Mohon tunggu...
Ridhwan EY Kulainiy
Ridhwan EY Kulainiy Mohon Tunggu... Human Resources - Hidup untuk berpengetahuan, bukan berdiam diri dalam ketidaktahuan oranglain

Hidup untuk menjadi berpengetahuan, bukan untuk berdiam diri dalam ketidak tahuan oranglain. wordpress : https://www.kulaniy.wordpress.com facebook : @ridwan.komando21 Fanspage : @kulaniy.komando twitter : @kulaniy1708 Instagram : @ridhwans_journal Whatsapp dan Gopay : 082113839443

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Meremehkan Teori Para Pemikir adalah Keputus-asaan Orang Awam

26 September 2020   18:22 Diperbarui: 26 September 2020   18:34 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hidup terdiri dari dua sisi, di mana keduanya saling bertautan satu sama lain. Sebagaimana hitam ada karena putih menderma, bumi terbentuk karena ada langit yang harus ditopang, begitu juga terciptanya saya lalu Tuhan mengirimkan kamu sebagai penghibur hati, pengobat duka dan penenang lara.

Saya berpaling dari layar laptop sesaat setelah mata perkuliahan Ekonomi Internasional siang ini selesai, terasa menyegarkan kepala ketika kita mempelajari dan menemukan hal-hal baru dalam hidup atau sekedar melengkapi puzzle-puzzle pemikiran yang perlu disempurnakan. Dan saya hanyut dalam sensasi yang diciptakan kafein ketika mengalir dalam darah dan mencapai syaraf-syaraf neo-korteks di sana, bumm.. Berbagai imaji membumbung tinggi.

Dualitas adalah keindahan tersendiri bagi mereka yg mampu menikmatinya. Sebagaimana Teori dan Praktek, meski kadangkala ada saja orang yang memandang remeh salah satu di antaranya. Atau saya masih ingat bagaimana orang menanggapi pernyataan saya, ketika saya berbicara mengenai beberapa hal terkait suatu teori. Yang terlontar dari mulut orang-orang adalah, "Ahh, itu kan teori..."

Entah bagaimana, seolah saya yakin bahwa anggapan itu berasal dari keputus-asaan paling dalam dari seorang manusia. Keputus-asaan yang akhirnya menghantarkan seseorang terjebak dalam sebuah alunan irama teori yang sudah berjalan sedemikian rupa, sehingga membuatnya terlena di dalam sana.

Itulah yang mungkin terjadi kepada para penemu teori pada awalnya, dimana ketika ia sedang menjabarkan suatu sistem atau penemuan dengan sebuah teori lantas orang-orang di sekelilingnya akan berkata "Ahh, itu kan cuma teori.."

Satu-satunya jawaban yg dapat dilontarkan oleh si empunya teori adalah "Untuk mewujudkan dan mempraktekan suatu teori membutuhkan modal, waktu dan tenaga."

Jelas kita bukan pesulap yang bisa 'bimsalabim' dan kita juga bukan Tuhan yang tinggal berkata 'Kun' maka jadilah sesuatu itu. Sebuah teori diciptakan untuk memperbaharui kondisi di zaman itu. Semisal teori mengenai sistem informatika, dirancang tentu untuk memperbaharui sistem informatika lama yg mungkin sudah usang atau bahkan sudah canggih namun rawan dari penyalahgunaan. 

Dalam hal lain yang lebih terang saya katakan, seperti halnya dalam teori ekonomi dan hukum tata negara. Teori baru mengenai sistem keuangan, ekonomi dan tata negara yang baru di buat adalah dengan tujuan memperbaharui teori lama yang sudah usang, atau mungkin bagus namun rawan dengan penyalahgunaan dan praktek KKN. 

Sistem ini meskipun tidak diharapkan oleh orang-orang yang tidak mengetahui, tetapi sangat berguna dan bermanfaat kelak untuk orang banyak. Dan butuh waktu sedemikian panjang untuk merumuskannya, merencanakannya dan merancangnya. Belum lagi waktu yang juga dibutuhkan untuk memperkuat dan merealisasikannya.

Jika kamu tidak pernah menyadari itu, setidaknya cukuplah berdiam diri dan belajar. Jangan kamu meremehkan atau memandang sesuatu yang tidak kamu ketahui.

Berpikir mengenai sesuatu secara mendalam tidak semudah yang kamu bayangkan, di mana ketika kita ingin menggali sesuatu lebih dalam maka dibutuhkan sedemikian energi, waktu dan konsentrasi untuk dapat melakukannya. 

Nyatanya, berpikir kan memang tidak mudah. Walaupun kita semua sama-sama memiliki otak, coba lihat betapa banyak dari kita yang berkata atau berbuat sesuatu tanpa menggunakan pikirannya terlebih dahulu. Tentu, tidak sedikit...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun