"Ridhoo, lambat sekali nak geraknya. Harus cepat dong, jika seperti siput, kamu yaa tertinggal. Tes CPNS sana cepet, coba masuk polisi kek, syaratnya disiapkan bener-bener,".
Uniknya, ehh unik nggak ya. Unik ajalah. Ketika mama marah, ngomel, ceramah, bersabda dan ngajar kegesitan ke saya, hati anaknya ini nggak kesel sama sekali. Kalau dimarahi mama, saya malah senyum-senyum sendiri.
Kalau mama marah besar pun, saya tetap diam, nggak marah balik. Bagi saya, marahnya mama yaa bagian dari mama.
Marahnya mama adalah simbol cinta, kasih sayang, peduli, perhatian, menjaga, merawat, takut anaknya kenapa-kenapa, supaya nggak luka, selamat dan sehat wal afiat.
Saya teringat jasanya mama kalau beliau lagi marah. Contoh, mama marah 2 jam ke saya, terus 22 jamnya mama nggak marah kan? Lalu 22 jam itu dipakai mama buat apa? Yaa dipakai untuk mikirin saya, mendoakan saya dan sebagainya.
Menurut saya, kurang tepat jika seorang anak melawan ke mama, selain dosa, marah ke mama itu bukti kalau anak tersebut nggak ngerti pengorbanan mama.
Jika diperingkatkan, langganan kena marah oleh mama itu ya saya, peringkat atas. Ranking kena marah sedang, adik saya. Kalau yang jarang dimarahi, kakak perempuan saya.
Ohh ada lagi, nggak pernah kena marah mama, siapa lagi kalau bukan suaminya, ayah saya. Haha maaf ya maa.
....
Saya memang selalu buat mama marah, waktu sekolah dasar, saya pernah dimarahi mama seminggu berturut-turut. Marah mama seminggu? Waaaw.
Ceritanya begini, dulu, lupa kelas berapa, saya pernah benturin kepala kawan kelas saya ke dinding. Kawan saya itu nangis, kepalanya berdarah plus benjol besar.