Lanjutan.....
Awalnya keluarga sudah bersepakat bahwa Bung Hatta akan disekolahkan di sekolah rakyat selama lima tahun dan malam harinya belajar mengaji di surau Inyik Djambek. Tamat atau tidak sekolah rakyat, apabila ayah Gaek Bung Hatta pergi ke Mekkah untuk naik haji, ia akan ikut.Â
Rencananya di Mekkah Bung Hatta akan dimasukkan ke sekolah agama dan apabila sudah selesai di situ, pendidikannya akan diteruskan ke Kairo. Meski rencana bersekolah ke Mekkah tidak berjalan sebagaimana direncanakan.
Saat sekolah di sekolah rakyat dan malam harinya mengaji di Inyik Djambek, Bung Hatta dapat dengan mudah menghapal huruf Arab dan cepat pandai membaca Juz'Amma, namun kelemahan Bung Hatta adalah ketika membacanya dengan cara dilagukan atau dialunkan sebagaimana biasa orang-orang membaca al-Quran dengan alunan yang merdu.Â
Kebanyakan kawan-kawan kecil Hatta hanya mengaji di malam hari, dan siang harinya mereka hanya menghabiskan waktu dengan bermain-main saja, atau menolong orangtua mereka bekerja di sawah, menggembala kerbau, atau berdagang.
Saat duduk di kelas 1 sekolah rakyat, Bung Hatta termasuk anak yang sudah pandai membaca. Ia dapat naik ke kelas 2 dalam waktu empat bulan saja. Sistem pendidikan saat itu masih sedemikian ringkasnya, sehingga seseorang untuk dapat naik kelas hanya harus memenuhi beberapa hal dalam tes. Bung Hatta duduk di kelas dua bersama Rafi'ah kakak kandungnya.Â
Di sekolah itu juga Bung Hatta untuk pertama kalinya mulai belajar Bahasa Belanda dengan seorang guru sekolah Belanda milik Tuan Jansen. Saat duduk di bangku kelas dua, kebanyakan siswanya merupakan anak-anak yang sudah lanjut usia. Bahkan ada yang sudah berusia 16 tahun dan tergabung ke dalam tim sepakbola orang dewasa. Hanya Bung Hatta dan kakaknya saja yang usianya kira-kira masih di bawah 10 tahun.
Karena di beberapa kota hanya terdapat satu atau dua sekolah rakyat, sehingga murid di sekolah tempat bung Hatta belajar muridnya terdiri dari berbagai daerah bahkan ada yang dari kota-kota sebelah. Anak-anak dari Kota Gedang yang merupakan tanah kelahiran H. Agus Salim.Â
Anak-anak yang datang dari sana harus menempuh jarak yang lumayan jauh, menaiki gunung dan menyeberangi sungai serta lembah-lembah. Barulah mereka bisa sampai di pasar Bukittinggi dan selanjutnya bisa melanjutkan berjalan menuju ke sekolah. Itu dilakukan anak-anak dari Kota Gedang dua kali dalam sehari sebagai rutinitas selama beberapa tahun untuk mengenyam pendidikan.
Bung Hatta mengalami beberapakali pindah sekolah, saat duduk di pertengahan kelas III beliau terpksa pindah ke sekolah Belanda dan duduk di kelas II sekolah Belanda. Setahun setelahnya Kakek Hatta pergi ke Mekkah dan menurut rencana awal Hatta akan ikut bersamanya.Â
Tetapi, beberapa minggu sebelum berangkat ada desakkan dari Ibu Hatta dan pamannya, supaya jangan Hatta ikut serta, melainkan pamannya yang bungsu saja yang ikut ke Mekkah, Idris. Karena Hatta dianggap terlalu muda untuk pergi ke Mekkah, sedangkan pengajian al-Quran pun belum tamat. Menurut pamannya lebih baik Hatta tamat sekolah dulu. Sesudah khatam Quran dan mulai mengaji Nahu dengan mengerti sedikit-sedikit bahasa Arab barulah nanti pergi ke Mekkah dan ke Kairo.
Kakek Hatta yang di Batuhampar tidak setuju dengan perubahan tersebut, tetapi sebagai seorang ahli tarekat akhirnya ia mengalah juga. "Barangkali sudah takdir Allah." Katanya. Ia begitu menghargai pengetahuan dunia, tetapi pengetahuan agama lebih besar nilainya. Masyarkat hanya dapat menjadi baik dengan bimbingan agama.
Sebab Turki dipandang sebagai jago negeri-negeri Islam dan merupakan satu-satunya kerjaan Islam yang dijunjung tinggi pada masa itu. Pertanyaan dalam benak Hatta, kenapa Allah membiarkan kerajaan Islam itu dikalahkan oleh bangsa kulit putih? Apakah itu takdir Allah ataukah cobaan bagi umat Islam?
Jawabannya ia dapatkan ketika berziarah ke Batuhampar. Hatta menceritakan bagaimana perdebatan yang terjadi di sekolah antara anak-anak Indonesia dengan anak-anak kulit putih. Kakeknya mengatakan bahwa segala sesuatu di dunia ini memang sudah dotakdirkan oleh Allah.SWT. Tapi manusia dalam kehidupannya bukanlah seperti mesin yang diam saja mengikuti arus.Â
Melainkan karena Allah telah mengaruniakan akal kepada manusia, sehingga manusia harus menimbang baik dan buruk saat mengambil keputusan dalam kehidupan. Bagaimana manusia mengendalikan nafsunya dan juga mengembangkan kemampuannya untuk meraih berbagai hal dan melakukan berbagai kegiatan dalam kehidupan.Â
Betapa dahulunya orang Islam merupakan penyebar peradaban dan pengetahuan atas dorongan dan keutamaan yang ada dalam ajaran Islam. Cordoba di Spanyol dan Baghdad di Irak, tercatat dalam sejarah sebagai pusat peradaban dan perkembangan Islam yang paling maju passca zaman Rasulullah.SAW. Tetapi sesudah masa kejayaan itu, kerajaan Islam mulai jatuh dan mundur. Karena banyak pembesar-pembesar Islam gila kebesaran, lupa daratan, dan melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan perintah Allah. Dan hal itu jugalah yang terjadi pada Turki.
Itu merupakan kali pertamanya Hatta medengar penjelasan semacam itu dari Kakeknya, dan demikian ketika ia belajar di Belanda dan membaca langsung buku-buku yang mencatat peristiwa tersebut yang seolah membenarkan apa yang didengar Hatta dari Kakeknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H