Bebas dari bui, Ahok kembali terjun ke politik. Kali ini bendera partai yang dipilih, guna merintis karir politiknya adalah PDIP. Alasan dipilihnya  PDIP, secara obyektif hanya Ahoklah yang tahu. Ahok tidak berharap orang lain mengintervensi terhadap sikap pilihannya. Tapi yang jelas, PDIP dipandangnya sebagai partai yang terbaik dibandingkan yang lain.
Pilihan obyektif seorang Ahok adalah hak setiap warga negara untuk menentukan sikap politiknya, akan tetapi bagi sebagian besar Ahoker, Ahok sudah dipandang bukan milik umum, yang mana sepak terjangnya selama ini jadi perhatian masyarakat. Tentunya sebagian dari Ahoker berharap Ahok untuk independen alias tidak bergabung dengan partai. Tapi apa mau dikata, Toh Ahok sudah memilih PDIP sebagai kendaraan politiknya.
Menurut pengamatan penulis, kalaupun Ahok mau terjun ke politik alias tidak independen, maka Ahok lebih  cocok berada di PSI dibanding PDIP. Sebagai partai baru, PSI  selama ini acap kali mengkampanyekan  sesuatu yang berbeda dibanding yang sudah eksis. Diantaranya, menolak praktek uang-uang suap yang masih terjadi di beberapa institusi masyarakat. Selain itu, PSI selalu mencitrakan partainya anak muda atau jaman now disebut milenial.Â
Salah satu orang kepercayaan Ahok, yakni Rian Ernest bergabung dengan PSI. Â Grace Natalie selaku Ketum PSI pun sangat mengagumi sosok Ahok. Tapi apa yang sudah dicitrakan oleh PSI sebagai partai menawarkan sesuatu yang baru, belum mampu meyakini Ahok memilihnya, dan bergabung dengan PSI.
Ada beberapa alasan yang menurut pandangan penulis, kenapa Ahok memilih PDIP dibandingkan PSI;
Pertama, kedekatan Ahok dengan para petinggi PDIP. Teman yang paling dekat di PDIP adalah mantan Wagubnya di DKI, Syaiful Jarot. Dukungannya selama dia tersangkut kasus, Â sungguh luar biasa, dan tak surut selepas dia keluar dari hotel prodeo. Selain Jarot, dua sosok yang dikagumi Ahok di PDIP adalah Jokowi dan Megawati. Di PSI, Ahok hanya kenal dekat dengan Rian Ernest, walaupun tidak dinafikan kader-kader PSI banyak yang mengagumi Ahok.
Kedua, PDIP dianggap sebagai partai lama, apalagi sekarang sebagai partai petahana, telah teruji mesin kekuatan partainya. Ahok tentu tidak perlu susah-susah membangun karir politiknya kembali. Bilamana bergabung dengan PSI, Ahok khawatir dengan pengalamannya masa lalu.Â
Di awal karir politiknya, Ahok bergabung dengan Partai PIB (Perhimpunan Indonesia Baru). PIB bubar dan tidak lolos ke parlemen, lalu Ahok bergabung dengan Golkar dan Gerindra. Mungkin Ahok lebih berpikir realistis untuk memilih PDIP dilihat dari jejak pengalamannya.
Ketiga, Cara-cara kampanye kontroversial yang dibangun PSI, bisa saja menyurutkan nyali  Ahok untuk bergabung dengan PSI. Beberapa lalu, sang Ketum PSI  berucap akan menolak perda-perda syariah, injil dan berbau keagamaan. Siapa pun orangnya pasti akan protes, apalagi seorang Ahok yang baru saja bebas dari hukuman lantaran kasus penistaan agama. Ahok tidak mau terseret untuk urusan agama yang kedua kalinnya. Lebih baik cari jalan aman bergabung dengan PDIP.
Memilih PDIP, Ahok dapat menemukan segala-galanya. Memulai membangun karir politiknya, yang membangkitkan kembali kepercayaan dirinya, karena akan mendapat dukungan dari para sahabat dan idolanya, dengan bebas tanpa terseret kembali urusan penodaan agama. Walaupun disatu sisi Ahok akan ditinggalkan oleh pendukungnya, karena Ahok dipandang sudah tidak independen.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H