Siapakah Kiai Abil Fadhol As-Senoriy? Bagaimanakah kisah dan perjalanan hidup beliau? Bagaimana pula perjuangan beliau di kala maraknya aksi Kristenisasi dan ketegangan politik antara presiden Soeharto dan NU di masa pemerintahan Orde Baru? Dan bagaimana ceritanya nama dan kitab karangan beliau bisa sampai di Timur Tengah, padahal beliau tercatat tak pernah menginjakan kakinya di sana?
Semua jawaban atas persoalan tadi akan terjawab di buku ini. Buku berjudul “Kiai Abil Fadhol As-Senoriy Biografi dan Karya-Karyanya” karya dari Muhammad Asif, seorang dosen di STAI Al-Anwar, Sarang, Rembang. Buku ini jelas merupakan buku pertama yang mengupas biografi dan karya-karya kiai Abil Fadhol secara komprehensif. Buku ini terdiri dari 3 Bab yang setiap babnya di bagi lagi menjadi beberapa bagian. Buku ini juga bisa dibilang lengkap dan jelas dalam menerangkan kepribadian, kisah hidup dan perjuangan kiai Abil Fadhol As-Senoriy seorang Kiai kharismatik yang berpengaruh dalam penyebaran agama Islam dan intelektualisme pesantren di Jawa pada abad ke- 20, terutama pada masa pemerintahan Orde Baru.
Kiai Abil Fadhol As-Senoriy adalah seorang kiai yang berasal dari daerah Sendang kecamatan Senori Kabupaten Tuban Jawa Timur. Beliau merupakan putra dari Syaikh Abdus Syakur As-Swedangi (yang diberi julukan syaikh al- masyayikh atau guru dari para Syaikh). Kiai Abil Fadhol lahir di Sedan, Rembang pada Tahun 1917 dan merupakan putra terakhir dari delapan bersaudara.
Kiai Abil Fadhol semasa kecil Sejatinya hanya belajar kepada ayahandanya Syaikh Abdus Syakur, yang notabene nya merupakan kiai yang telah belajar di tanah suci MMmekah selama lima tahun. Di sana Syaikh Abdus Syakur belajar ke beberapa Syaikh terkemuka diantaranya Syaikh Madah, Syaikh Abdul Hamid al-Syarwani, Syaikh Hasbullah bin Sulaiman al-Jawi, Sayyid Ahmad Zawawi, Syaikh Muhammad Said bin Muhammad Bashil al-Hadhrami, Syaikh Umar bin Barakat al-Shami, Sayyid Zaini Dahlan, Sayyid Abu Bakar as-Syatho, serta Syaikh Nawawi al-Bantani. Ini tentu menunjukkan ketersambungan genelaogi intelektual kiai Abil Fadhol dengan para ulama di Mekah.
Kiai Abul Khayr, kakak Kiai Abil Fadhol dalam risalah pendek berbahasa Arab, pernah mengatakan, ”Dia (Abil Fadhol) dan saya belajar berbagai cabang ilmu -agama- hanya kepada ayah saja”. Selain kepada ayahnya beliau juga pernah nyantri kepada Kiai Hasyim Asy’ari di Tebuireng Jombang selama sekitar 7 bulan, dan menerima banyak sanad ilmu dari Kiai Hasyim Asy’ari. Salah satu sanadnya adalah sanad kitab Shahih Bukhari dan Tafsir Jalalain sebagaimana disebutkan penulis buku.
Kiai Abil Fadhol berjuang di masyarakat melalui pondok pesantren yang diberi nama Pondok Pesantren Darul Ulum Al-Fadholi. Namun selain mengajar di pesantren beliau juga banyak menyikapi dan mengomentari masalah-masalah yang terjadi di luar pondok pesantren yang sedang marak di masa pemerintahan Rezim Orde Baru, seperti gerakan Islam Modernis dan Kristenisasi yang sedang marak saat itu. Beliau menyikapi mengomentari dan melawan gerakan-gerakan tersebut melalui kitab-kitab karangan beliau, seperti di kitab Kasyf al-Tabarih fi bayan Salat al- Tarawih yang beliau tulis untuk menyikapi kegiatan kelompok modernis yang lebih condong pada ajaran Wahhabi, dan melaluikitab Pangreksogomo yang ditujukan untuk melakukan counter terhadap maraknya Kristenisasi. Untuk ulasan lebih detil tentang masalah tersebut bisa dibaca pada BAB 3 sub B, “Konteks Sosial yang Mengitari Karya-Karyanya”.
Buku yang di-endorse oleh dua tokoh penting dari pesantren, Gus Mus dan gus Ghofur Maimoen, selain berisi biografi, di dalamnya juga dilengkapi dengan data yang rinci mengenai karya-karya kiai Abil Fadhol, mulai dari karya yang paling terkenal seperti kitab Al-Kawakib al-Lama’ah (yang direkomendasikan oleh Muktamar ke 23 NU, untuk dikaji dan dipelajari di pesantren dan sekolah diniyah yang ada di bawah naungan PBNU), hingga yang mungkin asing bagimasyarakat seperti kitab Pangreksogomo dan tafsir Ayat Al-Ahkam min Al-Qur’an Al-Karim. Tentang ulasan ini lebih lanjut bisa dibaca di bagian “LAMPIRAN-LAMPIRAN TULISAN’. Buku ini juga dilengkapi lampiran foto arsip asli dari manuskrip-manuskrip karya kiai Abil Fadhol yang didapatkan dari sumber-sumber utama.
Kekurang buku ini adalah karena terdapat beberapa kata yang mungkin sulit dimengerti bagi orang awam (misalnya istilah-istilah asing yang tidak ada terjemahnya) dan data yang terkesan kurang lengkap seperti tahun dan tanggal kejadian.
Last, but not less buku ini sangat diromendasikan bagi para santri dan pecinta alim ulama yang ingin mengetahui lebih jauh tentang Kiai Abil Fadhol As-Senoriy, dan karya-karyanya. Dan juga bagi setiap orang yang ingin menjadikan kiai Abil Fadhol sebagai sosok panutan dalam kehidupan sehari-hari.
Buku ini seakan mengajak kita untuk mengenal kembali perjalanan hidup seorang seorang kiai yang sederhana, bersahaja namun karakter kekiaian dan intelaktualismenya sangat kental sebagaimana disebut oleh Gus Ghofur Maimeon dalam endorsementnya, dan mengajak kita untuk terus mencintai ilmu intelektulisme pesantren, hal yang akhir-akhir ini terasa semakin terkikis di masayakarakat kita.(baca:Biografi Kiyai Abil Fadhol As-Senoriy: biografi dan karya karyanya).
Biodata Penulis
Muhammad Ridlwan Choirobi lahir di Pati pada 8 Januari 2008, yang sekarang sedang nyantri di Pondok Pesantren At- Taroqqy Sedan, Rembang. Ia duduk di bangku Madrasah Kelas 1 Aliyah di Madrasah Tuhfatus Shibyan Sedan, Rembang.
Sapa penulis di:
Facebook: Ridlwan Choirobi
Instagram: ridlwan_ch01
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H