Mohon tunggu...
Ridho Putranto
Ridho Putranto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pembelajar

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah” (Pramoedya Ananta Toer)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Islam dan Humanisme: Mendedah Kembali Nilai Kemanusiaan di Era Pasca Modern

6 Januari 2023   18:05 Diperbarui: 6 Januari 2023   18:14 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Agama Islam, ajaran yang dibawakan oleh Muhammad SAW sebagaimana yang diketahui adalah agama yang rahmatan lil' alamin (rahmat bagi alam semesta). Sebagai rahmat bagi alam semesta, ajaran islam memuat pokok-pokok bahasan universal sebagai inti dari ajaran islam itu sendiri. Diantara pokok bahasan tersebut, nilai yang paling sentral dibahas adalah terkait dengan nilai-nilai kemanusiaan. Nilai kemanusiaan yang merupakan manifestasi dari konsep hubungan manusia dengan sesama manusia sangat relevan apabila kita melihat realitas kehidupan yang berorientasi pada pasca-modern seperti saat ini.

Kemanusiaan dalam konteks islam sudah tentu didasari oleh paham tauhid atau paham monoteisme sebagai landasan ontologis dalam mengimplementasikannya. Paham tauhid sendiri berupaya untuk membebaskan manusia dari kecenderungan yang menghilangkan derajat dirinya sebagai seorang wakil Tuhan di bumi (khalifatullah fil ardh). Oleh karenanya, tauhid sendiri bermakna sebagai landasan utama dari nilai kemanusiaan. Di tengah kemajuan zaman seperti saat ini, kehidupan sosial-budaya menunjukkan suatu kondisi dimana dibutuhkannya amalan praksis dari paham keagamaan.

Era pasca modern ditandai dengan berubahnya orientasi berkehidupan yang diakibatkan oleh majunya perkembangan ilmu pengetahuan sebagai sebuah ciri dari modernisme. Seperti yang kita sudah rasakan sendiri, beberapa dasawarsa ini kita disuguhkan oleh betapa menakjubkannya ilmu pengetahuan mengubah jalannya kehidupan umat manusia. Namun, ilmu pengetahuan dewasa ini adalah ilmu pengetahuan yang didasari oleh etika barat yang "kering" akan nilai-nilai spiritual. Ini yang menjadi problematika apalagi bangsa Indonesia sekarang bukan berada di zaman yang menganggap modernisasi adalah hal yang asing lagi.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah hal yang tak bisa kita pungkiri kehadirannya. Kehadiran IPTEK banyak memberikan dampak positif. Namun disisi lain, kemajuan IPTEK juga memberikan ekses-ekses negatif bagi kehidupan manusia terkhususnya masalah moral dan akhlak. Contoh kongkrit yang mungkin kita bisa lihat adalah degradasi moral akibat penggunaan media sosial atau umat beragama yang kehilangan daya intelektualnya dalam menyikapi permasalahan hidup sehari-hari. Ini merupakan permasalahan serius yang harus dicari solusinya karena jika tidak akan mempengaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Berdasar dari sejarah, pada abad ke-16 di eropa, munculah sebuah paham baru, paham yang dimana manusia merupakan titik sentral dalam kehidupan (antroposentris) sebagai bentuk perlawanan dari pengekangan pihak gereja saat itu yang terlalu otoriter dan tiranik. Paham "humanisme" yang cenderung sekuler inilah yang melahirkan abad baru yaitu abad renaisans (enlightenment) atau abad pencerahan di eropa kala itu. 

Humanisme memicu gerakan revolusi industri di Inggris yang mereformasi IPTEK sampai saat ini dan revolusi perancis di Perancis yang mengubah tatanan struktur sosial kemasyarakatan yang terkenal dengan semboyannya yaitu Liberte-Egalite-Fraternite (Kebebasan-Persamaan-Persaudaraan). Humanisme masih digaungkan sampai saat ini dan merupakan fondasi dari zaman pasca modern.

Namun, apa kaitan antara humanisme dari barat yang cenderung sekuler dengan islam yang bertumpu pada paham ketuhanan?. Seperti yang kita ketahui bersama, agama memiliki nilai-nilai eksoterik yang sifatnya universal dan dapat diterima oleh setiap manusia tanpa terkecuali. Nilai-nilai tersebut antara lain seperti yang sudah disebutkan diatas adalah nilai kemanusiaan. Meskipun memiliki perbedaan yang sangat kontras, namun ada titik persamaan antara islam dan humanisme.

Humanisme dalam Islam dibangun di atas dasar kemanusiaan yang murni diajarkan oleh kitab suci Al-Qur'an. Konsep Islam mengajarkan kepada umatnya bahwa Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang tidaklah menciptakan sesuatu dengan sia-sia, termasuk manusia. Konsep inilah yang menjadi pembeda antara humanisme Islam dan humanisme barat. Humanisme dalam islam tidaklah bersifat ekstrim, tidak mendewakan maupun merendahkan kedudukan manusia, sebaliknya Islam menempatkan manusia pada proporsi yang sebenarnya.

Sebagaimana tertulis dalam QS. Al-Hujurat ayat 13 yang berbunyi:

"Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti" (QS. 49:13).

Ayat ini menjelaskan bahwa yang namanya perbedaan merupakan sebuah keharusan (taqdir). Allah SWT menunjukkan kekuasaannya dengan menciptakan manusia yang bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar saling mengenal dan saling menjalin ikatan tali persaudaraan sebagai sesama manusia dan bukan malah sebaliknya. Maka dari itu, tugas utama sebagai seorang manusia adalah bagaimana menumbuhkan rasa kepekaan dengan lingkungan sosial yang dalam hal ini adalah manusia lainnya. 

Entah dia seiman atau tidak, sebangsa atau tidak, sesuku atau tidak, seras atau tidak, setidaknya kita dapat menunjukkan wajah islam yang sebenarnya yaitu rahmatan lil' alamin yang menjunjung tinggi rasa cinta, kasih sayang dan perdamaian bagi sesama umat manusia.

Dan ini telah dipraktikkan langsung oleh sang suri tauladan kita, Nabi Muhammad SAW ketika beliau menjadi pemimpin di kota yang sekarang kita kenal sebagai Madinah atau yang dulunya dikenal sebagai Yatsrib. Disana, beliau menciptakan suatu bentuk komunitas masyarakat yang bertumpu pada pengamalan nilai-nilai ajaran agama secara substantif dan bukan hanya sekadar formalistik. Tipe masyarakat yang dimaksud adalah "masyarakat madani" yang memegang prinsip-prinsip fundamental kemanusiaan seperti contohnya ialah asas persamaan derajat manusia (egalitarianisme).

Masyarakat madani (civil society) menciptakan suatu masyarakat berperadaban yang diakui oleh seorang sosiolog berkebangsaan Amerika, yakni Robert N. Bellah yang menyatakan bahwa masyarakat madani yang dibentuk oleh Rasulullah SAW di Madinah merupakan bentuk awal dari negara demokrasi modern. Ini merupakan pelajaran historis yang penting bagi umat islam terkhususnya.

Kembali lagi ke pokok permasalahan, kehidupan sosial-budaya di era pasca modern berbeda dengan era-era sebelumnya. Di era pasca modern, isu kemanusiaan adalah isu yang sering disuarakan oleh para aktivis mengingat banyak sekali isu-isu kemanusiaan yang digugat seperti pelanggaran hak asasi manusia (HAM), kekerasan dengan motif rasisme & gender, perang yang berkepanjangan, konflik dengan sentimen anti-SARA, dll. 

Humanisme ala barat yang cenderung sekuler dianggap gagal dalam mengatasi berbagai penyimpangan kemanusiaan yang ada. Term humanisme di zaman sekarang telah dikuasai oleh beberapa golongan tertentu yang dipakai untuk melanggengkan kepentingan mereka. Dalam artian, humanisme sudah tidak lagi humanis.

Disinilah peran dari agama islam untuk bagaimana menjadi pilar untuk meneguhkan kembali etos kemanusiaan. Karena spirit humanisme yang diajarkan oleh islam adalah kemanusiaan yang dilandasi oleh ketuhanan (habluminannas wal hablumminallah) sehingga segala bentuk amalan yang bersifat kemanusiaan dalam islam, tidak bertentangan dengan nilai-nilai syariat yang ada.

Ilmu pengetahuan sebagai ciri dari modernisasi memiliki tanggung jawab etika dalam pembentukan karakteristik manusia yang lebih unggul demi terwujudnya peradaban modern (modern civilization) di masa yang akan datang. Untuk terciptanya peradaban modern, tugas dari ilmu pengetahuan harus menjadi suatu agen revolusi mental yang berlandaskan asas ketuhanan dan asas kemanusiaan. 

Dan yang terakhir, sebagai manusia yang beragama dan memiliki dorongan untuk kebaikan, sudah semestinya kita menjadikan nilai-nilai agama yang bertujuan untuk menegakkan kebaikan antar sesama manusia maupun makhluk hidup lainnya untuk melawan disintegrasi moral akibat modernisasi yang merampas harkat dan nilai-nilai kemanusiaan. Karena, pada dasarnya, kebenaran dari agama lahir dari hati nurani manusia sebagai makhluk yang mulia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun