Dan perempuan merasa solider jika bertemu dengan orang yang sedang mengkonsumsi produk yang sama. Bagi Bourdieu, mengapa dalam kekerasan simbolik yang dikuasai menerima dan merasa solider dengan yang menguasai dalam konsensus yang sama tentang tatanan yang ada. Jadi, ada semacam persetujuan dari pihak yang dikuasai.
Dialektika hubungan antara yang subyektif dan obyektif tersebut merupakan dimensi pertama habitus yang terdiri dari dimensi prakseologis (arah orientasi sosial) dan dimensi afeksi (cita-cita, selera).
Hexis Badaniah Perempuan
Habitus perempuan era modern selalu memunculkan selera bagi dirinya berdasarkan orientasi mengkonsumsi produk kecantikan. Dimensi tersebut melahirkan bentuk habitus yang lain yaitu, Hexis Badaniah.
Dikatakan hexis Badaniah bila berhubungan dengan sikap atau posisi khas tubuh, disposisi badan, yang diinteriorisasikan secara sadar dan tidak sadar oleh perempuan sepanjang hidupnya. Misalnya, mempercantik dirinya berdasarkan apa yang ia lihat, dengar dan rasakan dari suatu produk kecantikan dan lain sebagainya.
Tindakan beberapa kaum perempuan yang disandera oleh produk kecantikan mendorong dirinya yang digerakkan dari luar dirinya dan bertindak kedalam lingkungannya, sehingga arena perjuangan perempuan untuk mendapatkan produk kecantikan yang diinginkan menjadi sangat menentukan dirinya karena dalam suatu masyarakat ada yang menguasai dan ada yang dikuasai.
Kapitalisasi Tubuh Perempuan
Dalam semua masyarakat, selalu ada yang menguasai dan dikuasai. Hubungan dominasi ini tergantung pada situasi, sumber daya (kapital) dan strategi pelaku. Pemetaan hubungan kekuasaan didasarkan atas kepemilikan kapital-kapital dan komposisi kapital tersebut. Kapital ekonomi merupakan sumber daya yang bisa menjadi sarana produksi dan sarana finansial, yang didalam terdapat strategi menguasai pasar. Hal ini tidak terlepas dari semua elemen masyarakat sebagai pelaku ekonomi baik itu laki-laki maupun perempuan.
Merujuk pada argumentasi diatas, maka perbedaan tersebut mengafirmasi identitas khas kaum perempuan dan laki-laki dana memaksakan kepada semua dengan legitimasi suatu visi tentang dunia. Pada tulisan ini, lebih membahas tentang visi perempuan sebagi korban kapitalis. Sasaran kapitalis terhadap perempuan adalah tubuh. Keindahan tubuh perempuan menjadi identitas khas yang dibaca oleh kapitalis sebagai agen penumpukan kekayaan.
Tidak dapat dihindarkan, era modern membuat perempuan secara sadar dan sukarela menyerahkan dirinya secara utuh kepada pemilik modal untuk dijadikan bintang iklan produk kecantikan yang pada akhirnya melahirkan selera dan obsesi dikalangan perempuan. Hal ini tidak terlepas dari laki-laki baik pemilik modal maupun penikmat tubuh perempuan. Secara subyektif, perempuan diatur dan teratur dan menjadi buah dari kepatuhan kapitalis akan tuntutan-tuntutan yang diinginkan Kapitalis.
Tubuh perempuan yang kemudian diterjemahkan oleh kapitalis sebagai "kemampuan" mengintegrasikan perempuan kedalam sirkulasi elit-elit kapital. Tubuh perempuan dijadikan kendaraan untuk mengangkut pengikut, uang dan posisi elit kapital. Posisi perempuan tergantung pada kepemilikan besarnya dan struktur kapital. Mejadi baku jika bentuk tubuh perempuan harus sesuai dengan selera elit kapital untuk dijadikan motor pengangkut kekayaan.
Doktrin materialisme dimainkan didalam tubuh perempuan. Dengan doktrin tersebut perempuan dibayar lebih murah daripada tubuhnya mahal dan bahkan tak ternilai, karena sejatinya seperti yang dikatakan oleh Rumi "Perempuan bukanlah manusia biasa dia (pencipta)" sebab dalam diri perempuan terpancar keindahan Tuhan sebagai rahim peradaban.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H