Mohon tunggu...
Ridhwan EY Kulainiy
Ridhwan EY Kulainiy Mohon Tunggu... Human Resources - Hidup untuk berpengetahuan, bukan berdiam diri dalam ketidaktahuan oranglain

Hidup untuk menjadi berpengetahuan, bukan untuk berdiam diri dalam ketidak tahuan oranglain. wordpress : https://www.kulaniy.wordpress.com facebook : @ridwan.komando21 Fanspage : @kulaniy.komando twitter : @kulaniy1708 Instagram : @ridhwans_journal Whatsapp dan Gopay : 082113839443

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ngopi Santai: Tak Pandai Menghafal Tak Berarti Bodoh

22 Juli 2020   01:42 Diperbarui: 22 Juli 2020   01:55 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap anak manusia terlahir berbeda dan istimewa, perbedaan dan keistimewaannya terletak pada inti (dasar) dalam tiap diri manusia. Yaitu, akal (Otak). Mengetahui keistimewaan diri anda atau orang-orang yang anda cintai dengan mengetahui Kecerdasan Genetisnya. Itu bisa menjadi jalan untuk mengenali potensi bawaan dan personaliti genetiknya. 

Sehingga dapat melahirkan manfaat dalam kehidupan, bisa fokus berkarya dan mencapai prestasi dalam kehidupan. Hindari menyia-nyiakan waktu, tenaga dan biaya untuk membangun masa depan yang cerah dengan spekulasi semu yang tidak memiliki dasar apapun.

Kira-kira demikian yang saya pahami mengenai perjalanan hidup dan menentukan arah karir dalam kehidupan. Sejenak saya meresapi berbagai hal yang pernah terjadi dalam kehidupan pribadi saya. Bagaimana saya tumbuh, berkembang dan belajar. Bagaimana saya berinteraksi dengan orang-orang, dan bagaimana saya tertatih perlahan untuk belajar mengenal diri saya sendiri. Ya, perjalanan mengenali diri merupakan perjalanan terpanjang dalam kehidupan ini.

Tidak mudah memahami siapa dan bagaimana diri kita sebenarnya, terlebih terlampau enggan untuk mengakui kelemahan-kelamahan yang ada pada diri dan seolah merasa sudah baik. Ego memaksa kita menganggap bahwa apa yang kita jalani sudah benar, sehingga enggan untuk mengevaluasi diri dan memperbaikinya untuk menjadi pribadi yang lebih baik. 

Tentu banyak hal telah mempengaruhi kejiwaan kita dalam perjalanan kehidupan ini, mulai dari berbagai hal yang menyentuh emosional dan psikologis, hingga hal-hal yang sifatnya ideologis mempengaruhi daya intelektualitas dan rasionalitas yang ada pada diri kita hari ini.

Hal paling dekat dengan diri saya adalah segala sesuatu yang sifatnya berhubungan dengan sosial dan emosional. Bagaimana saya terlibat dengan berbagai kegiatan sosial beberapa dekade yang lalu, menjadi anak berusia belasan tahun di tengah pengap panasnya debu vulkanik letusan Gunung Merapi. 

Bersentuhan dengan masyarakat dan memberikan keyakinan kepada mereka, bahwa kejadian alam ini akan segera berakhir dan semuanya akan baik-baik saja. 

Bagaimana saya mencintai kegiatan bakti sosial di dalam organisasi, menghasilkan jutaan rupiah dengan bermodal gitar dan suara datar saya, menjajakkan suara untuk dapat menyumbangkan bantuan dana bagi korban kejadian alam. Atau bagaimana saya merasa sangat nyaman berada di tengah-tengah kegiatan bakti sosial yang diselenggarakan oleh komunitas Pecinta Alam yang dahulu pernah saya singgahi.

Mengikuti diklat Korps Sukarelawan PMI Cabang Kota Depok dan mempelajari beragam materi yang ada di dalamnya selama kira-kira 2 minggu lamanya. Lalu bersusah-susah pergi ke beberapa gunung untuk ikut membantu kegiatan SAR sekelompok pendaki gunung yang tersesat dan membutuhkan bantuan. 

Semua itu seolah berjalan begitu saja, tanpa saya mengetahui apa yang mendasari dan mendorong saya melakukan itu semua. Padahal di balik itu semua, mungkin anak-anak sebaya saya tengah fokus mengejar ijazah di kursi-kursi sekolah untuk dapat melamar pekerjaan, menikah dan berkeluarga. Mencapai kemapanan finansial, begitu kira-kira.

Lalu berlanjut dari itu, masih berkutat dengan kegiatan sosial. Saya menghabiskan beberapa tahun selanjutnya untuk bergelut dengan dunia pemikiran, ranah intelektual dan pemikiran. 

Bagaimana sensitifnya saya ketika harus berdiri di depan Makam Almarhum Drs. H. Mohammad Hatta sambil mengenang jasa para pahlawan Bangsa yang telah berjuang untuk memerdekakan Bangsa ini dari penjajahan kolonial. Air mata saya menggenang, dada serasa sesak dan langit seolah mendung menahan air yang menggelayut di pelupuk mata.

Saya tidak terbiasa dengan pembelajaran sistematis pada awalnya. Namun bermodal hobby membaca buku yang sudah saya miliki sejak masih duduk di bangku kelas 4SD, akhirnya membuat saya harus bisa memahami sederet metodelogi ilmiah yang ada dalam kelas-kelas kajian pemikiran filsafat. 

Menguak lagi jejak rumus-rumus matematis yang masih membekas di kepala, meskipun tidak pandai menghafal saya bisa memahami maksud dari suatu pemikiran dengan cukup jelas dan tajam. Saya mencoba memahaminya lewat rasa. Rasa yang menurut sebagian orang berasal dari hati, padahal otak manusia memiliki bagiannya sendiri yang disebut sebagai Amigdala yang berfungsi sebagai lokus pengendalian dan penyimpanan emosi.

Saya orang yang berperasaan, cengeng sebenarnya. Mudah tersentuh dan cukup baperan. Tapi sifat perasa itu seolah menjadi modal bagi saya untuk dapat memahami berbagai hal yang saya temui dalam kehidupan ini. Nonton "Laskar Pelangi" saya menangis, bahkan membaca novel atau membaca sebuah puisi saya bisa mendadak sesenggukkan. 

Akhirnya pada tahun 2017 silam lewat sebuah konsep ilmiah untuk membaca karakter kecerdasan genetis yang ada dalam diri seseorang (STIFIn Institute), saya mengetahui bahwa saya adalah salah seorang yang memiliki Kecerdasan Feeling, Kecerdasan Emosional. Feeling ekstrovert.

By : Chrisrine Tama on medium.com
By : Chrisrine Tama on medium.com

Bukan hal yang baru saya dengar mengenai ini, karena selama beberapa tahun sebelumnya saya juga sudah membaca dan mendengar berbagai teori ilmiah mengenai psikologi, neurologi dan science. Saya termasuk orang yang tertarik dengan hal-hal itu, namun saat mendalami konsep ini beberapa tahun silam membuat saya ingin mendalami karakter pribadi diri saya tersebut. 

Bagaimana cara saya belajar dan memahami berbagai hal, bagaimana saya merespon stimulan yang berasal dari luar, bagaimana saya berinteraksi dengan orang-orang dan lain sebagainya. Akhirnya ketertarikan itu membuat saya sedikit banyaknya mulai memahami bagaimana saya harus menyikapi diri saya sendiri.

Perasaan merupakan sesuatu yang mendalam dalam diri manusia, bagaimana Cinta, Kasih Sayang, bahkan kebencian dan rasa sakit hati begitu membekas pada benak manusia. 

Dengan memahami segala kedalaman perasaan itu, membuat seseorang mampu memahami dan memaknai hal lainnya dalam kehidupan ini secara lebih mendalam jua. Bagaimana pengalaman memberikan sebuah kesan berupa rahasia-rahasia perasaan, menjadi pembelajaran dan memberikan pemaknaan mendalam mengenai sesuatu.

By : diskusikonsentrasi.blogspot.com/Konsentrasi
By : diskusikonsentrasi.blogspot.com/Konsentrasi

Begitulah orang dengan Kecerdesan Emosional memahami sesuatu. Ia harus meresapi dan mengalami sesuatu dan mendapatkan kesan terdalam saat menjalaninya sehingga ia dapat memaknainya. Seseorang yang memiliki Kecerdasan Emosional memang tindak tercipta untuk mudah menghafal sesuatu yang sifatnya teoritis, namun bukan berarti dia tidak bisa memahaminya. Justru, ia mengawalinya dengan pemahaman lalu mencipta cara tersendiri untuk bisa menghafal suatu teori dengan gayanya sendiri.

Kecerdasan Feeling sistem operasi dominan otaknya terletak pada otak Limbik, dalam studi mengenai metodelogi pendidikan. Cara belajar terbaik bagi orang-orang dominan limbik adalah dengan cara membuat story teeling, atau menceritakan kembali suatu hal atau pelajaran. Sebab dengan menceritakan kembali, menjadikan seseorang seolah-olah mengalami pembelajaran itu sendiri dalam kehidupannya. 

Bagaimana bisa...? Awalnya saya juga bertanya-tanya, tulisan ini pun saya buat berdasarkan pengalaman pribadi saya yang sifatnya pengalaman dan analisis. Lalu saya menemukan beberapa teori yang sejalan dengan pengalaman ini, akhirnya saya seolah mendapatkan dalil kebenaran mengenai ini.

Beberapa bulan yang lalu, saya mengikuti pelatihan untuk memperdalam wawasan dan pengetahuan saya mengenai Konsep STIFIn. Dalam salah satu sesi pelatihan, para peserta yang terdiri dari beberapa orang ahli psikologi dan bimbingan konseling termasuk saya seorang mahasiswa manajemen semester awal diharuskan menghafal bagian-bagian otak manusia beserta fungsi atau kegunaannya. 

Kami hanya diberi waktu kira-kira setengah jam untuk menghafal dan selanjutnya dipersilahkan maju ke depan ruang pelatihan untuk menjabarkannya.

Syok dong orang Feeling...? Tapi saya berusaha perlahan, bermodal mengetahui cara belajar orang Feeling, saya mulai dengan membaca susunan otak beserta kegunaannya seolah seperti orang yang sedang bercerita. Setengah jam kemudian, satu kelompok maju ke depan dan menjabarkan hasil hafalannya. Selanjutnya, saya awalnya hanya niat menemani seorang rekan lainnya untuk maju. 

Namun malah mendadak menjabarkan hasil hafalan saya. Hasilnya, mungkin 98% berhasil. Hanya satu bagian otak saja yang saat itu tidak saya sebutkan dalam susunan otak manusia.

By : Ankush Kapoor on medium.com
By : Ankush Kapoor on medium.com

Pengalaman itu kembali menghantarkan diri saya untuk semakin dalam memahami diri saya sendiri. Bahwa meskipun diri saya terlahir bukan sebagai seorang penghafal yang baik, namun saya memiliki bakat lain yang dikaruniakan oleh Tuhan. Yaitu, bakat untuk memahami dan memaknai kehidupan ini secara lebih dalam dan menemukan makna yang ada di dalamnya. Sebagai seorang yang hangat dan mudah untuk berinteraksi dengan orang-orang, dan ini merupakan kemampuan yang dimiliki oleh orang-orang dengan Kecerdasan Feeling.

Otak merupakan karunia Tuhan paling besar bagi manusia, ia menjadi Potensi Bawaan (Cetak Biru) yang dikarunai Tuhan kepada manusia.

Dengan sedikit pengalaman ini, kita tidak perlu mengkhawatirkan mengenai ketidakmampuan anak atau diri kita dalam menghafal sesuatu. Sebab, seperti yang saya katakan di atas. Bahwa setiap anak manusia terlahir berbeda dan istimewa. Percayalah, bahwa Tuhan Memberikan Karunia tak terbatas bagi setiap manusia, termasuk potensi-potensi berbeda yang istimewa pada tiap diri makhluk-Nya. Kenali diri, dan jalani kehidupan ini dengan penuh Cinta. Sebab tanpa Cinta, bahkan surga terasa seperti neraka.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun