Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Joko Widodo melakukan pertemuan empat mata membahas proses transisi kepemimpinan, di Laguna Resort and Spa, Nusa Dua, Bali, Rabu (27/8) malam. (foto: abror/presidenri.go.id)
Amuk identik dengan kata-kata kasar, dada berguncang, naik turun, tak lupa diiringi tindakan aksi kasar. itu identitas secara umum atau pandangan orang awam. Bagi pejabat atau yang pernah menduduki jabatan, seperti SBY, misalnya Amuk tak selalu ditunjukan seperti ciri-ciri identitas yang berlaku umum. Amuk yang dimaksud adalah kata-kata biasa yang kelihatannya biasa, tetapi kalau diucapkan dengan nada tinggi dan menunjukan sifat menyerang akan menjadi luar biasa. Apalagi SBY dikenal sebagai pemimpin yang pandai berkamuflase, karena kepandaiannya mengolah kata berdasarkan pada situasi.
Amuk SBY kali ini ditujukan kepada publik, terutama para menteri Jokowi, perihalnya gejolak ekonomi akibat jatuhnya nilai rupiah belakangan ini. SBY merasa komentar publik, tak terkecuali para menteri Jokowi cenderung menyudutkan dirinya, atau biasa disebut kambing hitam. SBY dianggap sebagai cikal bakal sumber terjadinya gejolak ekonomi, dengan bahasa lain dapat dikatakan bahwa pemerintah Jokowi harus menanggung beban ekonomi dari buah kebijakan SBY.
"Seorang pejabat pemerintah jg menuding bhw semua ini akibat kebijakan pemerintahan SBY yg salah," kata SBY dalam akun Twitter-nya @SBYudhoyono.
"Memang yg paling mudah adalah mencari "kambing hitam", atau harus ada pihak yg disalahkan, terutama terkait jatuhnya rupiah kita," tambah SBY.
Tentang siapa menteri Jokowi yang menuduh SBY sebagai kambing hitam, sudah dapat ditebak. Siapa lagi kalau bukan menteri yang mengurusi bidang perekonomian. Tak perlu disebut nama menterinya, namun yang jelas dengan adanya amuk SBY telah menunjukan aroma hubungan antara SBY dan Jokowi meletup kembali. Bisa saja, sang menteri melontarkan kritik atas pendapat pribadinya, akan tetapi jika saja Jokowi tahu dan tidak menjewer telinga si menteri, artinya  Jokowi mengamini pendapat si menteri tersebut.
Bila saja benar bahwa  Jokowi membiarkan pembantunya berkata lancang yang membuat SBY bangun dari tidurnya, sangat masuk akal dijadikan alasan oleh Jokowi bahwa apa yang terjadi dengan pemerintahan sekarang tidak dapat dipisahkan dari pemerintahan sebelumnya. Dengan demikian, pada akhirnya Jokowi menjadikan pendapat menterinya sebagai pembenaran dari pendapat pemerintah. Pada akhirnya akan menjadi cara terbaik dari Jokowi untuk ngeles dari kemungkinan tuduhan pihak-pihak lain.
Boleh-boleh saja Jokowi melakukan pembenaran, karena toh dalam hukum berdemokrasi dibolehkan. Akan tetapi pembenaran tersebut, tentu saja akan mendapat penolakan dari SBY itu sendiri. Strategi SBY untuk melawan asas  pembenaran yang bersifat tuduhan dari kubu Jokowi dengan cara mengajak para menterinya dulu, dari kabinet I dan II untuk merapatkan barisan untuk melawan dengan cara bersabar tidak terpancing melontarkan tudingan.
Dari tuduhan menteri Jokowi, SBY menyerap pelajaran penting bahwa dalam hal menyelesaikan suatu masalah akan berhasil tanpa harus menyalahkan orang lain. Pernyataanya tersebut tanpa menghilangkan jasa para menteri, gubernur, ekonom, pebisnis, dan pihak lain dalam mengatasi persoalan ekonomi. SBY memang dikenal sebagai Presiden yang begitu dihormati. Satu-satunya pejabat yang tidak menghormati keputusanya adalah Jokowi itu sendiri. Ketika ada rencana kenaikan BBM di era SBY, Jokowi yang saat itu walikota Solo, merupakan satu-satunya pejabat yang menolak kenaikan BBM.
"Termasuk kebersamaan kita, siang & malam mengatasi gejolak minyak dunia th 2005 & 2008 & mengatasi krisis global th 2008 & 2009," kata SBY.
"Atas keputusan, kebijakan & tindakan yg kita lakukan - tanpa menyalahkan orang lain - Alhamdulillah kita bisa selamatkan ekonomi kita," ujarnya.
"Terimalah ucapan terima kasih saya & tetaplah bersabar jika apa yg kita lakukan dgn sungguh-sungguh dulu, kini dgn mudah disalahkan," kata SBY.
Seperti sudah kita maklumi, kelebihan SBY dibanding dengan Jokowi adalah kemampuan dia berimprovisasikan personifikasi dirinya. Dalam hal tuduhan menteri Jokowi, justru SBY melawannya selain mengajak berempati dari menteri-menterinya dulu, juga dengan cara  menyalahkan dirinya. Bahwa benar kebijakan pemerintahan sebelumnya adalah tanggung jawabnya dan tak perlu menyalahkan pemerintah sebelumnya.
"Biarlah Tuhan & rakyat yg menilai, apa yg kita lakukan & ikhtiarkan utk mengatasi persoalan bangsa di masa pemerintahan saya dulu," ujarnya.
Pernyataan atau boleh disebut jawaban dari tuduhan menteri Jokowi dianggap sebuah umpan balik atau sindiran kepada Jokowi dan menteri-menterinya untuk tidak selalu menyalahkan pemerintah sebelumnya. Biarlah pemerintahan lalu urusan masa lalu, sekarang tentunya, sudah merupakan kewajiban pemerintah yang baru. Kalau ada kekurangan mestinya diperbaiki, bukan menimbulkan kebijakan baru. Sudah ada BPJS, eh munculnya KKS. Kalau caranya seperti itu, kapan negeri ini bisa bangkit dari keterpurukan ekonomi. Itu hanya sedikit pendapat penulis mudah-mudahan sama dengan apa yang dipikirkan SBY. Pada prinsipnya, pendapat SBY pun demikian, seperti apa yang di twit dibawah ini.
"Prinsip kepemimpinan yg saya anut - pantang menyalahkan baik pendahulu maupun pengganti saya. Tabiat menyalahkan tak baik & tak arif," kata politisi Partai Demokrat itu.
"Saya jg tak suka menyalahkan pendahulu. Bung Karno, Pak Harto, Pak Habibie, Gus Dur & Ibu Megawati, semua ingin berbuat yg terbaik," ujarnya.
Jokowi dan menteri-menterinya perlu belajar dari SBY, Tak perlu menyalahkan, tapi mari saling memperbaiki segala kekurangan yang ada. Amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H