Mohon tunggu...
Ridho Rasyanda
Ridho Rasyanda Mohon Tunggu... -

Part-time Writer

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

TEKAN TRANSMIGRASI = TEKAN LEDAKAN PENDUDUK?

22 Desember 2014   17:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:43 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dewasa ini, tak dapat dipungkiri Samarinda merupakan salah satu ladang tujuan atau kawah candra dimuka terkait transmigrasi bagi para pencari rezeki (baca : perantau). Tujuan mereka tentulah semata-mata hanya satu hal : mencapai tingkat tertinggi dari hierarki Maslow yaitu aktualisasi diri. Sebagai ibukota provinsi Kalimantan Timur, Samarinda merupakan pusat perdagangan, maka tersedia lahan dan peluang usaha serta pengembangan, termasuk di dalamnya adalah industri. Faktor ini lah yang kemudian membuat Samarinda mempunyai daya tarik yang besar, baik bagi masyarakat di kabupaten / kota lainnya di Kalimantan Timur, maupun bagi masyarakat di luar Kalimantan Timur. Dengan demikian pertumbuhan penduduk di kota Samarinda terjadi baik karena pertumbuhan alami maupun karena urbanisasi dan migrasi.

Tak heran, hingga tahun 2014 ini Samarinda mengalami pembengkakan jumlah penduduk dan dinobatkan sebagai kota dengan tingkat pertumbuhan penduduk tertinggi nasional (pertumbuhan penduduk kota Samarinda sejumlah 3,5% per tahun dari angka nasional sebesar 1,49% per tahun). Untuk tahun ini berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Samarinda, per Agustus 2014 jumlah penduduk Samarinda mencapai 805.688 jiwa dari luas wilayah sebesar 718 . Dan diprediksikan akan menembus angka 1 juta pada 2020!

Melihat fakta ini, berdasarkan buku Cities of The World karya Stanley D. Brun dan Jack F. Williams, di salah satu sub-bab mengenai kota-kota representatif di era modern ini, muncul lah satu nama kota yang sepertinya menjadi ‘panutan’ dari apa yang dialami Samarinda, yaitu Seoul. Seoul merupakan kota pusat utama yang amat vital dalam roda pergerakan ekonomi Korea Selatan. Hal ini dikarenakan Seoul memiliki pendapatan per kapita lebih dari dua kali lipat pendapatan negara. Hal ini tentunya terkesan amat sangat menggiurkan bagi para pendatang yang ingin mengadu nasib. Inilah yang kemudian terjadi pula di Samarinda. Kini pendapatan per kapita Samarinda berada di atas pendapatan per kapita rata-rata Provinsi Kalimantan Timur yakni di antara Rp. 653.000,00-Rp. 654.000,00 dengan trend yang terus meningkat. Logikanya adalah, ketika pendapatan per kapita suatu kota itu tinggi, maka efek domino yang terjadi adalah meningkatnya

Menurut Wakil Walikota Samarinda saat ini, Nusyirwan Ismail, pemerintah kota Samarinda tidak bisa melarang orang atau perantau untuk datang ke Samarinda karena meski bagaimana pun Samarinda adalah bagian dari Negara Kepulauan Republik Indonesia (NKRI). Pernyataan ini juga turut didukung oleh pendapat salah satu pengamat ekonomi Kalimantan Timur, Aji Sofyan Efendi. Menurut beliau, derasnya arus transmigrasi tersebut merupakan sebuah kewajaran mengingat Samarinda merupakan ibukota provinsi dan tingkat perekonomiannya terus berkembang. Percaya atau tidak, Samarinda kin menjadi ibukota dengan tingkat heterogenitas yang tinggi dari segi kesukuan (Jawa, Bugis, dan Banjar merupakan tiga peringkat teratas dibanding suku asli Kalimantan Timur).

Dengan meningkatnya jumlah penduduk tersebut, daya saing pun akan semakin tinggi yang tidak menutup kemungkinan Samarinda akan menjadi daerah dengan jumlah gelandangan, pengemis maupun anak jalanan tertinggi dari daerah lainnya. Jika pendatang tak dibekali kemampuan ataupun perbekalan mumpuni, dapat dipastikan bahwa mereka akan ‘kalah sebelum berperang’. Untuk itu, diharapkan pemerintah mampu menerapkan solusi-solusi sepertimengurangi kepadatan penduduk dengan program transmigrasi, yaitu dengan menyebar penduduk pada daerah-daerah yang memiliki kepadatan penduduk rendah sehingga diharapkan mampu menekan laju pengangguran akibat tidak sepadan antara jumlah penduduk dengan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia, atau meningkatkan produksi dan pencarian sumber makanan untuk mengimbangi jangan sampai persediaan bahan pangan tidak diikuti dengan laju pertumbuhan. Atau solusi terakhir yang paling mutakhir : membekali perantau dengan keahlian-keahlian tertentu agar tak kalah saing dengan penduduk berkompeten lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun