[caption caption="Permukiman kumuh di bantaran saluran Sunter dengan latar belakang pembangunan hunian vertikal di Jakarta Utara (Kompas.com/Priyombodo)"][/caption]Dalam 10 tahun terakhir, periode 2004-2014, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Rata-rata ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 6 persen. Pencapaian ini telah mengurangi kemiskinan dan memperbesar jumlah kelas menengah di Indonesia.
Namun, menurut data Bank Dunia, pertumbuhan ini hanya dinikmati oleh 20 persen masyarakat terkaya Indonesia. Sekitar 80 persen penduduk, atau lebih dari 205 juta orang, belum menikmati "kue pembangunan" dengan baik.
Dibanding negara Asia Timur lainnya, tingkat ketimpangan antara penduduk kaya dan miskin di Indonesia relatif tinggi dan naik lebih pesat.
Antara tahun 2003-2010, tingkat konsumsi 10 persen penduduk terkaya Indonesia tumbuh sebesar 6% per tahun, setelah disesuaikan dengan inflasi. Sedangkan, tingkat konsumsi 40% masyarakat termiskin, hanya tumbuh kurang dari 2% per tahun.
[caption caption="Data Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dan IHSG 2004 -2014 (Sumber: Slideplayer.info)"]
Hal ini mengakibatkan “Gini Ratio” naik pesat dalam 15 tahun terakhir. Naik dari nilai 30 pada tahun 2000 menjadi 41 pada tahun 2013.
Dalam rencana pembangunan jangka menengah, Pemerintah Indonesia telah menetapkan untuk menurunkan tingkat koefisien Gini, dari 41 menjadi 36 pada tahun 2019.
[caption caption="Data Gini Ratio Indonesia 1964-2011 (Sumber: Dayshare.org)"]
Empat Ketimpangan Kesejahteraan di Indonesia
Agar berhasil menurunkan koefisisen Gini, menurut Bank Dunia, Indonesia perlu mengatasi empat penyebab utama ketimpangan. Dalam keterangan resminya pada Selasa (8/12) yang diterima penulis selaku admin Mediawarga.info. Bank Dunia merinci keempat penyebab utama ketimpangan tersebut yakni :
Pertama, ketimpangan peluang. Ketimpangan ini terjadi berawal dari anak Indonesia yang dilahirkan dari keluarga miskin dan faktor pendidikan orangtua. Awal yang tidak adil ini dapat menentukan berkurangnya peluang bagi anak Indonesia selanjutnya. Setidaknya sepertiga ketimpangan diakibatkan oleh faktor-faktor di luar kendali seorang individu.
Kedua, ketimpangan pasar kerja. Ketimpangan ini diakibatkan pekerja dengan pendidikan dan keterampilan tinggi menerima gaji yang lebih besar, dibandingkan tenaga kerja yang kurang memiliki keterampilan dan pendidikannya rendah. Pekerja dengan pendidikan yang rendah hampir tidak memiliki peluang untuk mengembangkan keterampilan mereka. Mereka terperangkap dalam pekerjaan informal dengan produktivitas rendah dan pemasukan yang kecil.
Ketiga, ketimpangan konsentrasi kekayaan. Ketimpangan ini disebabkan hanya kaum elit yang memiliki aset keuangan, seperti properti atau saham, yang ikut mendorong ketimpangan saat ini dan di masa depan.
Keempat, ketimpangan dalam menghadapi goncangan. Ketimpangan ini terjadi karena krisis ekonomi atau kenaikan inflasi. Masyarakat miskin dan rentan akan lebih terkena dampak, menurunkan kemampuan mereka untuk memperoleh pemasukan dan melakukan investasi kesehatan dan pendidikan. Sedangkan program jaring pengaman sosial untuk menghadapi goncangan ekonomi tersebut tidak begitu efektif.
Pilihan untuk mengatasi ketimpangan di Indonesia
Menurut Bank Dunia, ketimpangan yang semakin tinggi di Indonesia dapat dihindari. Kebijakan pemerintah dapat membantu Indonesia memutus rantai ketimpangan antar generasi, dengan mengatasi penyebab ketimpangan.
Contohnya, koefisien Gini di Brazil turun 14 poin setelah upaya bersama untuk menurunkan ketimpangan melalui kebijakan fiskal. Sebaliknya, menurut data tahun 2012, kebijakan fiskal Indonesia hanya menurunkan koefisien Gini sebesar 3 angka.
Pilihan bagi pemerintah Indonesia menurut Bank Dunia dapat dilaksanakan dengan cara :
- Memperbaiki layanan umum. Kunci bagi generasi berikut terletak pada peningkatan pelayanan umum di tingkat desa, camat, dan kabupaten, karena hal ini dapat memperbaiki kesehatan, pendidikan dan peluang keluarga berencana bagi semua masyarakat.
- Memperkuat program perlindungan sosial seperti bantuan tunai bersyarat dan beasiswa pendidikan.
- Menambah peluang pelatihan keterampilan bagi tenaga kerja.
- Menyediakan lapangan kerja yang lebih baik.
- Menggunakan pajak dan belanja pemerintah untuk mengurangi ketimpangan.
- Meningkatkan ketaatan dalam pengumpulan pajak perorangan.
[caption caption="Data Kemiskinan di Indonesia 2004-2012 (Sumber BPS)"]
Dari riset Bank Dunia tahun 2015, banyak warga Indonesia mulai khawatir. Sebuah survei persepsi masyarakat pada tahun 2014 mengenai ketimpangan menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia menilai distribusi pendapatan di Indonesia “sangat tidak setara” atau “tidak setara sama sekali”. Para responden juga menuntut pemerintah untuk bertindak.
Bila tidak ada tindakan, konsekuensinya bisa mengancam bagi stabilitas sosial Indonesia. Pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan dapat melambat, disertai naiknya risiko konflik. Lebih dari 61% responden mengatakan bahwa mereka dapat menerima pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah asalkan ketimpangan juga berkurang.
Kemudian, dukungan masyarakat cukup kuat dengan adanya kebijakan perlindungan sosial yang memberikan bantuan langsung kepada masyarakat miskin dan rentan. Lebih dari setengah responden survei berpendapat kemiskinan bisa disebabkan oleh faktor-faktor di luar kendali seseorang, misalnya latar belakang mereka atau pengalaman buruk. Hampir setengah dari seluruh responden mendukung program perlindungan sosial sebagai tindakan kebijakan yang penting (Klik laporan Bank Dunia tentang ketimpangan sosial Indonesia disini).
Belajar dari paradigma pertumbuhan ekonomi yang hanya menghasilkan "kesenjangan sosial". Indonesia harus fokus ke pembangunan yang mendukung ekonomi kerakyatan. Saat ini, yang paling penting adalah pemerataan kesejahteraan rakyat.
Penulis prihatin, ketika Gojek sempat dilarang oleh Kementerian Perhubungan, walaupun pada akhirnya Presiden Jokowi membatalkan keputusan Menteri Jonan yang melarang sarana transportasi yang menggunakan aplikasi online. Harusnya ditengah ekonomi yang sulit, pemerintah membuka ruang seluas-luasnya agar rakyat bisa mencari nafkah.
Jadi, Selama ketimpangan sosial masih ada di Indonesia. Jangan gegabah gusur para pedagang kaki lima, usir para penduduk yang belum memiliki tempat tinggal tetap diwilayah squater, apalagi melarang #Gojek. Pemerintah harus berpihak pada ekonomi kerakyatan seperti mendukung inovasi aplikasi online #Gojek. Hidup ekonomi kerakyatan. #GoRakyat.
Muhammad Ridwan, Citizen Reporter di www.mediawarga.info
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H