Mohon tunggu...
Ridwan Ewako
Ridwan Ewako Mohon Tunggu... wiraswasta -

PEMULUNG

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Bias Karakter Jurnalis Televisi

1 Maret 2012   12:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:41 601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Izin, ini torehan lama. Tapi, siapa tahu berguna. Sikit... tak apelah...

Apa perbedaan pola koordinasi peliputan di televisi dengan suratkabar? Setidaknya berdasar pengalaman saya berkiprah di media cetak/koran dan televisi (tak perlu disebut yak...), jawabannya; jurnalis koran lebih lepas dibanding televisi.

Redaksi televisi dan koran sama-sama memiliki koordinator peliputan. Namun. praktiknya, reporter koran lebih bebas memburu berita dibanding televisi. Sebagian besar titik peliputan tim reporter/kamerawan televisi berdasar agenda dari koordinator peliputan. Koran sebaliknya.

Jadwal kerja jurnalis koran tidak dibagi berdasar shift. Di televisi ada tiga shift dalam 24 jam, seperti di pabrik sepatu.

Sebenarnya secara teori tidak ada perbedaan antara jurnalis televisi dengan koran. Mereka news hunter. Namun, entah karena perbedaan perangkat peralatan kerja, maka terciptalah pola tersebut. Sebut saja senjata reporter koran hanya sebuah pena, sementara jurnalis televisi membawa kamera. Sangat mungkin karena keterbatasan jumlah kamera maka alat ini dipakai secara bergantian. Tim peliputan shift siang televisi hunting setelah kelompok pagi kembali ke kantor, dan seterusnya. Kamera pun beralih.

Entah latarbelakang di atas benar atau keliru, hal pasti, ragam penjadwalan kerja jurnalis televisi "menodai" karakter dasar kewartawanan. Sekali lagi ini berdasar pengalaman saya di stasiun tv "A" (tak perlu disebut yak....). Jurnalis televisi cenderung menjadi "tukang". Mereka umumnya hunting berdasar order koordinator peliputan. Jurnalis televisi juga umumnya memburu berita berdasar jam kerja shift-nya. Sebut saja shift pagi antara pukul 08 hingga sampai pukul 16. Sebagian besar wartawan televisi kembali ke kantornya menjelang waktu shift-nya berakhir. Ya, mereka tak ubahnya buruh pabrik.

Berbeda dengan jurnalis koran. Mereka umumnya mengendus berita sendiri sejak pagi buta. Bila proses gathering rampung menjelang deadline sekitar pukul 22, maka sang wartawan tidak akan menuju kantor. "Kemurnian" karakter dasar jurnalis sebagai news hunter relatif terjaga di koran.

Pola "by order" kerja wartawan televisi, boleh jadi tercipta karena jadwal siaran --kalau di koran jadwal cetak sekali sehari-- lebih ketat. Rata-rata televisi di Indonesia memiliki program berita yang harus tayang empat kali dalam sehari. Kru redaksi televisi wajib menyiapkan materi tayang sesuai jadwalnya. Dan, tidak mungkin karena produksi berita terhambat lalu layar televisi "hitam" saat jadwal program berita. Namun apapun, menurut saya, pola itu tidak seharusnya "meracuni" karakter dasar kewartawanan. Jurnalis --termasuk di televisi-- sosok pemburu berita. Mereka bukan buruh pabrik.

Catatan ini saya buat atas kesedihan sikap manajer pemberitaan stasiun tv "A" (tak perlu disebut yak....). Beberapa pekan terakhir saya memilih "jalan sendiri" dalam proses news gathering. Agenda peliputan yang kurang bermutu --setidaknya ini menurut pikiran saya-- sebagai alasan. Saya yakin agenda saya lebih memiliki nilai berita dibanding agenda newsroom. Memang, seringkali saya hunting tanpa koordinasi dengan koordinator peliputan karena "menghindari" penugasan yang kurang bermutu tadi. Sekali lagi, saya sedih, karena kemarin sang manajer melalui pesan singkat ke handphone meminta agar tetap hunting berdasar agenda newsroom, sebagus apapun berita yang saya kejar.*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun