Yang lagi hangat dibicarakan sekarang di dunia pendidikan Indonesia adalah tentang akan diberlakukannya Kurikulum baru oleh Kemendikbud pada tahun 2013 untuk berbagai tingkatan sekolah formal. Terdapat beberapa rencana perubahan dari kurikulum sebelumnya, dan ini mengundang kontroversial di kalangan para guru. Hingga sekarang sudah lebih dari 1130 tanggapan yang dilontarkan rakyat Indonesia pada Kemendikbud melalui laman Uji Publik Kurikulum 2013.
Semoga semua tanggapan itu memang benar-benar ditanggapi oleh Kemendikbud sebagai kritik, masukan dan saran untuk penyempurnaan Kurikulum 2013. Bukan hanya sekedar formalitas belaka yang dilakukan oleh Kemendikbud dalam proses pemberlakuan kurikulum baru.
Berbicara tentang kurikulum, kadang kita inginnya yang muluk-muluk dan ideal sesuai pengalaman kita sehari-hari sebagai guru. Tetapi kurikulum adalah wewenang Kemendikbud dalam menetapkannya. Itu terlepas dari persoalan orang di Kemendikbud berlatar belakang guru ataukah tidak. Kita sebagai guru hanya pelaksana kurikulum.
Dan tugas pelaksana ini adalah tugas yang penting. Apapun kurikulumnya, gurulah sang pemain utama pada proses belajar mengajar di sekolah. Yang patut kita perhatikan adalah apa tujuan pendidikan yang hendak dicapai oleh bangsa Indonesia.
Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003, tujuan pendidikan nasional adalah menciptakan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Kita sebagai guru mestinya mampu mengemban amanah dalam mencapai tujuan tersebut. Untuk itu, patut kiranya kita mencermati tulisan salah seorang cendikiawan yang dimiliki bangsa Indonesia, yaitu Dr. Zakiah Daradjat, tentang syarat-syarat menjadi guru. Beliau menyebutkan setidaknya ada beberapa syarat untuk menjadi guru.yaitu: Takwa kepada Allah, berilmu, sehat jasmani, baik akhlaknya, bertanggungjawab dan berjiwa nasional.
Guru tidak mungkin mendidik anak agar bertakwa kepada Allah jika ia sendiri tidak bertakwa kepada-Nya. Sebab ia adalah teladan bagi muridnya. Bagi yang beragama Islam, salah satu indikator takwa adalah senantiasa menunaikan sholat lima waktu pada waktunya. Saat mengajar pagi di sekolah biasanya akan sampai waktu zuhur, guru dan siswa bisa sholat berjamaah di mushola sekolah. Yang sering lalai biasanya adalah waktu ashar, karena. kegiatan les sore atau ekstrakurikuler lainnya. Guru yang baik mestinya mengajak sholat ashar siswanya atau mengadakan kegiatan setelah waktu sholat. Jangan sampai karena kegiatan les atau ekstrakurikuler, siswa (dan juga guru) jadi meninggalkan sholat.
Budi pekerti atau akhlak juga menempati posisi yang maha penting dalam pendidikan watak siswa. Guru dituntut harus menjadi suri teladan yang baik dalam urusan ini, sebab anak-anak biasanya suka meniru gurunya. Akhlak seorang guru dapat dilihat dari perbuatan, dan perkataannya, bahkan sekarang hingga tulisan. Di zaman sekarang, banyak orang Indonesia memiliki akun facebook, tidak terkecuali para guru. Jangan sampai guru menulis kalimat bernada keluh kesah, mengumpat mencaci maki, atau memajang foto tidak senonoh di wall facebook. Facebook saat ini mungkin menjadi brand tersendiri untuk guru bagi siswanya, karenanya guru wajib berhati-hati membuat status atau memberi komentar,
Guru mestinya dapat mencintai profesinya sebagai guru, bersikap adil terhadap semua siswa, berlaku sabar dan tenang, menjaga kehormatan guru di hadapan siswa, dan mampu bekerja sama dengan guru lain atau anggota masyarakat, dan berbagai perbuatan terpuji lainnya. Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H