Bahkan pernah ada berita yang saya baca di media online, berita tentang kasus pemerkosaan perempuan yang mengakibatkan trauma mendalam pada korban. Justru ayah pelaku ingin korban dinikahkan dengan anaknya demi agar anaknya bisa bebas dari kasus hukum. Beruntung orang tua korban menolak usulan menikahkan anaknya. Sehingga proses hukum pun terus berlanjut.
Menikahkan korban pemerkosaan dengan pelaku pemerkosaan bukan solusi tapi justru menjadi malapetaka bagi korban pemerkosaan. Resiko yang harus ditanggung selain luka batin dan trauma yang tidak sembuh, jika setelah menikah tinggal di rumah suaminya yang notabene adalah pelaku pemerkosaan maka dia akan ikut dirundung oleh keluarga pelaku. Justru korban yang dianggap sebagai perusak masa depan pelaku, akhirnya mental korban akan semakin rusak.
Mengapa orang Indonesia memiliki kecenderungan meremehkan kasus pelecehan seksual ?
Banyak faktor sebenarnya hal ini terjadi, namun yang paling utama adalah orang Indonesia cenderung menganut sistem Patriarki. Patriarki adalah sistem sosial  yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasan  dan mendominasi dalam peran politik, pemerintahan, otoritas moral, hak sosial dan penguasaan properti.Â
Dalam tingkatan pribadi, Budaya patriarki ini adalah pemicu munculnya berbagai tindakan kekerasan dari laki-laki kepada perempuan. Hal ini tidak lepas karena laki-laki merasa diistimewakan oleh masyarakan sehingga merasa memiliki hak untuk mengekspolitasi tubuh perempuan.
Orang tua mengajarkan kepada anak-anak tanpa bekal pendidikan seks. Sehingga anak-anak tidak paham apa yang boleh dan tidak boleh disentuh orang lain padanya. Â Hanya beberapa tahun terakhir ini pendidikan seks pada anak diajarkan karena banyak kasus kejadian pelecehan seksual pada anak-anak baik anak perempuan dan anak laki-laki. Bahkan pelaku pelecehan seksual pada anak, pelakunya tidak jarang dari orang terdekat. Seperti ayah kandung, ayah tiri, paman, kakak, mau pun tetangga.
Saat saya masih SD, ada trend yang berkembang saat itu  anak laki-laki menempatkan kaca dibagian atas sepatunya. Kemudian sepatu itu ditempatkan dibawah rok anak perempuan sehingga celana dalam anak perempuan terlihat dari kaca. Dulu hal ini terlihat lucu, padahal ini sebenarnya adalah bentuk pelecehan seksual. Guru dan orang tua seharusnya mengajarkan  dan emmberikan pemahaman sejak dini tentang seksualitas.Â
Seksualitas bukan hal yang tabu untuk dipelajari, malah wajib diajarkan karena situasi anak-anak saat ini jauh berbeda dengan masa 20 tahun yang lalu. Tentunya mengajarkan seksualitas kepada anak harus dilihat tingkat usia anak untuk mencerna dan memahaminya.
Terjadinya kasus pelecehan seksual dari laki-laki kepada anak laki-laki seperti kasus artis S bisa terjadi karena pertama  kemungkinan pernah mengalami peristiwa yang sama. Kedua bisa juga karena pengaruh dari luar seperti tontonan video porno yang menampilkan hubungan seksualitas laki-laki dewasa dengan anak-anak.Â
Namun meskipun mereka pernah menjadi korban, ketika dia menjadi pelaku maka tidak ada pembenaran apapun atas perilakuknya. Jangan pernah membandingkan kasus pelecehan seksual yang pernah dialaminya, dengan kasus kejahatan seksual yang dihadapinya karena berbeda obyek yang mengalami kerusakan dan dampaknya.
Kasus kejahatan seksual memiliki dampak tidak hanya fisik korban, namun yang paling berbahaya adalah dampak mental. Bahkan bisa jadi korban di masa depan akan menjadi pelaku kasus kejahatan seksual yang baru jika tidak mendapatkan penanganan dan pendampingan psikologi.