Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang banyak diusahakan oleh petani di Indonesia. Tanaman kelapa sawit menjadi penyumbang devisa terbesar untuk Indonesia saat ini. Pada tahun 2020, Indonesia menjadi pengekspor minyak kelapa sawit terbesar di dunia yang jumlahnya mencapai 37,5 juta ton dengan market share global mencapai 55%. Kebutuhan akan minyak kelapa sawit akan terus meningkat seiring dengan adanya implementasi program penggunaan biodiesel. Pada saat ini, harga kelapa sawit terus mengalami kenaikan yang cukup tinggi .Terkait dengan hal tersebut, umumnya petani kelapa sawit di Indonesia masih membudidayakannya masih menerapkan pertanian yang masih konvensional dan masih ketergantungan terhadap penggunaan pupuk sintetis dengan mengeluarkan biaya yang cukup mahal. Selain itu, penggunaan pupuk sintetik yang berlebihan juga dapat merusak lingkungan yang terutama tanah dan sehingga berpengaruh terhadap kebutuhan akan pangan kedepannya.
Pada umumnya, petani sawit di Indonesia hanya berfokus pada satu sistem saja tanpa melibatkan sistem lainnya. Apabila menggunakan berbagai sistem yang menggunakan sistem yang lain itu dapat meningkatkan keuntungan terhadap petani. Salah satu sistem yang bisa diterapkan yaitu dipadukan dengan peternakan sapi dan hal tersebut memiliki potensi yang sangat besar dikembangkan. Kegiatan tersebut termasuk kedalam Sistem Pertanian Terpadu dan dikenal dengan istilah SISKA (Sistem Integrasi Sapi dan Sawit).Â
Penerapan Sistem Pertanian Terpadu merupakan salah satu pendukung dalam pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Sistem Pertanian Terpadu SISKA ini merupakan kegiatan dalam usaha tani dengan mengkombinasikan antara tanaman kelapa sawit dengan peternak sapi pada suatu lahan yang sama. Kedua sistem tersebut dapat bersimbiosis secara mutualis yang artinya memiliki interaksi yang positif antar sistem.
SISKA dapat diterapkan dalam perkebunan rakyat dan juga dapat diterapkan pada perkebunan milik perusahaan. Tujuan utama dari penerapan SISKA ini yaitu memperoleh keuntungan yang lebih besar sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Hal ini disebabkan karena salah satunya pengeluaran biaya dapat diminimalisir dalam hal pemeliharaan, baik tanaman kelapa sawit. Dilihat dari segi interaksinya, sapi memperolah pakan dari gulma dan limbah kelapa sawit (daun, pelepah).
Sedangkan kebutuhan tanaman kelapa sawit terhadap pupuk organik dapat terpenuhi melalui kotoran sapi sehingga dapat mengurangi biaya dalam pemupukan dan hal ini juga dapat meminimalisir terhadap penggunaan pupuk sintetis. Dengan penerapam SISKA ini, kita tidak hanya menghasilkan output berupa minyak kelapa sawit saja, melainkan juga menghasilkan daging dan susu yang berasal dari peternakan sapi.
Penerapan SISKA ini memiliki hubungan yang saling menguntungkan antara usaha tanaman kelapa sawit dan juga peternakan sapi. Dalam penerapan SISKA ini diperlukan pengaturan dan prosedur yang tepat.Â
Pada umumnya, dalam tiga hektar lahan perkebunan kelapa sawit di asumsikan dengan beternak sapi minimal 3 ekor. Selain itu, juga diperlukan pemilihan terhadap umur sapi, jenis sapi yang digunakan dan umur tanaman kelapa sawit yang diterapkan. Hal ini nantinya akan berdampak terhadap kondisi kelapa sawit dan ternak sapi.Â
Lahan yang baik digunakan adalah lahan yang sudah menghasilkan dan apabila lahan perkebunan kelapa sawit tersebut belum menghasilkan, takutnya sapi tersebut akan memakan daun kelapa sawit karena masih terjangkau. Apabila hal ini terjadi, maka akan dapat mengganggu pertumbuhan dari tanaman kelapa sawit itu sendiri. Sedangkan jenis sapi yang banyak digunakan adalah sapi lokal karena kemampuan beradaptasi sapi lokal ini lebih tinggi dibandingkan jenis sapi lainnya dan sapi lokal ini sudah terbiasa dengan kondisi lingkungan tersebut.
Terdapat beberapa keuntungan yang akan diperoleh apabila menerapkan Sistem Pertanian Terpadu SISKA ini yaitu efisiensi dalam tenaga kerja, diversifikasi pada pemanfaatan sumber daya, mengurangi resiko dalam usaha tani, peningkatan produksi, ramah lingkungan dan dapat meningkatkan pendapatan petani yang secara berkelanjutan dan ketergantungan terhadap penggunaan bahan kimia dapat dikurangi. Penerapan Sistem Pertanian Terpadu SISKA yang dapat diterapkan oleh petani dalam mendukung suatu sistem pertanian yang berkelanjutan. Hal ini disebabkan karena dari berbagai aspek seperti aspek sosial, lingkungan, ekonomi dan politik dapat diterima.Â
Selain itu, penerapan SISKA ditujukan untuk penggunaan input yang rendah atau dikenal dengan istilah LEISA (Low External Input System Agriculture). LEISA ini merupakan salah satu terobosan yang dapat diterapkan demi mencukupi kebutuhan dimasa yang akan datang. Konsep ini dimaksudkan bahwa selain mampu mencukupi kebutuhan saat ini, tetapi juga harus memikirkan kebutuhan yang akan datang.
Jadi dengan diterapkannya Sistem Pertanian Terpadu, dapat meningkatkan pendapatan sehingga petani sawit dan juga peternakan sapi khususnya di Indonesia menjadi lebih sejahtera. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan produksi tanaman kelapa sawit dan peternakan sapi serta adanya pengurangan penggunaan pupuk sintetik dan juga meminimalisir (biaya dan tenaga). Penerapan SISKA merupakan satu bagian yang mendukung dalam pembangunan pertanian yang berkelanjutan dan oleh karena itu mari kita sama-sama menjaga tanpa merusak lingkungan demi masa yang akan datang.
Demikian hanya itu yang dapat penulis sampaikan, mungkin terdapat kesalahan maupun kekurangan pada essay ini dan oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi menyempurnakan isi dari essay ini. Selain itu, diharapkan essay ini dapat bermanfaat dan dapat menambah ilmu pengetahuan baik pembaca maupun penulis. Sekian dan terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H