Mohon tunggu...
Rido Nugroho
Rido Nugroho Mohon Tunggu... Lainnya - Public Policy and ESG Enthusiast

Tulisan adalah awal dari perubahan, tulisan dapat memengaruhi pikiran, hati, dan tindakan orang banyak. Semua dimulai dari tulisan untuk merubah dunia yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

EUDR Jadi Pemicu Reformasi Pertanian Indonesia

10 Agustus 2024   08:28 Diperbarui: 10 Agustus 2024   08:36 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mulai 1 Januari 2025, regulasi European Union Deforestation-Free Regulation (EUDR) akan diberlakukan secara penuh. Regulasi ini mengharuskan semua komoditas seperti kelapa sawit, karet, kopi, kakao, dan kayu yang masuk ke pasar Uni Eropa dipastikan berasal dari sumber yang legal, bebas dari deforestasi, dan dapat dilacak jejaknya (traceable). 

Adanya persyaratan yang ketat ini menjadi tantangan besar bagi para eksportir Indonesia yang selama ini mengandalkan pasar Eropa sebagai salah satu tujuan utama ekspor komoditas.

Meskipun Uni Eropa bukan satu-satunya pasar ekspor utama bagi Indonesia, namun pasar ini menawarkan harga yang lebih premium dibandingkan dengan negara-negara lain. Hal ini dikarenakan konsumen Eropa umumnya memiliki kesadaran yang lebih tinggi terhadap kualitas produk dan keberlanjutan lingkungan. 

Jika nantinya produk Indonesia tidak dapat lagi menembus pasar Eropa akibat regulasi EUDR, maka daya tawar produk Indonesia di pasar global secara keseluruhan akan menurun. Akibatnya, harga ekspor produk-produk Indonesia berpotensi mengalami penurunan yang signifikan.

Pasar Ekspor Indonesia diambil Negara Lain

Sementara Indonesia masih berjuang untuk memenuhi persyaratan EUDR, negara-negara pesaing seperti Vietnam, Thailand, dan Malaysia telah lebih siap menghadapi regulasi ini. Negara-negara tersebut telah memiliki database nasional yang lebih baik, proses perizinan yang lebih mudah, dan sistem pelacakan yang lebih terintegrasi. Keunggulan kompetitif ini memungkinkan mereka dengan cepat menguasai pasar yang ditinggalkan oleh Indonesia.

Kabar buruk datang dari para pelaku usaha di Indonesia. Sejumlah besar buyer dari Uni Eropa telah mengkonfirmasi bahwa mereka tidak akan lagi melakukan pembelian dari Indonesia. Alasannya, Indonesia dinilai belum sepenuhnya memenuhi persyaratan EUDR. Ancaman denda sebesar 4% dari total omset tahunan bagi perusahaan yang melanggar regulasi ini membuat para buyer enggan mengambil risiko. Akibatnya, banyak pesanan dialihkan ke negara-negara pesaing seperti Malaysia, Vietnam dan Thailand.

Hambatan dalam Memenuhi Persyaratan EUDR

Eksportir Indonesia terkendala oleh beberapa faktor dalam pemenuhan EUDR. Pertama, kesulitan dalam memenuhi aspek legalitas produksi, terutama terkait kepemilikan lahan dan izin usaha. Kedua, adanya pemahaman yang berbeda mengenai larangan berbagi data geolokasi, yang diperlukan untuk melacak asal usul komoditas.

Indonesia sebenarnya memiliki instrumen yang cukup potensial untuk memenuhi aspek legalitas dalam rangka memenuhi persyaratan EUDR, yaitu Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB). Dokumen ini memuat informasi geospasial yang dapat menunjukkan bahwa komoditas tidak berasal dari kawasan hutan. 

Namun, penerbitan STDB yang terdesentralisasi menjadi kendala utama. Proses penerbitan yang lambat dan jumlah STDB yang masih sangat terbatas membuat Indonesia kesulitan mengejar ketertinggalan dalam memenuhi tenggat waktu EUDR. Berbeda dengan Vietnam yang memiliki sistem sosialis dengan sentralisasi penerbitan dokumen legalitas, atau Malaysia dan Thailand yang telah jauh-jauh hari melakukan registrasi lahan dan petani secara nasional,

Bantuan Sosial untuk Petani

Jika Indonesia gagal memenuhi persyaratan EUDR dan upaya diplomasi tidak membuahkan hasil, maka skenario terburuk adalah terhentinya ekspor komoditas ke Uni Eropa. Hal ini akan menyebabkan penurunan drastis harga komoditas di tingkat petani akibat minimnya permintaan pasar. 

Konsekuensinya, pendapatan petani akan tergerus dan kesejahteraan mereka terancam, terutama bagi mereka yang menggantungkan hidup sepenuhnya pada sektor pertanian. Pemerintah perlu mencari Solusi dengan diversifikasi pasar hingga segera menyiapkan program bantuan sosial.

Momentum untuk Memperbaiki Tata Kelola Pertanian

EUDR menjadi momentum bagi Indonesia untuk melakukan reformasi mendasar pada sektor pertanian. Dengan memperbaiki tata kelola pertanian, Indonesia tidak hanya dapat memenuhi persyaratan EUDR, tetapi juga meningkatkan daya saing produk pertanian di pasar global. Selain itu, regulasi serupa dengan EUDR diperkirakan akan semakin banyak diterapkan oleh negara-negara lain di masa depan. Oleh karena itu, kesiapan Indonesia dalam menghadapi regulasi semacam ini akan sangat menentukan keberlanjutan sektor pertanian di masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun