Rekonsiliasi PolitikÂ
Perkembangan media sosial sepertinya meningkatkan kepiawaian berbahasa penggunanya atau disebut "linguistic performance" menurut Noam Chomsky.Â
Warganet kian ramai berkomentar dengan bermain kata-kata, termasuk para tokoh nasional yang piawai memilih diksi. Semisal, kata gusur dan geser, leader dan dealer, oposisi dan koalisi, serta frasa penata kata dan penata kota.Â
Bahkan, sebuah kata "dibohongi" telah berhasil menjebloskan seseorang ke dalam penjara. Lema "pribumi" pun pernah viral dan awak media turut membahasnya dalam beberapa gelar wicara di televisi.Â
Guru Besar Linguistik, Bambang Kasiwanti Purwo, dalam artikelnya yang terbit di Kompas 18 Maret 2017, menyiratkan bahwa bahasa tak boleh lepas konteks.Â
Setali tiga uang, pegiat bahasa Ivan Lanin, di Twitter, mencuit kata itu netral, tafsir yang membuatnya memihak. Teori linguistik menyebutnya preference semantics atau proses menyigi struktur makna suatu bahasa.
Re-kursi-asi
Minggu lalu, politisi Amien Rais sempat berujar, "rekonsiliasi kok jadi re-kursi-asi", merespon rekonsiliasi Jokowi dan Prabowo di dalam gerbong Moda Raya Terpadu. Lantas, apa makna "rekonsiliasi"?
Kamus Besar Bahasa Indonesia merekam entri "rekonsiliasi" sebagai kelas kata nomina, memiliki 3 makna. Pertama, "rekonsiliasi" dalam artian perbuatan memulihkan hubungan persahabatan ke keadaan semula atau perbuatan menyelesaikan perbedaan.Â
Arti kedua dan ketiga merujuk pada istilah keuangan, yakni penetapan pos-pos yang diperlukan untuk mencocokkan saldo masing-masing dari dua akun atau lebih yang mempunyai hubungan satu dengan lain, serta ikhtisar yang memuat perincian perbedaan antara dua akun atau lebih.
Kata rekonsiliasi berasal dari bahasa Inggris reconciliation. Dalam Kamus Oxford, reconciliation (berasal dari bahasa Prancis) bermakna an end to a disagreement and the start of a good relationship again, atau akhir sebuah perbedaan/ ketidaksetujuan dan memulai kembali hubungan baik.Â