Mohon tunggu...
Muhammad Ridwan
Muhammad Ridwan Mohon Tunggu... Relawan - Fungsionaris DPP Aliansi Nasional Indonesia Sejahtera (ANIES)

Orang biasa saja, seorang ayah, sejak tahun 2003 aktif dalam kegiatan community development. Blog : mediawarga.id e-mail : muh_ridwan78@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Terkait Surat Edaran Kapolri: Ini Poin-poin "Hate Speech" dan Netiket yang Harus Diketahui Pewarta Warga

1 November 2015   00:41 Diperbarui: 4 November 2015   02:15 5360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Buku Citizen Journalism Karya Pepih Nugraha (Dok. Muhammad Ridwan)"][/caption]Kepolisian Republik Indonesia (Polri) telah mensosialisasikan Surat Edaran (SE) Nomor SE/6/X/2015 kepada seluruh anggota Polri tentang Penanganan Ujaran Kebencian (hate speech) yang ditandatangani Kapolri Badrotin Haiti pada 08 Oktober 2015. Tujuannya agar anggota Polri memahami dan mengetahui bentuk-bentuk ujaran kebencian diberbagai media dan kegiatan publik yang berpotensi menimbulkan konflik horizontal.

SE ini merujuk, antara lain, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No 2/2002 tentang Polri, UU No 12/2008 tentang Ratifikasi Konvensi Internasional Hak-hak Sipil dan Politik, UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU No 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, serta UU No 7/2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.[caption caption="Surat Edaran Kapolri Terkait Penanganan Ujaran Kebencian (hate speech). Sumber: Detik.com"]

[/caption]

Berikut poin-poin krusial dalam SE Kapolri mengutip laman Detik.com, Sabtu (31/10/2015) :

Bentuk Ujaran Kebencian :

Pada Nomor 2 huruf (f) SE itu, disebutkan bahwa "ujaran kebencian dapat berupa tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan ketentuan pidana lainnya di luar KUHP, yang berbentuk antara lain:

1. Penghinaan,
2. Pencemaran nama baik,
3. Penistaan,
4. Perbuatan tidak menyenangkan,
5. Memprovokasi,
6. Menghasut,
7. Menyebarkan berita bohong dan semua tindakan di atas memiliki tujuan atau bisa berdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan atau konflik sosial".[caption caption="Surat Edaran Kapolri Terkait Penanganan Ujaran Kebencian (hate speech). Sumber: Detik.com"]

[/caption]

Aspek Ujaran Kebencian :

Selanjutnya, pada huruf (g) disebutkan bahwa ujaran kebencian sebagaimana dimaksud di atas bertujuan untuk menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan atau kelompok masyarakat dalam berbagai komunitas yang dibedakan dari aspek:

1. Suku,
2. Agama,
3. Aliran keagamaan,
4. Keyakinan atau kepercayaan,
5. Ras,
6. Antargolongan,
7. Warna kulit,
8. Etnis,
9. Gender,
10. Kaum difabel,
11. Orientasi seksual.

Media Ujaran Kebencian :

Kemudian, pada huruf (h) disebutkan bahwa ujaran kebencian sebagaimana dimaksud di atas dapat dilakukan melalui berbagai media, antara lain: 

1. Dalam orasi kegiatan kampanye,
2. Spanduk atau banner,
3. Jejaring media sosial,
4. Penyampaian pendapat di muka umum (demonstrasi),
5. Ceramah keagamaan,
6. Media massa cetak atau elektronik,
7. Pamflet.

Dari poin-poin diatas, potensi terbesar sumber Ujaran Kebencian (hate speech) adalah melalui media sosial seperti Twitter dan Facebook; serta blog-blog independen. 

Media sosial seperti Twitter dan Facebook adalah inovasi terbesar awal abad 21 ini. Tidak hanya sebagai media conecting  dan Sharing, media sosial mampu melakukan perubahan besar seperti revolusi "Arab Spring" di Timur Tengah; juga menjadi media kampanye politik yang efektif, seperti pada pemilihan presiden (Pilpres) AS yang menjadikan Barack Obama Presiden Kulit Hitam pertama di negeri Paman Sam; atau yang menghantarkan "tukang kayu" dari Solo menjadi RI-1 pada Pilpres Indonesia 2014.

Seperti hukum alam, selalu ada sisi positif dan negatif, media sosial pun demikian. Sisi negatif media sosial adalah maraknya hate speech di lini-masa setiap harinya yang berpotensi menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat.

Publik pasti akan mendukung upaya Polri untuk menangkal konflik akibat ungkapan yang menimbulkan kebencian di ruang publik, apalagi jika dilihat dari kacamata kebangsaan, Indonesia sebagai negara yang heterogen.

Namun, SE Kapolri ini jangan sampai disalahgunakan oleh oknum-oknum untuk melakukan kriminalisasi terhadap  individu dan kelompok masyarakat karena alasan-alasan tertentu; atau digunakan oleh pemerintah untuk membungkam lawan-lawan politik dan  masyarakat warga (civil society). Jika terjadi penyalahgunaan fungsi dari SE tersebut, maka Indonesia akan kembali ke jaman kegelapan seperti di era Orde Baru, yakni "dikebirinya" kebebasan berpendapat.[caption caption="Infografis Terkait SE Kapolri Tentang Penanganan Ujaran Kebencian (hate speech). Sumber. KOMPAS.com"]

[/caption]

Bagaimana sikap kita sebagai Citizen Reporter Dan Netizen Terkait SE Kapolri?

Sebagai seorang citizen reporter (pewarta warga) dan netizen, dengan adanya SE Kapolri ini tentu akan "Ngeri-ngeri sedap". Kita akan lebih berhati-hati membuat tulisan atau menyebarkan berita. Namun, tetap,  Pewarta Warga tidak boleh kehilangan sikap kritis terhadap permasalahan-permasalahan sosial yang ada disekitarnya.

Mencegah Tujuh Dosa Besar

Mengutip buku Kang Pepih Nugraha, berjudul Citizen Journalism, yang diterbikan Kompas; Seorang Citizen Reporter atau Netizen tidak boleh takut menayangkan tulisan di media sosial, blog pribadi atau Kompasiana selama memiliki Netiket.

Menurut Kang Pepih, selama netizen dan pewarta warga mampu mencegah "Tujuh Dosa Besar", maka aman untuk mengaktualisasikan diri lewat tulisan di dunia maya.

Tujuh dosa besar menurut Kang Pepih ini mengutip tulisan sejarawan Amerika Serikat, Paul Johnson, yang berjudul "What Is Wrong with the Media and How to Put it Right" yang termuat dibuku "Pelanggaran Etika Pers" terbitan Dewan Pers, disusun oleh Lukas Luwarso. Meskipun tujuh dosa besar ini ditujukan kepada pers media mainstream, tetapi menjadi dasar moral citizen reporter untuk bekerja atau menulis. Ketujuh besar itu ialah :

1. Penyimpangan informasi

2. Dramatisasi fakta

3. Serangan privasi 

4. Pembunuhan karakter

5. Eksploitasi seks

6. Meracuni pikiran anak

7. Penyalahgunaan kekuasaan

Pewarta Warga dan Netiket

Masih menurut buku Citizen Journalism Kang Pepih Nugraha, seorang Pewarta Warga selain harus menghindari "tujuh dosa besar", juga harus memiliki etika ketika berinternet. Kang Pepih menyebutnya dengan Netiket.

Netiket berasal dari kata networks dan etiquette, bila disatukan menjadi nettiquette, yang untuk mudahnya jika dibahasaindonesiakan menjadi netiket. Prinsipnya sama seperti etiket atau sopan santun pada umumnya, hanya saja ranahnya ada di dunia maya.

Menurut Kang Pepih, ada 10 netiket yang harus diketahui para pewarta warga. Meminjam bahasa Kang Pepih, 10 netiket ini seperti "Ten Commandments"  atau 10 firman Tuhan yang harus ditaati oleh semua pewarta warga.

Berikut "Ten Commandments" bagi para pewarta warga:  

1. Ingatlah orang;

2. Taat kepada standar prilaku online yang sama kita jalani dalam kehidupan nyata;

3. Ketahuilah dimana kita berada di ruang cyber;

4. Hormati Waktu dan Bandwith orang lain;

5. Buatlah diri kita kelihatan baik ber-online;

6. Bagilah ilmu dan keahlian;

7. Menolong agar api peperangan tetap terkontrol;

8. Hormati privasi orang lain;

9. Jangan menyalahgunakan kekuasaan;

10. maafkanlah jika orang lain berbuat kesalahan.

Kesimpulan, walaupun dalam bekerja atau menulis seorang Pewarta Warga tidak dibekali code of conduct seperti jurnalis profesional, tetap harus memiliki netiket.

Jika pewarta warga dan netizen sudah mengetahui poin-poin SE terkait Ujaran Kebencian (hate speech), tujuh dosa besar yang harus dihindari dan "Ten Commandments", maka tidak alasan untuk takut  bekerja atau menulis di dunia maya.

Rekomendasi saya, jadikan  buku Kang Pepih "Citizen Journalism" sebagai rujukan jika ingin menjadi Pewarta Warga, karena buku tersebut seperti "Kitab Suci" bagi para Pewarta Warga dan Netizen. 

Muhammad Ridwan

Pewarta Warga di www.mediawarga.info

Artikel Terkait:

Pemilik Media dan Power Holder

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun