Mohon tunggu...
Ridho Ris Junior
Ridho Ris Junior Mohon Tunggu... -

aktif menuntut ilmu di fakultas ilmu sosial dan humaniora UIN Sunan Kalijaga. \r\n\r\nman jadda wajada

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Saparan Bekakak, Sembelih Manten

29 Desember 2014   23:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:13 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jogja daerah istimewa ini selalu menyuguhkan berbagai suguhan, dari bentangan alamnya yang indah, orang-orangnya yang ramah sampai dengan kebudayaan-kebudayaan uniknya. Jogja di kenal sebagai salah satu kota kebudayan di Indonesia, berbagai kebudayaan dari kebudayaan asli jogja, atau kebudayaan yang sudah berakulturasi sampai yang sudah berasimilasi terdapat di jogja.

Kebudayaan yang terdapat banyak di jogja salah satunya adalah saparan bekakak. Saparan bekakak ini di adakan setiap. Acara bekakak ini di adakan di kabupaten sleman tepatnya di daerah gamping kidul, gamping sekitar 15 menit dari jalan malioboro atau 0 km jogja ke arah barat. upacara budaya saparan bekakak ini merupakan salah satu event besar di kabupaten sleman yang di adakan setiap tahun

Sejarah singkat, Konon, ritual yang diadakan pada Jumat minggu ketiga di bulan Sapar, Kalender Jawa itu, tak lepas dari cerita abdi dalem Pangeran Mangkubumi (Sri Sultan Hamengkubuwo I) yang bernama Ki Wirosuto.

Saat Kraton Yogyakarta mulai membangun, para abdi dalem tinggal di pesanggrahan Ambarketawang, namun Ki Wirosuto memilih tinggal di gua yang ada di Gunung Gamping. Karena lebih memilih tinggal di gunung, Ki Wirosuto mendapat tugas untuk menjaga Gunung Gamping yang ada di Ambarketawang.

Suatu hari terjadi musibah besar yang menyebabkan Gunung Gamping longsor. Ki Wirosuto hilang terkena longsoran gunung, namun jasadnya tidak ditemukan saat dilakukan pencarian.

Masyarakat sekitar, kala itu yang pekerjaannya mengambil batu kapur di Gunung Gamping selalu mendapat musibah. Tidak sedikit yang meninggal karena terkena longsor saat mengambil batu kapur. Mitos yang beredar penunggu di Gunung Gamping kala itu meminta tumbal dua pasang pengantin setiap tahun. Kalau tidak diberi, masyarakat akan terus mengalami musibahPermintaan tumbal dua pasangan pengantin itu jelas membuat masyarakat kala itu resah dan sampai di telinga Raja Kraton Yogyakarta.

Pangeran Mangkubumi kala itu menyiasati dengan Bekakak. Sepasang pengantin untuk persembahan di Gunung Ambarketawang dan sepasang pengantinnya di Gunung Keliling

Para warga sekitar sangat antusias bahkan tidak hanya masyarakat sekitar yang antusias dengan bekakak saparan ini dari luar kota pun rela hadir untuk melihat saparan bekakak ini. Ring road barat pun menjadi macet khususnya daerah jalan wates km. 5

Upacara bekakak ini menggunakan kalender jawa namun upacara bekakak ini selalu jatuh pada hari jumat. Acara ini di mulai dari kamis malam, di upacara adat ini terdapat ogoh-ogoh atau patung, ogoh2 yang menjadi mascot di bawa ke lapangan gamping. Di sana lalu ada upacara budaya seperti jatilan, reog dan lain lain. Dan satu lagi selain upacara kebudayaan di sana juga terdapat pasar malem yang semakin meramaikan suasana malam itu.

Setelah upacara malam selesai lalu lanjut pada acara intinya yaitu pada hari jumat, acara ini di mulai sekitar pukul 2 siang, upacara kebudayaan ini juga mengundang beberapa sekolah dan wakil dari kelurahan untuk menampilkan kebudayaan atau ke unikan budaya setempat.

Setelah sambutan dan doa-doa, ogoh ogoh dan macam-macam kebudayaan lalu di arak dari lapangan gamping dengan rute lap gamping  lalu kearah jalan wates lalu ke timur kearah ring road barat lalu ke selatan arah universitas  umy dan berakhir di gunung gamping.

Berbagai kekreatifan ogoh-ogoh seperti genderuwo, naga, dan lain lain sepanjang jalan atau rute yang dilalui penuh sesak dengan banyak orang.

Di puncak acaranya ada dua pasang pasangan yang di sembelih, yang pertama di sembelih di daerah ringroad barat 300 meter ke utara dari stikes a yani yaitu di gunung keliling. Lalu pasangan manten yang kedua di sembelih di gunung gamping Dan sepasang manten yang kedua di sembelih di gunung gamping, inilah puncak acara saparan bekakak itu. Iya pasangan manten, tapi jangan berfikiran buruk dulu, maten ini bukan mantan manusia asli namun sepasang ogoh-ogoh yang menyerupai manten dan di dalahnya ada seplastik darah dan ketoka di sembelih mantennya akan terlihat asli seperti menyembelih manusia, upacara adat ini dulunya di maksudkan untuk menolak bala di daerah gamping tersebut, namun berkembangnnya zaman upacara adat itu pun kini di lestarikan sebagai kebuayaan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun