Dalam kehidupan sehari-hari, acapkali kita dihadapi oleh berbagai macam masalah dan tantangan yang ditemui. Entah itu persoalan pekerjaan, keluarga, pendidikan dan lain sebagainya. Akan tetapi, tidak semua orang mampu menangani masalah tersebut dengan baik.
Hal ini mempengaruhi kesehatan mental dari individu. Terkadang hal ini menimbulkan berbagai kondisi yang menganggu kesehatan mental dari seseorang. Stres, depresi, frustrasi bahkan sampai tindakan bunuh diri merupakan dampak yang begitu serius yang hadir ketika mental seseorang terganggu.
Dilansir dari World Population Review di tahun 2023, Indonesia menyumbangkan 9.162.886 kasus depresi dengan prevalensi 3,7 persen. Di sisi lain, jumlah penduduk Indonesia setiap tahun bisa bertambah sampai lebih dari 3 juta jiwa yang kini sudah menyentuh total 279.603.567 jiwa. Kemungkinan angka penduduk depresi akan jauh lebih besar lagi. Selain itu, sekitar 16 juta orang berusia 15 tahun ke atas, ditemukan kasus bunuh diri yang diawali gejala kecemasan dan depresi oleh pelakunya.
Angka ini menunjukkan fakta yang miris terkait dengan kesehatan mental pada masyarakat Indonesia. Terlebih lagi, kesehatan mental merupakan salah satu aspek terpenting dalam diri seorang manusia yang membuat seseorang mampu untuk menjadi individu yang sejahtera secara psikologis.
Oleh karenanya, sudah seharusnya kesadaran untuk menjaga kesehatan mental merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kesehatan secara keseluruhan. Karena menjaga kesehatan mental berarti juga menjaga keseimbangan dan kualitas hidup kita. Namun, terdapat masalah yang dihadapi terkait dengan isu kesehatan mental yakni akses terhadap layanan psikologi yang masih cukup kurang mendapatkan perhatian.
Fakta menunjukkan bahwa hingga Oktober 2021, jumlah psikiater di Indonesia hanya ada 1.053 orang (kemenkes.go.id, 2021). Sementara psikolog klinis yang aktif di Indonesia per Oktober 2023 berjumlah 2.917 orang (ipkindonesia.or.id, 2023). Dengan demikian, 1 psikiater harus melayani 250.000 penduduk, dan 1 psikolog klinis harus melayani sekitar 90.000 penduduk. Rasio ini masih jauh dari standar WHO yang mensyaratkan rasio psikiater dan psikolog klinis dengan jumlah penduduk idealnya 1:30.000.
Selain itu, masih ada provinsi yang belum memiliki RSJ dan belum semua rumah sakit umum (RSU) milik pemerintah telah menyelenggarakan layanan kesehatan mental. Data Kemenkes 2019 menyebutkan bahwa puskesmas yang mampu melayani kesehatan mental sebanyak 4.766 puskesmas (46,18%).
Berdasarkan hasil riset yang telah dipaparkan, kita bisa melihat bahwa masih didapati terkait dengan keterbatasan dalam akses fasilitas pelayanan kesehatan mental baik itu dari segi tenaga kesehatan maupun dari segi fasilitas secara fisik sehingga hal ini mempengaruhi akses masyarakat dalam mendapatkan layanan kesehatan mental.
Sebenarnya, apabila akses layanan psikologi yang jauh lebih mudah dijangkau oleh semua orang, masyarakat dapat lebih peduli dan memahami pentingnya kesehatan mental. Layanan psikologi tidak hanya diperlukan ketika kita mengalami masalah, tetapi juga dapat membantu kita untuk meningkatkan taraf kesejahteraan dan kualitas hidup secara keseluruhan.
Selain itu, tidak semua orang memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah secara mandiri. Dalam kasus yang lebih kompleks, diperlukan bantuan dari ahli psikologi, baik itu psikolog maupun psikiater untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi. Akses layanan psikologi yang dapat dijangkau oleh semua orang akan memudahkan individu untuk mencari bantuan yang mereka butuhkan.