Budaya jam karet telah menjadi kebiasaan buruk pada sebagian besar masyarakat Indonesia. Budaya jam karet adalah kebiasaan tidak disiplin waktu dan sering terlambat dari waktu yang disepakati. Menurut penelitian dari Roto et al.(2020) lebih dari 80% responden Indonesia menyatakan pernah berada dalam situasi perjanjian waktu yang tidak tepat itu. Fenomena jam karet memang sudah mengakar kuat dalam kehidupan kita sehari - hari di lingkungan kerja, bisnis, masyarakat, sekolah dan lain - lain. Isu ini jika dibiarkan terus - menerus tanpa upaya preventif dapat memberikan efek negatif bagi pelakunya maupun hubungannya dengan orang lain. Secara psikologis, jam karet dapat menyebabkan tekanan mental dan emosional yang serius. Hal ini juga berdampak negatid bagi citra bangsa Indonesia yang dipandang rendah dimata Internasional karena tidak disiplin waktu, integritas dan martabat bangsa menjadi pertaruhannya.
Oleh karena itu, artikel ini akan membahas tentang implikasi - implikasi psikologis yang ditimbulkan dari budaya ini bagi para pelakunya maupun masyarakat umum. Kemudian yang kedua tentang solusi dan langkah preventif untuk mengatasi budaya negatif ini dari berbagai level mulai dari individu, organisasi hingga masyarakat luas.
A. Implikasi Psikologis Budaya "Jam Karet"
Tingkat Individu :
Pada tingkat Individu budaya jam karet telah memberikan sejumlah dampak negatif seperti :
- Konsep Waktu yang Rusak: Keterbiasaan untuk tetap santai meskipun sudah terlambat mengakibatkan konsep waktu yang             terdistorsi.Â
- Penurunan Motivasi dan Produktivitas: Kebiasaan ini dapat mengurangi tingkat motivasi dan produktivitas diri karena kurangnya     tanggung jawab terhadap waktu.Â
- Perfeksionisme dan Frustrasi: Adanya kecenderungan meningkatnya perfeksionisme sebagai respons terhadap tekanan waktu yang   terus menerus, yang pada akhirnya dapat berujung pada tingkat frustrasi yang tinggi.
Hubungan Antar - Individu :
Dalam konteks hubungan antar individu, baik di lingkungan kerja maupun sosial, budaya "jam karet" dapat menyebabkan dampak psikologis seperti:
- Rasa Kesal dan Konflik: Keengganan untuk mematuhi jadwal dapat menimbulkan rasa kesal dan konflik antara rekan kerja atau        teman.
- Hambatan Kerja Sama Tim: Jadwal yang selalu berubah-ubah dapat menghambat kerja sama tim karena kesulitan untuk               merencanakan dan berkoordinasi.
- Penurunan Kepercayaan dan Kredibilitas: Budaya ini dapat menurunkan tingkat kepercayaan antar sesama dan juga tingkat            kredibilitas dalam suatu tim atau komunitas.
- Kesulitan Membuat Kesepakatan yang Mengikat: Jadwal yang tidak teratur membuat sulit untuk mencapai kesepakatan yang          mengikat, sehingga dapat menghambat progres dan pencapaian tujuan bersama.
Tingkat Masyarakat :
Secara makro, dampak budaya "jam karet" di tingkat masyarakat luas mencakup:
- Merusak Citra Bangsa di Dunia: Keterlambatan dan kurangnya disiplin dianggap merusak citra bangsa di mata dunia internasional.
- Menciptakan Stereotip Negatif: Budaya ini menciptakan stereotip negatif terhadap orang Indonesia sebagai bangsa yang kurang      disiplin dan cenderung bekerja seenaknya sendiri.
- Penurunan Daya Saing Global: Dalam konteks bisnis dan investasi, kurangnya disiplin waktu dapat menurunkan daya saing - Â Â Â Â Â Â Â Â Â Indonesia dalam menarik investasi asing dan menjalin kemitraan bisnis global.
- Dengan memahami dampak psikologis ini, masyarakat dapat lebih berkesadaran untuk mengubah budaya "jam karet" menjadi        budaya kerja yang lebih disiplin dan efisien.
B. Solusi Preventif Budaya "Jam Karet"
Level Individu:
- Terapi Perilaku Kognitif: Mengadopsi terapi perilaku kognitif untuk merubah cara berpikir dan mindset individu terhadap nilai         waktu, membangun kesadaran akan pentingnya kedisiplinan.Â
- Manajemen Waktu Pribadi yang Baik: Menerapkan manajemen waktu pribadi dengan menggunakan metode yang sesuai seperti       bullet journal, agenda, atau kalender untuk membantu individu mengatur dan mengontrol penggunaan waktu mereka.Â
- Disiplin Diri: Membangun disiplin diri dari hal-hal kecil, seperti datang lebih awal dan patuh pada deadline, sebagai langkah awal      menuju kebiasaan tepat waktu.
Level Organisasi:
- Aturan Tegas dari Pimpinan: Pimpinan perusahaan atau institusi pendidikan dapat memberlakukan aturan yang tegas terkait          dengan kedisiplinan waktu, memberikan klarifikasi bahwa kebiasaan "jam karet" tidak diterima.Â
- Penggunaan Sanksi: Memberlakukan sanksi terhadap karyawan atau siswa yang sering terlambat sebagai upaya untuk                 meningkatkan tanggung jawab individu terhadap waktu.Â
- Reward untuk Tepat Waktu: Memberikan penghargaan atau reward bagi individu yang konsisten tepat waktu sebagai bentuk           apresiasi dan penguatan positif.Â
- Lingkungan Kerja yang Mendukung: Membangun lingkungan kerja yang kondusif, di mana nilai kedisiplinan waktu dijunjung tinggi   dan menjadi bagian dari budaya organisasi.
Level Masyarakat:
- Kampanye Nasional: Meluncurkan kampanye nasional untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya budaya disiplin   waktu, dengan menyajikan informasi dan fakta dampak buruk dari budaya "jam karet".Â
- Penyuluhan dan Sosialisasi: Melakukan penyuluhan dan sosialisasi sejak dini kepada anak dan remaja tentang dampak negatif dan     nilai positif dari kedisiplinan waktu.Â
- Slogan dan Poster di Tempat Umum: Menyebarkan slogan dan poster di tempat umum sebagai pengingat akan pentingnya             kedisiplinan waktu dalam kehidupan sehari-hari.Â
- Teladan dari Tokoh Masyarakat: Mendorong tokoh masyarakat dan pemerintah untuk memberikan dukungan dan menjadi teladan    nyata dalam menerapkan budaya tepat waktu, sehingga dapat memotivasi masyarakat secara luas.
Budaya jam karet telah menjadi kebiasaan buruk yang melekat kuat dalam masyarakat Indonesia. Fenomena ini memberikan dampak negatif yang luas, baik secara psikologis pada tingkat individu, hubungan antar individu, maupun citra bangsa secara keseluruhan. Dampak-dampak tersebut meliputi distorsi konsep waktu, penurunan motivasi dan produktivitas, hingga merusak citra Indonesia di kancah internasional.
Oleh karena itu, upaya preventif perlu dilakukan secara menyeluruh di berbagai level untuk mengatasi akar permasalahan ini. Dimulai dari terapi perilaku individu, penerapan aturan tegas di institusi, hingga peluncuran kampanye nasional. Tujuan utamanya adalah menanamkan nilai pentingnya kedisiplinan waktu dan tanggung jawab individu terhadap waktu. Dengan demikian, Indonesia dapat membangun budaya kerja yang lebih efisien dan meningkatkan daya saingnya di dunia global. Perubahan perilaku harus dimulai dari tingkat individu hingga kebijakan di level nasional.
Daftar Bacaan
Roto, A.V., Mahendra, A., & Saputra, W.N. (2022). Survei Perilaku Jam Karet Masyarakat Indonesia. Jurnal Manajemen Waktu Indonesia. Vol. 8 No. 2, hal 132-145.
Suryani, P. (2021). Hubungan antara Perilaku Terlambat dengan Penurunan Produktivitas Kerja. Jurnal Psikologi Industri. Vol 4 No. 1, hal 56-63.
Rahman, F. (2020). Mengatasi Budaya Jam Karet di Tempat Kerja. HR Today: Media Informasi SDM Terkini. Diakses dari www.hr-today.com pada tanggal 3 Januari 2023.
Permata, R.D. (2018). "Indonesia Terlambat": Citra Bangsa dalam Pusaran Jam Karet. Opini Minggu, Kompas 31 Desember 2018. Diakses dari www.kompas.com pada tanggal 4 Januari 2023.
Agustina, D.R. (2017). Pengaruh Jam Karet terhadap Stereotip Orang Indonesia di Mata Asing. Skripsi. Departemen Psikologi, Universitas Indonesia.
Badan Pusat Statistik (2022). Survei Persepsi Masyarakat tentang Kesadaran Budaya Antri. Berita Resmi Statistik No. 137/11/Th. XXV.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI