Setelah akad nikah pada tahun 1954 beliau kembali ke Mranggen untuk meneruskan khidzmahnya di pondok. Di waktu awal menikah,Nyai Musyarofah sering berkunjung ke pondok KH. Muslih untuk memberikan bekal kepada suaminya, sehingga ia akrab dengan Mbah Nyai Marfu'ah istri KH. Muslih. Setelah khidzmahnya selesai beliau pulang ke Desa Karangroto Genuk Semarang untuk mengarungi bahtera rumah tangga bersama istri tercinta, sekaligus berjuang melanjutkan dakwah Islam di masyarakat sekitar. Beliau juga mulai mengajar di masjid dan mulai menyelenggarakan pesantren. Santrinya adalah masyarakat sekitar dan beberapa santri dari Mranggen.
Para santri diajari mangaji kitab kuning seperti nahwu, fiqih, tauhid dan lain-lain di masjid atau di asrama pondok. Asrama pondok beliau bangun bersama para santri. Para santri juga diajak untuk bertani padi, jagung, palawija dan buah-buahan untuk mencukupi kebutuhan di sawah sewaan. Meskipun mertua beliau di kenal kaya, tetapi beliau tetap hidup sederhana dan menyewa lahan sendiri untuk bertani bersama santri. Pondok pesantren pun berkembang pesat dan santri-santri datang dari berbagai daerah.
KH. Moh. Ridlwan mendirikan madrasah wajib belajar yang waktu itu bisa melayani tiga kecamatan. Sekarang sudah berkembang menjadi RA, MI, MTs, MA Hidayatus Syubban, dan SMK Hisbabuana di bawah Yayasan Hidayatus Syubban yang saat ini berlokasi di Desa Karangroto Kecamatan Genuk Kota Semarang. Selain membangun Pesantren dan Madrasah beliau juga sempat menjadi PNS (Pegawai Negeri Sipil) sebagai Guru Agama Islam, beliau juga aktif sebagai penasehat pemerintah di desa dan sering menjadi tempat konsultasi masyarakat dalam berbagai urusan, seperti tanggal pernikahan, doa untuk membantu memudahkan persalinan, dan lain sebagainya.
Setelah umurnya mendekati usia pensiun, pada tahun 1992 beliau kembali mengaktifkan kembali pesantren yang telah lama vakum dengan diberi nama Pondok Pesantren As-Sholihiyah, kemudian juga di kembangkan Pondok Pesantren Hidayatus Syubban di bawah Yayasan yang sama. KH. Moh. Ridlwan wafat di Karangroto pada tanggal 5 Juli 1995, saat wafat beliau meniggalkan 12 anak, 5 laki-laki dan 7 perempuan. Beliau sukses mendidik putra putrinya dengan motto atau semboyan "Dunia sementara, Akherat selamanya" yang mengajarkan untuk mementingkan akhirat dari pada dunia.
Pada masa awal merintis pondok pesantren, Beliau mendapat sebuah cobaan, terjadi kecemburuan terhadap dakwah beliau oleh masyarakat yang anti ajaran pesantren dan dakwah Islam. Sekelompok orang itu mencari cara untuk bisa mengusir dan menutup pesantren beliau. Karena fitnah yang bertubi-tubi bahkan ada yang melakukan ancaman fisik, akhirnya beliau pun mengalah, mengambil langkah untuk mengungsi sejenak ke daerah Mranggen Demak. Beliau menjalankan fungsi pesantren dari luar, Â meninggalkan anak, istri dan santri. Namun secara sembunyi-sembunyi, beliau pulang ke pesantren pada malam hari untuk mengajar mengaji lalu kembali ke Mranggen sebelum pagi hari. Setelah suasana mulai mereda, beliau kembali lagi ke pesantren.
 KH. Ridlwan dan Jasanya dalam Menyelamatkan Para Tertuduh Anggota PKI
Tahun 1965 para santri dipulangkan ke daerah dan rumahnya masing-masing untuk menjaga situasi masyarakat yang masih rawan, bahkan Kecamatan Genuk sendiri saat itu merupakan basis utama PKI. Dikisahkan beliau memiliki jasa yang besar ketika peristiwa PKI, beliau menyelamatkan tiga kampung, yaitu Nangeng, Tambi, dan Jroto dalam satu malam. Kala itu sedang marak pasukan TNI menyisir ke rumah-rumah memburu orang-orang PKI. Beliau pada malam hari berjalan kaki pergi ke rumah-rumah di kampung tersebut lalu membagikan kartu NU kepada warga yang tidak bersalah agar tidak menjadi korban salah tangkap.
 Jadi ketika ada pasukan TNI datang, warga yang menerima kartu NU tersebut tinggal menunjukannya sehingga tidak ditangkap. Hal itu pun membuat orang-orang yang tidak suka, menfitnah beliau dengan tuduhan menjual kartu NU, sehingga membuat KH. Moh. Ridlwan sempat dipenjara tanpa peradilan atau sidang di bulan Ramadhan. Menurut cerita Mbah Nyai Musyarofah waktu masih hidup, KH. Moh. Ridlwan dipenjara selama dua minggu lalu setelah itu beliau dibebaskan begitu saja menjelang lebaran.
Kondisi keamanan kembali normal, warga yang diselamatkan merasa sangat berhutang budi, mereka berpesan kepada keluarga dan keturunannya, bahwa selagi lembaga pendidikan yang didirikan KH. Moh. Ridlwan masih ada maka semua keturunan mereka disuruh belajar di sana sebagai rasa terima kasih, karena telah mendapat pertolongan dari beliau.
KH.Moh Ridlwan adalah pribadi yang sangat ramah, pemaaf dan pemurah. Anak-anak kecil mengenal beliau karena sering memberikan permen dan uang jajan. Saat lebaran, beliau membelikan sarung dan mukena kepada orang-orang yang rajin ke masjid, para muadzin, dan bilal. Beliau banyak membiayai pendidikan warga yang tidak mampu, mengobatkan orang-orang yang sakit, walau pun dahulu menyakiti dan menggangu dakwah beliau. Diceritakan, bahwa beliau pernah memboncengkan sendiri dengan naik sepeda motor untuk mengobatkan orangtua yang sakit ke dokter, padahal orang tersebut yang menfitnah dan menganiaya beliau saat masih muda.
Beberapa petuah yang sering diajarkan diantaranya: "Wong iku iso sugih. Ora bakal mlarat. Â Menawa yakin karo kemurahan lan kasih sayang Alloh SWT" (Manusia itu akan Kaya dan tidak akan miskin, jika yakin dengan kemurahan dan kasih sayang Allah SWT). "Dadio wong sing taqwa lan ojo seneng goroh gen mulyo uripmu" (Jadilah orang yang takwa dan jangan suka berbohong biar hidupmu mulia). "ojo wedi karo sopo-sopo wedio karo Gusti Alloh wae mergo Gusti Alloh SWT. sing duwe segalane" (Jangan takut dengan siapapun. Takutlah hanya kepada Allah karena Allah yang memiliki segalanya).