Mohon tunggu...
Sulistiyo
Sulistiyo Mohon Tunggu... Guru - Praktisi pendidikan, pembelajar social and financial enterprise

Berbagi menjadi pelajaran dan pengalaman yang paling berkesan, sekaligus sumber utama meraih kebahagiaan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memuliakan Sesama dengan Penuh Cinta Kasih

4 November 2019   17:02 Diperbarui: 12 November 2019   13:50 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. pribadi: Siswa sepakat saling respek

Cinta kasih itu penuh keindahan. Orang yang hatinya penuh cinta kasih sangat lembut, penuh perasaan dan empati --bukan untuk dirinya- tetapi untuk orang lain. Cinta kasih menjadikan dia ikut menanggung malu sekiranya dia mempermalukan orang lain di depan publik. Dia juga tidak menginginkan agar orang lain nyaman, damai dan diliputi kebahagiaan.

Sepenggal kisah riwayat menarik ketika Rasulullah Muhammad SAW sedang berkumpul dengan sahabat di masjid. Saat sedang asyik ngobrol, terciumlah bau tidak sedap. Bau kentut tanpa bunyi. Sebagian besar sahabat mulai tidak nyaman dengan bau itu. Semua orang saling pandang, tatapan curiga dan tersipu. Lalu seseorang di antara sahabat berdiri untuk menyuruh sesiapa yang kentut agar berdiri. "Barang siapa yang kentut, berdirilah," ujar salah seorang sahabat. Semua terdiam, mirip mengheningkan cipta. Tidak seorang pun yang berdiri. Tentu saja orang yang kentut tersebut merasa malu.

Waktu bergulir, hingga menjelang waktu shalat berikutnya, masih jua tak ada seorang pun yang berdiri dan mengaku bahwa dirinya yang kentut. Para sahabat saling bisik, "Kita lihat siapa yang berdiri lalu berwudhu, pastilah ia orangnya yang kentut." Ujar satu sahabat pada yang lainnya, karena kentut membatalkan wudhu untuk shalat.

Tetapi tak ada yang beranjak dari tempat duduknya untuk berwudhu. Meski Bilal berdiri untuk mengumandangkan Adzan hingga selesai, tak ada satu pun orang yang berwudhu. Tentu makin malu orang tersebut.

Melihat keadaan itu, Rasulullah saw. Yang lembut hati dan memahami bahwa pasti orang yang kentut tadi merasa malu jika berwudhu seorang diri. Maka kemudian beliau berkata: "Tunggu dulu, Aku belum batal (wudhu), tapi saya hendak berwudhu lagi." Kata Rasulullah saw.

Sontak saja semua sahabat mengikuti Rasul untuk berwudhu. Dengan begitu, tidak diketahui siapa orang yang kentutv dengan bau tak sedap. Begitulah Rasulullah SAW menutup aib seseorang. Menjaga dengan kasih agar orang tidak malu dan sedih di depan umum.

Kasus Serupa

Nabi Muhammad SAW dicintai banyak orang. Tak terkecuali seorang budak perempuan bernama Barirah. Perempuan miskin ini berharap sekali Rasulullah dapat berkunjung ke gubuknya. Tetapi karena keadaan, dipendamnya niatan  untuk mengundang Rasul karena di gubuk reyotnya memang tak tersedia apa-apa.

Suatu hari Barirah menerima makanan cukup mewah dari salah seorang sahabatnya. Makanan yang lezat ini belum pernah ia nikmati sepanjang hidup. Ingin dia mencicipi. Tetapi terlintas wajah Rasul, teringat dia akan keinginannya mengundang Rasulullah SAW. Mumpung ada makanan yang bisa disuguhkan untuk Kanjeng Nabi sekaligus pemimpin mulia yang selalu dia rindukan mampir di gubuknya.

Begitu diundang, Rasulullah pun datang bersama beberapa sahabatnya. Menyaksikan hidangan enak dan mahal tersebut, para sahabat bertanya: bagaimana mungkin budak perempuan ini membeli makanan semahal ini.

Demi mengingatkan Rasulullah, mereka menyampaikan usul, "Wahai Rasulullah mungkin saja ini makanan zakat atau sedekah. Sedangkan engkau tidak boleh memakan zakat dan sedekah. Jadi Engkau jangan memakannya, ya Rasulullah," kata sahabat.

Kecintaan Barirah yang menggebu menjadikannya lupa bahwa Rasulullah tak menerima zakat dan sedekah. Mendengar ucapan sahabat tersebut, hati Barirah berkecamuk. Perasaan takut, gelisah, malu, dan sedih kini merusak kegembiraannya. Menyajikan hidangan yang diharamkan bagi Rasulullah adalah kesalahan fatal. Malu sekali, dan tak tahu harus berkata apa. Mimik wajah dan air mata Barirah menggenang.

Melihat kondisi tersebut, Rasulullah tersenyum. Senyum yang sangat manis. Lalu dengan lembut dan bijak beliau berucap, "Makanan ini memang sedekah untuk Barirah, dan karenanya sudah menjadi milik Barirah. Kemudian, Barirah menghadiahkannya kepadaku. Maka aku boleh memakannya."

Lalu Beliau pun makan dengan lahap, dan Barirah pun tersenyum lega.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun