Mohon tunggu...
Muhammad Ridwan
Muhammad Ridwan Mohon Tunggu... Relawan - Fungsionaris DPP Aliansi Nasional Indonesia Sejahtera (ANIES)

Orang biasa saja, seorang ayah, sejak tahun 2003 aktif dalam kegiatan community development. Blog : mediawarga.id e-mail : muh_ridwan78@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Politik

2014: Indonesia Butuh Pemimpin Legal-Rasional

11 Maret 2013   07:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:59 2996
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasca reformasi, upaya mengkoreksi praktek tipe kepemimpinan yang tradisional dan kharismatis dilakukan dengan amandemen UUD 1945, yaitu dengan membatasi masa jabatan Presiden hanya sampai dua periode. Ditataran pemerintah daerah dikeluarkan Undang-undang Otonomi Daerah (UU Otda). Melalui Otda, setiap Gubernur dan Bupati/Walikota dipilih langsung oleh rakyat.

Dilakukannya amandemen UUD 1945 dan pelaksanaan UU Otda bertujuan terpilih pemimpin yang legal-rasional mulai jenjang nasional sampai Kabupaten/Kota. Dan harapan lebih lanjut, Birokrasi dibawahnya-pun diharapkan bersifat legal-rasional.

Namun,  fakta dilapangan sekarang sangat menyedihkan,  khususnya di Pemerintah daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Banyak birokrat melihat jabatannya secara tradisional. Sudah rahasia umum, mulai jenjang nasional sampai Kabupaten/Kota, banyak Pejabat eselon satu dan dua diangkat berdasarkan loyalitas atau kedekatan kepada Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota. Padahal pejabat tersebut belum tentu memiliki kompetensi. Bahkan di beberapa daerah ada politik dinasti. Anak seorang Gubernur, bisa terpilih menjadi Bupati/Wakil Bupati, karena kharismatik orangtuanya. Atau Istri seorang Bupati bisa menjadi Bupati pada periode selanjutnya, menggantikan suaminya.

Lebih memperihatinkan lagi dalam seleksi calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di Provinsi dan Kabupaten/Kota, penuh dengan ciri-ciri tradisional, dimana keluarga pejabat banyak yang lolos jadi PNS. Meminjam istilah Kuntowijoyo, nepotisme baru ini mirip aristokrasi tradisional : sentana dalem, rayi dalem, putra dalem. Birokrasi yang legal-rasional itu berdasarkan merit, keahlian, tidak berdasarkan loyalitas, atau stratifikasi sosial.

Birokrasi Indonesia masih jauh dari sifat legal-rasional, jika pemimpin Indonesia mulai jenjang nasional sampai Kabupaten/Kota adalah tokoh kharismatis dan tradisional yang menjadikan loyalitas kepada seseorang masih menjadi ukuran. Konsep monoloyalitas mengakibatkan pemimpin yang kharismatik dan tradisional semena-mena dalam pengangkatan, pemindahan dan penurunan jabatan di birokrasi pemerintahan.

Di masa reformasi, walaupun masa jabatan Presiden dibatasi, tidak bisa menjamin munculnya pemimpin yang legal-rasional. Kemungkinan terpilih kembali pemimpin yang kharismatik, dan tradisional, masih sangat besar. Karena masyarakat kita masih melihat Capres dari Kegantengannya, kewibawaan, keunikan, kharismatik orangtua, dan popularitasnya saja. Masyarakat perlu di-edukasi memilih Presiden berdasarkan legal-rasional yang memiliki kesalihan individu dan sosial, serta kompetensi. Pemimpin kharismatik dan tradisional bisa muncul karena rakyat sendiri yang memilihnya.

Supaya rakyat tidak "membeli kucing dalam karung", mari kita pilih Presiden yang legal-rasional pada tahun 2014. Pilihan ada pada anda semua rakyat Indonesia.

Referensi tulisan : Artikel Kuntowijoyo, dalam Buku " Suara Amin Rais Suara Rakyat".

Muhammad Ridwan

My Blogs : www.mediawarga.blogspot.com www.tulisanaridwan.blogspot.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun