Mohon tunggu...
Cah Indo
Cah Indo Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Working employee

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Saya Bahagia Jadi Orang Indonesia

7 Agustus 2014   20:59 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:09 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wah..berbicara masalah kebahagiaan orang tidak pernah lepas dari membicarakan yang bersifat material. Sama seperti saya dan orang-orang disekitar saya. Dahulu saya selalu berasumsi bahwa jika orang yang memiliki lebih banyak uang akan lebih bahagia, namun sejak mengobrol dengan teman kantor saya yang merupakan warga negara Singapura maka saya sangat bersyukur dapat lahir di Indonesia, Tanya kenapa??

Saya dan teman saya bekerja pada kantor yang sama dan memiliki umur dan posisi yang relatif sama. Saat itu kami bercerita tentang apa yang akan dilakukan diakhir pekan. Saya bercerita bahwa saya akan pergi ke daerah tasik dimana disana saya memiliki lahan yang terdapat kolam ikannya biar bisa memancing. Sekalian promosi tasik sebuah wilayah yang masih dialiri aliran air yang masih bersih dengan alam yang masih sejuk. Disana pula kami memiliki lahan yang cukup luas, dahulu saya membeli lahan dikampung (daerah pinggiran tasik) cukup 100rb per bata (14m2) jadi tidak aneh jika orang memiliki lahan ribuan meter persegi daripada saya paksain beli di Puncak, udah mahal terus disumpahin banyak orang Jakarta gara2 bikin Banjir :p.

Dari cerita akhir pekan tersebut berlanjut pada obrolan rutinitas hidup mulai dari tempat tinggal dan segala kebiasaannya. Ketika saya bercerita bahwa memiliki rumah dengan tiga kamar, teman saya cukup terkejut karena dalam usia yang sama dia belum memiliki tempat tinggal terlebih setelah tau luas kamar saya yg sebenarnya tidak seberapa juga. Bukan karena miskin karena kekuatan ekonomi kami hampir setara namun karena kaya dan miskin itu sangat relatif bergantung kewarganegaraan kita juga. Dengan kekuatan ekonomi tersebut dia cukup sulit untuk dapat tempat tinggal bahkan untuk tempat tinggal yang seukuran kamar saya. Jika saya bisa membangun sebuah keluarga dengan 2 anak yang masih balita dan masih cukup dana tersisa untuk hiburan, teman saya tidak berani mengambil resiko tersebut bukan karena takut tapi karena biayanya cukup besar. Jika di Indonesia cukup dengan $1000/bulan orang sudah berkecukupan untuk membangun sebuah keluarga, maka disana untuk kebutuhan sendiri saya tergolong pas-pasan bahkan kurang.

Saya juga masih sempat setiap pagi untuk berjalan-jalan dengan kedua balita saya dan terkadang berlari pagi, diakhir pekan bisa berjalan-jalan bersama keluarga menggunakan mobil, dan bisa rekreasi ditanah sendiri dikampung sambil memancing dan berkebun ditanah ribuan m2 serta anak-anak saya masih bisa berlari dalam rumah dan memiliki kamar masing-masing nantinya (skrng masih dikosongin) namun dimata teman saya itu merupakan kemewahan hidup yang mungkin sulit didapatkan, kenapa?? karena KTP saya adalah Warga Negara Indonesia sedang dia tidak sehingga tidak memungkinkan bagi teman saya untuk bisa mengikuti saya. Walaupun klo jalan ke Mal dia lebih kaya dari saya karena makan seharga $5-$10 adalah biaya yg wajar dan murah, klo saya sayang mending beli mie ayam atau nasi goreng di warung makan saja cukup dibawah $1 saja kan.

Akhirnya kadang saya berfikir, kekayaan itu diukur oleh apa, oleh rupiah/dollar yang dimiliki kah, oleh jumlah emas yang dimiliki kah? atau apa? Karena klo secara kenikmatan hidup dan jumlah tanah yang dimiliki saya diatas dia, walau secara nominal dollar mungkin saya dibawah dia. Tapi saya lebih menikmati hidup tanpa harus seperti robot seperti yang dia ceritakan disingapura/hongkong dimana setiap keluarga biasanya ayah dan ibunya bekerja bahkan hingga larut malam seperti dikejar oleh kebutuhan hidup tanpa batas. Kehidupan yang cukup berbeda hanya karena kewarganegaraan yang berbeda.

Saya sangat beruntung, karena selain KTP saya yang berlabel sebagai WNI juga saya mendapat kesempatan di negara ini dengan hidup tidak kekurangan karena cukup banyak saudara WNI yang tidak seberuntung situ dan perlu dibantu, sebuah karunia yang tidak terhingga yang saya miliki, tidak perlu berpenghasilan yang terlalu tinggi namun bisa tetap menikmati hidup yang tergolong kemewahan dimata teman saya dan dapat saya nikmati bersama keluarga. Daripada saya buang $5000 buat bayar pesawat ke eropa, mending jadi tanah seluas 5.000 m2 dikampung saya kan ditambah kolam ikannya :p tapi kayanya skrng harganya udah mulai naik deh. Beruntung juga para kakek nenek saya yang saat usia senja walau mereka tidak memiliki penghasilan namun mereka tetap bisa makan dari sawah dan kolam ikan yang mereka miliki tanpa terlalu pusing memikirkan jumlah uang yang mereka miliki saat itu. Bandingkan dengan orang usia senja di Tokyo yang harus menjadi supir taksi agar dapat mempertahankan hidup mereka.

Akhirnya, Kaya Atau Tidak kita, bergantung pada sudut apa kita memandangnya dan bagaimana cara kita menjalaninya.

Hakekat hidup manusia adalah sandang, pangan dan papan serta sebagai makhluk sosial.

Hidup Indonesia, Terima Kasih Indonesia...

Terima Kasih yang Maha Kuasa atas kesempatan ini.

note : maaf jika ada yg kurang berkenan dari tulisan saya, hanya ingin menyampaikan menjadi WNI adalah anugrah yang patut kita syukuri juga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun