Mohon tunggu...
Muhammad Ridwan
Muhammad Ridwan Mohon Tunggu... Relawan - Fungsionaris DPP Aliansi Nasional Indonesia Sejahtera (ANIES)

Orang biasa saja, seorang ayah, sejak tahun 2003 aktif dalam kegiatan community development. Blog : mediawarga.id e-mail : muh_ridwan78@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Capaian Pengurangan Kemiskinan di Era SBY

20 Oktober 2014   04:59 Diperbarui: 20 Oktober 2015   10:44 1554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_348631" align="aligncenter" width="197" caption="Presiden SBY | Sumber : Kanalsatu.com"][/caption
Angka kemiskinan di era Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam kurun waktu 2004-2014 mengalami penurunan. Dari 16.7 persen d, angka kemiskinan bisa ditekan menjadi 11 % pada tahun 2014.  Berarti, ada penurunan kemiskinan sebesar, 5,7 Persen selama kurun waktu 10 tahun masa pemerintahan SBY.

Namun, Ratio Gini atau indeks kesenjangan antara si Kaya dan si Miskin memang sedikitmeningkat. Menurut data BPS tahun 2005 Ratio Gini Indonesia sekitar 0,363 dan pada tahun 2013 meningkat menjadi 0,413. Data BPS bisa di Klik disini.

Angka kemiskina selalu menjadi opini publik. Berhasil atau tidaknya suatu Pemerintahan oleh rakyat, salahsatunya di ukur dengan berhasil-tidaknya suatu rezim dalam menurunkan angka kemiskinan.  Kadang masih ada nada sumbang ketika angka-angka kemiskinan dirilis oleh pemerintah SBY. Khususnya Ekonom yang tidak sependapat dengan kriteris kemiskinan Pemerintah.

Seperti Ekonom Hendri Saparini-mengutip Kompas, Edisi 2 Juli 2008-Menurut beliau, menggunakan beras sebagai barometer pengukur angka kemiskinan merupakan penyederhanaan persoalan. Walaupun ada program raskin (beras untuk keluarga miskin-Red) dan bantuan langsung tunai guna menutupi kebutuhan 2.000 kalori per hari untuk konsumsi, tapi hal tersebut belum memperhitungkan kualitas hidup masyarakat.

Disparitas Angka Kemiskinan

Terjadi kontroversi ketika Bank Dunia meluncurkan laporan kemiskinan yang berjudul "Era Baru Pengentasan Kemiskinan di Indonesia" yang mengungkapkan bahwa jumlah orang miskin di Indonesia hampir separuhnya dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan BPS waktu itu mengeluarkan data kemiskinan sekitar 39,1 juta orang.

Ekonom Bank Dunia DR. Vivi Alatas dalam artikelnya di majalah Tempo Edisi 21 Januari 2007 menguraikan jawaban dari dua pertanyaan besar yang selama ini menjadi kontroversi seputar data kemiskinan yang dikeluarkan oleh Bank Dunia. Dua pertanyaan tersebut adalah, kenapa data kemiskinan Bank Dunia jauh lebih tinggi dibandingkan data BPS? Kriteria kemiskinan apa yang digunakan oleh Bank Dunia?

Dalam tulisan DR. Vivi Alatas tersebut terungkap, Bank Dunia mengunakan dua kriteria dalam menentukan garis kemiskinan. Pertama, menggunakan garis kemiskinan nasional yang didasarkan pada pola konsumsi 2.100 kalori per hari. Kedua, garis kemiskinan internasional berdasarkan PPP (purchasing power parity) 1 dolar AS dan 2 dolar AS. Bank Dunia menggunakan keduanya, masing-masing untuk tujuan analisis yang berbeda.

Garis kemiskinan nasional yang dikeluarkan BPS yang berdasarkan pola konsumsi digunakan Bank Dunia untuk menganalisis profil kemiskinan, penyebab kemiskinan dan telaah strategi atau program antikemiskinan di sebuah negara. Namun, parameter kemiskinan yang digunakan oleh suatu negara tidak bisa digunakan oleh negara lain. Oleh karena itu, dibuatlah garis kemiskinan internasional dalam bentuk nilai tukar PPP 1 dolar AS dan 2 dolar AS, sebagai standar internasional yang bisa diterapkan di seluruh negara.

Menurut DR. Vivi Alatas, Nilai tukar PPP 1 dolar AS mempunyai pengertian berapa rupiah yang diperlukan untuk membeli barang dan jasa, yang bisa dibeli dengan satu dolar di Amerika Serikat. Nilai tukar ini dihitung secara berkala dari data harga dan kuantitas konsumsi sejumlah barang dan jasa untuk setiap negara. Dari perhitungan tersebut ditemukan bahwa 7,4% penduduk Indonesia mengkonsumsi di bawah PPP US$ 1 per hari dan 49% di bawah PPP 2 dolar AS per hari.

Angka 49% tingkat kemiskinan inilah yang jadi kontroversi, namun angka ini jauh lebih baik dibandingkan tahun 1999, dimana sekitar 75% masyarakat Indonesia mengkonsumsi di bawah PPP 2 dolar AS per hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun