Konon, Tiongkok akan mengelontorkan dana sebesar US$ 50 milyar kepada Indonesia untuk membangun Infrastruktur Tol Laut dimana instrumennya ialah pembangunan pelabuhan, pembangunan galangan kapal dan penambahan armada kapal laut.
Bagaimana dengan Proyek Jalan Tol Trans Sumatera dan pembangunan rel Kereta Api di Indonesia, apakah ada kepentingan Tiongkok?
Jawabannya, sudah pasti ada. Indonesia akan mendapatkan pinjaman 40 miliar dolar AS dari China Development Bank dan Industrial and Commercial Bank of China untuk menggarap pembangunan jalan Tol Trans Sumatera. Ini dijelaskan Menteri BUMN Rini Suwandi di depan Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR, di Gedung MPR/DPR-RI, Jakarta, yang digelar Jumat (24/4/2015). (Baca : Perbankan China Komitmen Danai Infrastruktur Indonesia)
Untuk memastikan proyek Jalan Tol Trans Sumatera selesai tepat waktu, Presiden Jokowi, selama 2 hari (6-7 November 2015) melakukan kunjungan kerja ke Lampung untuk memantau progres pembangunan Tol Trans Sumatera di seksi Bakauheni – Terbanggi Besar. Ini merupakan kunjungan ketiga kalinya ke proyek tol Trans Sumatera di Lampung. Jokowi menyebut, 3 tahun lagi, tol ini akan tembus hingga ke Palembang.
Jalan Tol Trans-Sumatera adalah jalan Tol sepanjang 2.818 Km, yang menghubungkan Lampung dengan Aceh yang ditargetkan selesai sebelum masa jabatan Presiden Jokowi berakhir di 2019. Jalan tol ini diperkirakan akan menelan dana sebesar Rp. 150 triliun.
Jalan Tol Trans Sumatera, akan terkoneksi dengan Jalur Sutra darat Tiongkok jika Jembatan Dumai-Malaka (JDM) yang menghubungkan Pulau Sumatera dan Semenanjung Malaysia terwujud. Penggagas JDM ini adalah Malaysia. Namun, di era Presiden SBY usulan JDM ini di tolak dengan alasan akan memperioritaskan pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS).
Namun di Era Presiden Jokowi Proyek JSS tidak menjadi prioritas pembangunan karena fokus di proyek Poros Maritim dan Pembangunan Tol Trans Sumatera. Alih-alih ingin menunda proyek JSS, tapi malah menjadi simalakama bagi Indonesia.
Jika JDM tereliasi sebelum JSS, bisa saja Sumatera jadi bagian dari Malaysia, bukan dalam arti teritorinya masuk ke Malaysia, tapi secara ekonomi akan kesedot ke Malaysia. Namun, tidak menutup kemungkinan dalam jangka panjang akan condong bergabung ke Malaysia jika Jakarta kehilangan kontrol atas ekonomi dan politik di Pulau Sumatera. (Baca : JSS Tidak Sekedar Membangun Konektivitas Ekonomi Tetapi Membangun Konektivitas Kebangsaan)
Proyek JSS perlu dipertimbangkan kembali oleh Pemerintahan Jokowi demi keutuhan NKRI. Keuntungan lainnya, ekonomi Pulau Jawa dan Sumatera akan terkoneksi. Jika JDM juga terealisasi, Indonesia akan terkoneksi dengan ekonomi negara-negara ASEAN dan Tiongkok melalui Jalur Sutra, yang dibangun mulai Tiongkok daratan sampai semenanjung Malaysia.
Jalur sutra Tiongkok baik darat maupun maritim dari sisi Geo-politik, Geo-ekonomi dan pertahananan keamanan bisa menjadi peluang sekaligus ancaman.
Jalur Sutra akan menjadi ancaman, jika Indonesia terlibat secara langsung pertarungan sengit dibidang politik, ekonomi dan ideologi antara Tiongkok dengan Amerika Serika dan sekutunya di Asia, yang tidak ingin melihat Tiongkok menguasai ekonomi Asia Pasifik. Pemerintah Indonesia pun, bisa dalam kendali Tiongkok, jika diplomasi dibidang Epoleksosbud Hankam lemah. Yang sedang hangat adalah isu klaim teritorial oleh Tiongkok, termasuk Pulau Natuna di LCS.