Mohon tunggu...
Ridwan Ewako
Ridwan Ewako Mohon Tunggu... wiraswasta -

PEMULUNG

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Logika Bahasa Jurnalis

22 Agustus 2012   12:33 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:27 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="438" caption="Ilustrasi (clipartillustration.com)"][/caption] Dua orang penghuni rumah dan restoran yang ada di Kota Padang, Sumatera Barat, terpaksa dilarikan ke RSUP M. Djamil Padang, setelah mengalami luka bakar ringan, dan dirawat di ruang IGD, pada Selasa dini hari. Terlintas tidak ada yang salah pada berita Antaranews.com (8 Mei 2012) di atas. Namun, bila dicermati, kita menemukan sesuatu yang menggelitik. Bagian manakah? Mari kita cermati pemakaian kata "terpaksa". Merunut seluruh bagian berita, saya memastikan, orang yang menolong korban kebakaran tidak terpaksa menolong keduanya. Apalagi kedua korban kebakaran rumah-restoran itu. Mereka tentu sangat bersyukur karena ada yang membantu menyelamatkan dirinya dari maut. Arti "terpaksa": mau tidak mau harus; tidak boleh tidak; berbuat di luar kemauan sendiri karena terdesak oleh keadaan. Begitu kata kamus. "Memaksa"?. Pelakonnya juga bisa seseorang, beberapa orang, atau keadaan. Maksud "memaksa": memperlakukan; menyuruh; meminta dengan paksa. Nah, memahami makna kedua kata di atas, maka dapat kita simpulkan, kedua korban kebakaran tidak dalam posisi terpaksa. Mereka tidak menolak dibawa ke rumah sakit karena sebenarnya menghendaki dilarikan ke hotel. Tidak ada pula yang memaksanya. Karena faktanya seperti itu, maka kata "terpaksa" dalam berita tersebut tidak tepat dipakai. Penempatannya keliru sebab tidak demikian faktanya. Jadi, berita tersebut tidak perlu kata "terpaksa". Mari kita membaca berita di atas tanpa kata "terpaksa". Bagaimana rasanya? Lebih jernih kan kita memahaminya. Penempatan kata "terpaksa" seperti berita di atas, sering terjadi dalam berita peristiwa. Contohnya, kebakaran, kecelakaan lalulintas, bencana alam dan sebagainya. Lalu, korban diberitakan "terpaksa" menerima tindakan penyelamatan. Banyaknya berita peristiwa di televisi, radio, suratkabar, dan media daring (online) dengan model pemberitaan yang sama, menyebabkan pemakaian kata "terpaksa" seperti di atas, seolah bukan kekeliruan. Padahal faktanya tidak seperti itu. Contoh lain: Warga sekitar yang menyaksikan proses pemadaman api juga terkena sambaran api dan menderita luka bakar, sehingga terpaksa dilarikan ke rumah sakit. (Republika.co.id). Satu lagi: Selain menghanguskan rumah, dua balita warga setempat dinyatakan hilang. Kedua bocah terlepas dari tangan orang tuanya, saat berusaha untuk menyelamatkan harta benda. Selain itu, satu orang anggota pemadam kebakaran terpaksa dilarikan kerumah sakit akibat mengalami benturan dibagian kepala saat berusaha memadamkan api. (Program Berita Fokus Pagi di Indosiar, 5 Juli 2012) Boleh jadi, sang jurnalis, menganggap hal ini masalah sepele. Si wartawan mungkin menanggapinya bahwa soal satu kata dimaksud tak sampai membuat pemirsa atau pembacanya salah memahami peristiwa. Namun, bagi saya, kekeliruan ini perlu digarisbawahi karena menyangkut kegagalan logika dalam memindahkan sebuah fakta pada uraian teks berita (bahasa). Ini persoalan logika memahami fakta dan logika bahasa. Mari kita membayangkan dampaknya bila kekeliruan yang sama terjadi pada peliputan peristiwa yang cakupannya lebih urgen dan vital. Misalnya, keliru memaparkan fakta maklumat penting Presiden yang ditunggu publik. Jadi, obrolan ini bukan sekadar diksi --ketepatan memilih atau tidak memakai sebuah kata. Hal ini menyangkut logika, Bro. []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun