Mohon tunggu...
Dean Ridone
Dean Ridone Mohon Tunggu... Administrasi - Saya Hanya orang Biasa

lesung pipit

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi, Sang Petarung Ulung

28 Oktober 2014   17:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:26 1031
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

www.antaranews.com

Semula orang tidak menyangka  Jokowi yang ditakdirkan Tuhan memiliki  raut mukanya yang lugu, kalau bicara kata-katanya terbata-bata seperti anak 2 tahun yang baru belajar, dan tindak tanduknya terkesan seenaknya, maka tak salah jika Slank menyukainya. Tetapi lepas dari semua anggapan yang terkesan melecehkannya, Jokowi adalah tipe petarung bilamana menghadapi masalah dia akan fokus,tuntas dan jauh dari kesan bertele-tele.

Buktinya Jokowi mampu melerai pertarungan politik yang cukup menegangkan ketika  kubu Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) bersaing  memperebutkan kursi pimpinan DPR/MPR. Hasilnya jauh lebih penting diluar siapa yang menjadi pemenang pimpinan DPR/MPR, yakni kehadiran tokoh-tokoh besar dari kubu KMP pada proses pelantikan Jokowi-JK. Ini yang tak dapat dilakukan oleh ibu suri Megawati. Jokowi tidak terlalu berharap mendapat pujian atas apa yang dilakukannya. Bagi dia menyelesaikan ketegangan politik sudah menjadi kewajibannya sesuai dengan amanah yang dikehendaki oleh rakyat. Momen yang paling indah dari hasil kerja keras safari politiknya, yakni pada saat pelantikannya (Senin, 20/10), pasalnya tokoh-tokoh yang berseteru dengan dia,  Prabowo Subianto, Hatta Rajasa, Aburizal Bakrie dan beberapa tokoh yang terlibat persaingan politik selama dan sesudah pemilu presiden, mengikuti dengan khidmat acara pelantikan seakan-akan  para pemimpin Indonesia tampak guyup rukun bersiap membangun bangsa. Hal ini juga merupakan jawaban dari tuduhan penjegalan oleh KMP untuk Jokowi yang dituduhkan oleh simpatisan Jokowi, seperti Ray Rangkuti dan Thamrin Tamagola. Keberhasilan membina harmonis dengan kubu KMP sudah berjalan baik, walaupun ada sedikit riak-riak kecil yang mencoba mengganggunya, tetapi masih dalam taraf wajar dan tidak terlalu signifikan. Justru sebaliknya, cobaan yang berat datang dari koalisi pendukungnya. Dia harus menyelesaikan pertarungan politik internal koalisi dalam menyusun kabinet. Pertarungan ini lebih sulit untuk diselesaikan daripada persaingan dengan KMP pada pilpres lalu. Dampaknya yang muncul adalah tertundanya pengumuman kabinet secepatnya tidak kesampaian karena adanya tarik menarik antar partai pendukung dengan KPK, terutama yang datang dari pihak PDIP, partai terbesar sebagai pengusungnya.

Jokowi tidak hanya membutuhkan  kelenturan dan persuasi menghadapi situasi pelik ini, tetapi juga ketegasan dan kemandirian. Orang yang dihadapi oleh  Jokowi bukan sembarangan. Mereka adalah elit politik puncak yang syarat pengalaman, jauh dengan Jokowi yang hanya petugas partai PDIP. Mereka adalah Megawati, Surya Paloh, Muhaimin Iskandar, Wiranto, Sutiyoso, termasuk Jusuf Kalla yang notebene adalah wakil presidennya. Jokowi juga harus mendengar pesan-pesan para relawan, yang berkontribusi besar dalam pemenangan pemilu presiden. Dan tentu saja juga harus mendengar keputusan KPK sebagai pihak yang dia rekomendasikan. Ada dua pihak yang terlibat yang harus dihadapi Jokowi. Sudah pasti Jokowi tidak dapat memuaskan salah satunya. Pihak pertama, Jokowi harus menghadapi tuntutan publik, termasuk KPK, untuk tetap berkomitman membangun kabinet bersih, berintegritas, dan profesional; sedangkan pihak kedua adalah para elit politik dan gerbong-gerbongnya yang mendukungnya agar diakomodasinya para elit untuk duduk di kabinetnya. Ini adalah hal yang sulit untuk Jokowi, di satu sisi dia harus memastikan, orang yang ditunjuknya benar-benar cocok dan mumpuni; dan di sisi lain, dia harus mengakomodasi orang titipan dari partai yang belum tentu sesuai dengan tuntutan rakyat. Seorang petarung harus berpikir cepat dan tepat dalam memutuskan masalah. Jokowi tetap harus memilih arahan yang terbaik tanpa melupakan rekomendasi merah dan kuning dari KPK dan PPATK. Jokowi tidak peduli dengan anggapan-anggapan dari luar atas kelambanan tersebut. Dia pikir lebih baik terlambat 5-6 hari pengumuman daripada pengumuman cepat hasilnya mengecewakan akibatnya dia bakal tersandera selama 5 tahun.

Dihadapinya  pertarungan sengit oleh Jokowi. Pertarungan yang satu adalah  keterdesakan waktu PPATK dan KPK di satu pihak, dan pertarungan yang lain saat keinginannya untuk cepat mengumumkan anggota kabinet. Akhirnya menimbulkan komplikasi-komplikasi pelik. Pada saat Jokowi hendak mengumumkan anggota kabinet di Tanjung Priok, Rabu (22/10) lalu, tiba-tiba KPK memasukkan catatan baru akan rapor merah dan kuning calon menteri. Disebut-sebut ada delapan nama yang tidak patut jadi menteri. Jokowi memenuhi tuntutan KPK daripada partai pengusungnya, maka dengan segera pencoretan delapan nama tentu saja harus segera dicari penggantinya. Calon pengganti sudah ada, tetapi tidak gampang memasukkan ke pos-pos kosong, karena hal itu tidak semata mempertimbangkan kompetensi calon meteri, tetapi juga komposisi kabinet: profesional murni, profesional partai, dan tentunya tekanan dari partai yang berharap banyak dengan jatah menteri-menterinya. Mau tidak mau Jokowi harus kompromi politik, perlu pengujian dan perundingan kembali. Pengujian dilakukan terhadap beberapa nama calon menteri; perundingan dilakukan dengan pimpinan partai koalisi, pendukung, relawan, dan tentu saja Jusuf Kalla dan Megawati. Jokowi pun ada dalam tekanan KPK,  Ketua KPK Abraham Samad berkali-kali menegaskan: mereka yang masuk kategori merah dan kuning, tidak pantas jadi menteri. Saking ingin menegaskan betapa penting rekomendasinya, Abraham berujar, "yang merah butuh setahun jadi tersangka, yang kuning butuh dua tahun." Tekanan KPK tidak dianggap barang main, maka diperhatikan benar pernyataan Abraham Samad. Rekomendasi KPK dan PPATK harus dijalankan demi komitmennya. Mau tidak mau Jokowi tidak dapat balik badan. Maka disinilah muncul bahwa yang menyusun kabinet, bukan Jokowi dan JK, tetapi PPATK dan KPK. KPK sendiri lewat jubir mengatakan bahwa Jokowi meminta rekomendasi KPK tentang calon menteri-menterinya, kemudia oleh KPK dijawab. Jadi tugas KPK dalam hal ini adalah penasehat, bukan menentukan siapa yang menjadi menteri. Celakanya Jokowi seperti kebingungan, karena mencari orang bersih, berintegritas dan profesional, di negeri ini memang tidak mudah. Tetapi sebagai petarung sejati, Jokowi tidak mau larut dalam kebingungan tersebut. Dia yakin dan pasti dapat  mengatasinya. Dia akan bertahan tanpa harus melawan terhadap pihak-pihak yang ingin mengerdilkan arti kabinet bersih, berintegritas dan profesional. Seorang petarung sejati harus ada dan tumbuh dalam kehidupan politik Indonesia. Dia harus survive hidup dalam pelbagai tekanan, baik yang berasal dari pendukung maupun yang bukan. Jokowi dengan wajah dan penampilan lugu dan sederhana diharapkan jadi petarung ulung yang mampu bertahan dari serangan dari mayoritas DPR yang dikuasai Koalisi Merah Putih, dan juga tuntutan dari partai-partai pengusungnya. Kini Jokowi hanya berharap dukungan dari rakyat, dengan cara  kabinetnya benar-benar diisi orang-orang bersih, berintegritas, dan profesional. Amin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun