[caption id="" align="aligncenter" width="624" caption="Anas Urbaningrum (Sumber: Kompas.com)"][/caption]
Hari Rabu (24/09/2014) jadi hari paling naas buat Anas. Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Memvonis delapan tahun penjara dan denda Rp 300 juta terhadap mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Anas terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang terkait proyek Hambalang dan proyek APBN lainnya.
Vonis dirasakan oleh Anas  sangat tidak berdasar karena hanya merujuk pada keterangan Nazarudin dan Anak buah Nazarudin yang sudah dipengaruhi oleh Nazarudin. Maka atas putusan tersebut, Anas menantang KPK dan Hakim ber-mubahalah, maksudnya adalah saling mengklaim sebagai pihak yang benar dan siap dikutuk Allah SWT jika dirinya atau pihaknya salah. Sumbernya dalam QS Al Imran ayat 61. Dalam ayat itu disebutkan ber-mubahalah kepada Allah SWT dengan meminta supaya laknat Allah SWT ditimpakan kepada orang-orang yang berdusta. Baik oleh KPK maupun Hakim sejauh ini belum dan yakin tidak mau menanggapi tantangan tersebut.
Bukan sesuatu yang aneh bagi seorang Anas melakukan manuver politik dengan diksi dan kata-kata bersayap. Tentunya masih ingat dengan ucapan Anas, "Sesen pun Anas Korupsi, Gantung saja Anas di Monas", atau ucapan Anas yang cukup nyinyir pada SBY, "Terima Kasih SBY dan Ketua KPK Abraham Samad" pada saat Anas dibawa menuju ruang tahanan KPK. Kali ini, kata-kata yang muncul dari mulut Anas ber-muballah. Inilah cara Anas mengolah emosi untuk  melawan siapa pun yang mengganggu kehidupannya?
Anas memang dikenal memiliki watak yang keras namun santun, piawai dalam bermanuver politik, dan juga pandai dalam memilih diksi. Dalam  tekanan politik yang sangat tinggi, Anas tetap santai seolah-olah tidak terpancar guncangan jiwa dari gestur tubuhnya. Kegalauan yang dialaminya akan dia telan sendiri tanpa publik curiga apa yang sedang dialaminya. Dia selalu tampil meyakinkan. Hal itu dapat dilihat dari cara bersikap, berjalan, dan menjawab setiap pertanyaan hakim, tegas dan tanpa ragu-ragu. Sepertinya politisi lain tak ada yang seperti Anas.
Kelihaian Anas dalam bermanuver politik diakui oleh semua orang, tak terkeculi oleh lawan-lawan politiknya. Lihai seperti tupai, licin seperti belut. Dalam memperebutkan Ketua Umum Demokrat. Anas yang bukan unggulan, tiba-tiba muncul dan kemudian mengalahkan lainnya. Bahkan calon yang sebelumnya dijagokan malah jadi keok. Melihat penomena tersebut, sangat jelas semua pihak terhanyak kaget luar biasa, dan bertanya-tanya ada kekuatan apa yang dimiliki seorang Anas, hingga berhasil memenangkan pertarungan ketua umum partai politik. Padahal Anas masih tergolong mentah dalam dunia politik praktis waktu itu.
Kelihaian Anas dalam bermanuver politik teruji kembali di saat Anas harus lengser keprabon dari kursi ketua umum. Sebelumnya banyak pihak yang menilai bahwa karir Anas akan habis seiring dia ditetapkan sebagai tersangka, disusul mundurnya sebagai ketua umum. Tetapi prediksi orang meleset, Anas terlanjur dijadikan tokoh bagi sebagian penggemarnya  sehingga eksistensinya tidak mudah didepak oleh siapapun. Pada saat itulah, Dia mendirikan sebuah LSM, Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI). Lewat PPI ini, Dia membangun kekuatan politik baru. PPI diharapkannya suatu saat akan menjadi kendaraan partai untuk Anas melakukan serangan kepada partai Demokrat. Sebuah langkah cerdas dalam bermanuver politik jangka panjang.
Kelihaian Anas dapat dilihat dari diksinya yang luar biasa. Diksi Anas jauh melebihi kehebatan dari diksi-diksi dari tokoh-tokoh politik lainnya. Diksi Anas mengandung sentimen politik tingkat tinggi sehingga para media berlomba-lomba mengutipnya guna mempengaruhi opini publik melalui media massa. Dengan demikian, sangatlah wajar bila Anas disebut orator ulung yang tahu persis bagaimana dia mampu menarik massa.
Diksi Anas yang paling terkenal adalah "Dia Siap digantung di Monas". Diksi yang dikeluarkan tersebut sangat sulit dilupakan siapapun, tak terkecuali tukang becak pun ingat dengan kalimat magis tersebut. Kalimat magis, gantung di Monas adalah simbol keberanian Anas menantang arus dalam pakem politik di Indonesia. Sebelumnya tidak ada tokoh-tokoh yang diduga korupsi berani mengatakan sumpah seperti Anas. Dia menerobos arus liar dalam berdiksi dan beretorika, dengan maksud memancing perhatian orang lain.
Diksi lainnya, yakni  kalimat "baru lembar pertama" dalam sebuah pidato politiknya yang luar biasa. Diksi tersebut adalah bentuk halus perlawanan politik Anas untuk menyerang lawan politiknya. Anas  tipe orang berwatak keras, namun demikian dia sangat santun menyerang lawan politiknya dengan cara cerdas dan kalem tanpa kehilangan ruh esensi manuver politiknya.  Kata "baru lembar pertama" , kelihatannya seperti kalimat yang datar dan netral, tetapi akan dipahami oleh siapapun sebagai  serial pembalasan. Serial pembalasan itu adalah  Anas mendeklarasikan PPI tak berapa lama setelah ditetapkan tersangka oleh KPK. PPI ini nantinya, akan dijadikan sarana organisasi, dimana melalui organisasi ini, Anas akan bebas mengeluarkan diksi dan kata-kata bersayap.
Tentunya publik terkaget dengan diksi yang sangat populer, yakni mengucapkan terima kasih kepada Presiden dan Ketua KPK dan berharap apa yang terjadi padanya merupakan kado tahun baru. Maklumlah ini masih bulan Januari. Antara kata "terima kasih" dengan "kado" merupakan simbiosis dua kata yang saling berhubungan. Dan dua kata tersebut dihubungkan dengan bulan Januari. Ditinjau dari segi pandangan umum, terlihat sangat jelas dan tegas begitu kuatnya kata-kata tersebut. Seseorang akan mengucapkan terima kasih mana kala mendapat hadiah atau kado pernikahan atau ulang tahun. Wajar kado dan hadiah adalah sesuatu yang menyenangkan. Tetapi sesuatu yang menyenangkan tersebut dijadikan paradoks untuk Anas. Anas ingin membangun ucapan terima kasih pada saat dia tidak menerima sesuatu yang menyenangkan.
Paradoks itulah yang dipakai oleh Anas untuk mengungkapkan apa yang menjadi uneg-unegnya. Dengan demikian, orang akan terkecoh seolah-olah dia dijadikan tumbal balas budi  dimasukkan dalam tahanan KPK. Dalam sejarah, hanya Anas yang bernai mengucapkan terima kasih dimasukkan dalam tahanan. kalimat Anas pada dasarnya  menyatakan hal yang berbeda dari apa yang diucapkannya. Hebatnya ucapan terima kasih tidak diimbangi dengan wajah segar, senyum lebar nan menawan, dan gerakan tangan yang terbuka. Gesture tubuh Anas menerangkan apa yang sebenarnya terjadi. Ini menandakan bahwa dia tidak sedang berterima kasih. Melainkan, dia sedang melakukan sebuah aksi stand up komedi politik. satire dan penuh sindiran.
Sebagai orang Jawa, tentu dia mengenal prilaku bahasa high contact culture, di mana dalam kerangka budaya Jawa yang kental dikenal tinggi kedudukan seseorang maka ia akan bersikap manis di tengah kemarahannya. Dia sangat berharap orang lain menangkap makna di balik kata-katanya, atau paham dengan arah yang dibicarakannya. Seorang pemimpin Jawa yang cerdas tidak pernah menyuruh stafnya untuk menghabisi lawannya, melainkan ia cukup menggunakan kalimat: tolong diselesaikan. Kata-kata terima kasihnya dijadikan peluru ancaman kepada siapa pun, bukan hanya SBY atau Abraham Samad saja. Pilihan kata ini adalah puncak kekecewaan yang melanda dirinya (ditahan). Ketidakrelaannya diungkapkan dengan kata yang sangat manis meski artinya sangat pahit.
Anas sangat cerdas dan piawai memainkan manuver politik lewat diksi dan kata-kata bersayapnya. Inilah cara Anas menyiapkan strategi politik untuk sebuah "pertempuran" akhir yang dalam konsep Jawa disebut "tiji tibeh", mati satu mati semua. Vonis terakhir yang menjebloskan dia ke penjara selama 8 tahun, boleh jadi tidak membuat dia berhenti bermanuver. Ini merupakan perjalanan panjang yang akan Anas tempuh dalam membuka lembaran-lembaran selanjutnya. Terima kasih Anas atas upayamu berjuang meraih keadilan. Amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H