Menteri PAN - RB Yuddy Chrisnandy (kiri) dan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (kanan) saat memberikan sembako sekaligus berdialog dengan ibu-ibu korban banjir yang mengungsi di suatu tempat yang disediakan pemerintah di Kelurahan Baleendah, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Minggu, (21/12/2014).
Bencana alam yang menimpa tanah air sekarang ini, memaksa Jokowi harus menyimpan dulu teori blusukannya, pasalnya bencana tidak hanya terjadi dalam satu tempat saja. Banjir di Aceh, Bandung Selatan, dan beberapa daerah lainnya. Ada juga angin puting beliung melanda kota Bandung. Belum lagi Gunung Gamalama meletus ikut melengkapi meletusnya Gunung Sinabung yang sampai detik ini belum berhenti letusannya. Satu yang tidak boleh dilupakan bencana longsor Banjarnegara yang menewaskan 50 orang lebih.
Dari beragamnya bencana tersebut, Jokowi hanya mengunjungi wilayah Banjarnegara. Usaha yang istimewa untuk Jokowi berkunjung ke Banjarnegara, mengingat longsor Banjarnegara adalah bencana alam pertama yang dihadapi oleh seorang Jokowi sejak dia dilantik 20 Oktober lalu. Apalagi Banjarnegara sebagaimana Kabupaten/Kota di Jawa Tengah pada umumnya adalah basis pendukungnya, sudah seharusnya Jokowi lebih mengayomi konstituen terbesarnya yang ada di Jawa Tengah daripada yang ada di daerah-daerah lainnya. Dan mungkin saja diluar analisa penulis, bahwa jumlah korban yang tewas dan efeknya lebih besar dibanding dengan bencana lainnya, sehingga harus mendapat perhatian yang lebih untuk seorang Jokowi itu sendiri.
Dari Jawa Tengah Jokowi melancong ke NTT meresmikan salah satu waduk disana. NTT sama halnya Jawa Tengah merupakan basis pendukung Jokowi. Terlepas dari urusan politik, usaha Jokowi dan pemerintahannya berencana membangun waduk di daerah kering seperti NTT harus mendapat dukungan dari semua pihak. Diharapkan dengan dibangunnya waduk, dapat meningkatkan hasil olahan pertanian. Luar biasa bila produk-produk pertanian dapat memasok kebutuhan produk pangan di Pulau Jawa. Yang senang bukan Jokowi dan pemerintahannya, tetapi rakyat NTT sendiri.
Dua daerah, Banjarnegara dan NTT sudah mendapat blusukan istimewa dari Jokowi. Daerah lain, Aceh dan Jawa Barat, dua daerah yang dikenal bukan basisnya pendukung Jokowi luput dari blusukan Jokowi. Itulah tulah yang harus diterima oleh kedua daerah tersebut. Bila Aceh sedikit berharap banyak bahwa Jokowi hendaknya datang ke bumi serambi mekah pada saat Tsunami datang, daripada sekedar menghadiri perayaan Natal di Papua. Tetapi orang Bandung yang baru saja dilanda dua bencana, banjir dan puting beliung, sadar diri tidak terlalu berharap Jokowi datang, kalau pun datang, warga Bandung akan menyambut biasa apa adanya, tidak berlebihan, tidak seperti yang diperlihatkan oleh beberapa warga korban longsor di Banjarnegara yang melakukan minum dan cuci muka pada bekas cucian tangan Jokowi.
Mereka berusaha membasuh muka dengan air sisa cuci tangan yang sudah kotor dengan lumpur. “Semoga berkah,” terang Suyoto yang mengusup muka dan meminum air bekas cuci tangan Jokowi.(Non-Stop Online.com, Korban Longsor Minum Air Bekas Cucian Jokowi, 15/12/14)
Jokowi terbukti tidak datang ke Bandung. Ini bukan hukuman bagi warga Bandung, lantaran Jokowi kalah pilpres di Bandung, tetapi Jokowi lebih memilih blusukan ke daerah lain yang lebih menarik tantangannya. Perkara ke Bandung, Jokowi bisa datang kapan saja, menyamar sebagai turis. Itu akan lebih aman daripada harus direpotkan dengan urusan bencana.
Jokowi bukan tidak peduli dengan respon bencana yang terjadi di Bandung. Jokowi telah menugaskan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandy, bukan menteri Sosial menjenguk para pengungsi korban banjir di Kampung Cieunteung, Kelurahan Baleendah, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung. Ini boleh dikatakan aneh, apa kepentingannya seorang Menpan meninjau bencana, kemana aja menteri Sosial? Kalau saja menteri Sosial berhalangan hadir karena ada tugas lainnya? kenapa staf menteri sosial setingkat dirjen tidak menggantikan peran Mensos? Itu mungkin berlaku kalau dipandang dari hirarki jenjang wewenang dan fungsi tugas kementerian.
Tetapi bila ditinjau dari urusan politik lain lagi. Setiap menteri dibawah Jokowi harus bekerja dan berbuat berdasarkan keinginan politik Jokowi itu sendiri. Seorang menteri bisa saja bekerja di luar fungsinya. Dan Yuddy pun mengakui bahwa kedatangan dia merupakan utusan dari Jokowi. Entah karena alasan utusan Jokowi, dia tidak bertanya tentang keadaan warga hidup di pengungsian, tetapi yang ditanya perihal sosok Jokowi. Inilah trik menaikan politik pencitraan Jokowi melalui dirinya, setelah dia berhasil mewacanakan politik Singkong dan pelarangan rapat di hotel yang menyebabkan ribuan pegawai hotel terancam di PHK.
Tidak hanya itu, Yuddy pun sempat bertanya. "Siapa presidennya?" tanya Yuddy. Hadirin di pengungsian menjawab beramai-ramai, "Jokowi".
Tapi tampaknya tidak semua pengungsi dengan yakin mengenal Jokowi. Ada juga seorang nenek yang bertanya, "Jokowi itu yang tampangnya ganteng, kan?". Mendengar ini, Yuddy hanya tersenyum. (kompas.com, 22/12/14).
Yuddy sendiri secara gamblang mengakui bahwa dia diutus oleh Jokowi diluar fungsinya, tetapi kenapa dia yang dipilih? Yuddy menjawab lantaran dia sebagai menteri berasal dari Bandung. Tentunya dipahami lebih dekat dalam hal pendekatan komunikasinya. Suatu jawaban yang masuk akal, dapat diterima oleh Yuddy dan Jokowi sendiri, tetapi jawaban yang masuk akal tersebut belum mampu menjawab keheranan dari penulis itu sendiri, tapi entah untuk orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H