karakteristik yang dinyatakan secara fisik dan biologis. Atribut-atribut ini kemudian seringkali dikaitkan dengan intelejensi dan kemampuan, yang dipakai untuk memeringkat kelompok-kelompok yang telah diraskan dalam hirarki sosial, superioritas material, dan subordinasi. Akar dari rasisme adalah klasifikasi-klasifikasi rasial yang dibangun dan dipertahankan dengan kekuasaan.[4]
Stuart Hall berargumen, ras selalu terbentuk dalam proses sosial dan pertarungan kekuatan politik. Di Indonesia, formasi historis ras adalah pentas kekuasaan dan subordinasi. Orang-orang Papua misalnya, secara struktural, posisinya disubordinasikan. Orang-orang Papua diposisikan dalam pekerjaan-pekerjaan bergaji rendah, tidak membutuhkan ketrampilan, diberi keuntungan minimal di pasar, di sekolah, di media, dan dalam representasi budaya. Formasi ras atau rasialisasi secara inheren telah bersifat rasis, yang meliputi bentuk-bentuk sosial, ekonomi, dan subordinasi politik, yang telah hidup dalam kategori dan ideologi ras.[5] Punkers menganggap semua ras memiliki derajat yang sama. Sehingga, tidak boleh ada manusia yang dieksploitasi hanya karena berbeda ras.
Punkers memprioritaskan nilai kebersamaan dalam segala hal tanpa memandang ras, hirarki seperti tua dan muda, maupun struktur seperti kaya dan miskin. Punkers terbiasa untuk makan bersama-sama dalam sebuah wadah dengan sebuah sendok yang dipakai bersama secara bergiliran. Atau, mengisap sebatang rokok yang digunakan bersama-sama.
Ketiga, persamaan gender. Berakar pada budaya patriarki, konsep mengenai laki-laki dan perempuan terus dikonstruksikan secara sosial lewat institusi-institusi yang terlibat sehari-hari dalam kehidupan, seperti keluarga, sekolah, masyarakat, agama, tempat kerja, bahkan sampai kebijakan negara. Dalam budaya patriarki, laki-laki dianggap lebih tinggi kedudukannya dari perempuan. Aristoteles mengatakan, secara natural, laki-laki itu superior dan perempuan itu inferior. Yang superior mengatur yang inferior dan yang inferior harus rela diatur.[6] Bagi punkers, jenis kelamin bukanlah sebuah masalah dalam kehidupan. Karena, hal yang dilakukan laki-laki dapat pula dilakukan perempuan. Punkers juga tidak memarginalkan posisi perempuan dalam kehidupan.
Tidak menganut budaya patriarki, dalam realisasinya, bisa terlihat, seperti bermain musik, membuat album lagu, mengamen, membuat tato, ngedress maupun nyetreet, dan lain-lain. Di Bandar Lampung, salah satu yang dapat menjadi contoh adalah para personel Band Ibu Pertiwi. Seluruh personel Band Ibu Pertiwi merupakan perempuan. Tidak berbeda dengan permainan musik yang dilakukan punkers laki-laki, Band Ibu Pertiwi juga memainkan musik punk dengan ciri khas beat yang cepat.
Keempat, persamaan dalam memperoleh pengetahuan. Dalam lingkaran kapitalis, pengetahuan didapat hanya oleh mereka yang memiliki uang. Pendidikan pun bermotif ekonomi. Sehingga, hanya orang-orang yang memiliki uang yang dapat menikmati pendidikan. Padahal, semua manusia berhak mendapatkan pengetahuan dalam hidupnya. Punkers mengadakan workshop sebagai sarana berbagi ilmu pengetahuan. Workshop diadakan gratis tanpa dipungut biaya. Workshop merupakan cara berbagi ilmu dari punkers yang mengetahui pengetahuan lebih kepada punkers lain. Ilmu yang diberikan pun bermacam-macam, mulai dari teknik desain, menyablon kaos, atau sekadar ilmu menulis.
Punkers pun melaksanakan persamaan dalam memperoleh pengetahuan dengan berjuang melalui slogan copy is right.Copyright atau hak cipta adalah sebuah konsep legal yang memberikan seorang pencipta karya sebuah hak spesial bagi karyanya.[7] Hak spesial tersebut sebenarnya dipenuhi motif ekonomi. Dengan adanya hak cipta, informasi yang ada menjadi terbatas dan dibatas-batasi. Informasi berputar hanya di kalangan mereka yang memiliki uang karena dapat membeli informasi tersebut. Copy is right adalah perlawanan untuk copyright. Dengan copy is right, punkers memperbanyak informasi tanpa dibatasi motif ekonomi. Karena, informasi adalah milik semua orang.
Kelima, penghapusan bentuk hirarki dan struktur. Hirarki dan struktur menjadikan manusia seolah dibedakan dan memiliki keistimewaan tertentu. Punkers menghapuskan bentuk hirarki dan struktur karena, bagi mereka, manusia adalah sama. Kalaupun ada perbedaan, bukan berarti menjadi suatu hal yang harus ditonjolkan. Tetapi, harus dieliminisasi agar tidak menimbulkan kecemburuan sosial. Bentuk-bentuk hirarki dan struktur yang ada selama ini dalam kehidupan sosial antara lain senior dan junior, pemodal dan pekerja, majikan dan pembantu, atasan dan bawahan, dan sebagainya.
Antikemapanan dan Antipenindasan
Perjuangan utama yang dilakukan punkers adalah memperjuangkan kebebasan berpikir yang telah dibatas-batasi kapitalis. Melalui motif ekonomi, kapitalis menciptakan minoritas masyarakat mapan yang berkuasa terhadap mayoritas masyarakat lain. Alhasil, kemapanan membuat segelintir kecil masyarakat tersebut merasa berhak untuk menentukan kehidupan mayoritas masyarakat lain.
Kemapanan, bagi punkers, merupakan sebuah bahaya sosial karena berpotensi untuk membatasi kebebasan berpikir. Pembatasan kebebasan berpikir dapat mengakibatkan masyarakat tidak dapat melihat kebenaran dari sebuah realitas. Masyarakat dipaksa untuk menuruti kehendak, yang sebenarnya bukan kehendak mereka, melainkan kehendak kapitalis.
Antikemapanan merupakan antitesis yang diciptakan punkers untuk melawan kemapanan. Antikemapanan bertujuan untuk menghilangkan pemaksaan kehendak oleh satu pihak kepada pihak lain. Antikemapanan bukan berarti kehidupan yang tidak layak atau tidak mapan. Tolok ukur dalam antikemapanan bukanlah motif ekonomi seperti halnya kapitalis, tetapi kedaulatan yang dimiliki seorang individu dalam memutuskan segala hal, melalui pikirannya sendiri, dalam hidupnya.
Punkers juga menganut sikap antipenindasan. Berbeda dengan antikemapanan yang berada dalam wilayah pemikiran, antipenindasan mengarah kepada perilaku. Antipenindasan mengarah kepada kebebasan manusia dalam melakukan segala hal tanpa mendapat tekanan dari pihak lain. Kebebasan yang ada tidak serta merta bebas sebebas-bebasnya, tetapi harus didasari tanggung jawab.
Pemikiran kapitalis, yang berusaha mendapatkan keuntungan ekonomi sebanyak-banyaknya dengan pengeluaran yang sedikit mungkin, banyak menimbulkan penindasan-penindasan. Salah satu contoh penindasan yang dilakukan kapitalis adalah tidak seimbangnya hak pendapatan pekerja dengan kewajiban jam kerja atau tenaga yang dikeluarkan pekerja. Dengan pendapatan yang sedikit, seorang pekerja harus mengeluarkan tenaga yang banyak.
Contoh penindasan lain dilakukan kapitalis melalui kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah. Hal ini dapat dilihat dengan kenyamanan yang diberikan pemerintah kepada kapitalis dalam melakukan usaha mereka. Sedangkan pada lain pihak, pemerintah memberantas pedagang-pedagang kecil, yang memang tidak diberi tempat untuk berusaha. Sehingga, mereka harus berdagang berdesakan di pinggir jalan raya.
Punkers melihat kemapanan dan penindasan lahir akibat motif ekonomi yang dibentuk karena sistem kapitalis. Sistem kapitalis menciptakan kelompok-kelompok yang dominan dalam sektor ekonomi. kelompok-kelompok dominan tersebut terus memperkaya diri tanpa mau peduli dengan kondisi manusia lain yang harus menderita akibat ulah mereka. Padahal, dunia tempat manusia hidup seharusnya dipelihara bersama oleh para penghuninya untuk mencapai kesejahteraan bersama.
Sikap solidaritas dilakukan punkers terhadap kelompok lain yang sama-sama minoritas dalam kehidupan seperti kaum urban, rastafarian, sampai suku indian yang terjajah. Sikap solidaritas terhadap kelompok lain biasa ditunjukkan punkers dengan berbaur bersama mereka dalam pergaulan, membantu perjuangan mereka, maupun bertukar budaya. Sikap solidaritas dibentuk sebagai sarana untuk membentuk persatuan sesama kelompok yang termajinalkan dalam menghadapi kapitalis.
[]
Kumpulan naskah Sedikit Cerita Punk dari Bandar Lampung:
Punk, Satu Babak di Saburai (1)
Kehadiran Punk di Bandar Lampung (3)
[1] Ben Agger, Teori Sosial Kritis, Penerapan dan Implikasinya (terj), Kreasi Wacana, Yogyakarta, 2003, hal 249.
[2]Dick Hebdige, Asal Usul dan Ideologi Subkultur Punk (terj), Buku Baik, Yogyakarta, 1999, hal 144.
[3] Stuart Hall dalam Dick Hebdige, op.cit., hal 228.
[4]Antariksa, Ras dan Etnisitas, http://kunci.or.id/esai/nws/08/ras.htm, diakses tanggal 11 Mei 2008.
[5]Ibid.
[6]Nuraini Juliastuti, Kebudayaan yang Maskulin, Macho, Jantan, dan Gagah, http://kunci.or.id/esai/nws/08/macho.htm, diakses tanggal 11 Mei 2008.
[7] Copyright, http://en.wikipedia.org/wiki/Copyright, diakses tanggal 11 Mei 2008.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H