Hari raya atau leberan merupakan tradisi semua umat beragama. Islam sendiri memilik dua hari besar dalam merayakan lebaran, yakni Idulfitri, dan Iduladha. Idulfitri biasanya dirayakan pada 1 syawal kalender hijriyah, dan Iduladha pada pada 10 Zulhijah atau 70 hari setelah lebaran idulfitri.
Menurut Nurcholis Majid, Idulfitri memiliki makna keruhanian. Makna keruhanian yang dimaksud adalah sebagai tanda terimakasih dan rasa syukur umat islam kepada Allah yang Maha Esa, karena pada dasarnya manusia telah diberi nikmat yang tidak terbatas dan tidak ternilai harganya.
Dari sisi semantik, idulfitri berasal dari dua kata yakni kata ‘id dan al-fitrah. Kata ‘id dalam bahasa arab diambil dari kata ‘awada, yang memiliki arti “sesuatu yang terjadi berulang-ulang”. Kata ‘id juga berarti kebiasaan dari kata ‘adah, selain itu jug memiliki arti “kembali”. Sedangkan kata al-fitri satu akar dengan kata “fitrah” yaitu fihtratun artinya perangai, tabiat, kejadian asli, agama, dan ciptaan. Fitrah juga diambil dari kat al-fatr yang berarti belahan. Dari makna ini lahir makna-makna lain antaralain pencipta atau “kejadian”. Kata al-fitr juga bisa daiartikan berbuka “futur”. Dapat disimpulkan bahwa idul fitri adalah sebuah perayaan dan tradisi yang dilakukan secara berulang-ulan dalam setiap tahunnya dengan berbagai ketentuan untuk mencapai hari tersebut.
Setiap daerah tentu memiliki ciri khas untuk menyambut hari kebesaranya hari raya idulfitri. Hal umum yang paling sering kita saksikan adalah pesiapan mudik, ketupat, hingga masakan dengan olahan khas berbagai daerah.
Di Buton, Sulawesi Tenggara (Sultra), juga merayakan hal yang sama. Namun ada yang menarik dalam penyambutan hari raya idulfitri. Dalam bahasa Buton (Wolio) hari raya idulfitri disebut dengan Raraiya Mpuu. Dalam menyambut idulfitri di Buton, masyarakat pada umummnya mengadakan Haroa Raraiya. Haroa adalah bentuk syukuran masyarakat buton yang dirangkaikan dengan pembacaan doa oleh lebe atau imam. Haroa umumnya dilaksanakan secara mandiri oleh masyarakat di masing-masing kediamannya. Dalam haroa turut disajikan pula makanan-makanan tradisional, seperti lapa-lapa, baroasa, bolu, onde-onde, hole-hole, waje, dan masih banyak lagi.
Haroa di buton merupakan kebiasaan yang tidak bisa terpisahkan. Hal tersebut karena hampir setiap momen peringatan hari besar islam selalu di rangkaikan dengan Haroa. Mulai dari Haroana Raraiya, Haroana Maludhu (Maulid Nabi), Haroana rajabu, haroana sya’ban, dan lain-lain.
Perayaan idulfitri di Buton juga sama dengan daerah-daerah lain. Mulai dari ziarah kubur, salam-salaman (Pontaha Lima), mudik, hingga diakhiri dengan Halal Bihalal. Halal bihala di Buton biasa juga disebut haroana hukumu Atau syukuran yang diadakan oleh para perangkat masjid yang dihadiri oleh masyarakat.
Bagaimana lebaran didaeramu? Ayo ceritakan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H