Mohon tunggu...
Rizky Ridho
Rizky Ridho Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Nama saya Rizky Ridho Pratomo, mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jakarta. Insyaallah menjadi penulis , peneliti, pembuat kebijakan, pengajar, dan penasehat.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Menciptakan Dunia yang Ideal, Mungkinkah?

5 April 2019   21:43 Diperbarui: 5 April 2019   22:04 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Permasalahannya adalah apakah orang yang berada pada posisi atas bisa berlaku adil atau tidak dengan yang dibawahnya. Soal gaji dan sebagainya itu ditentukan oleh porsi kerja masing-masing. Yang hanya setara adalah soal kesempatan, sisanya biarkan usaha kita yang menjawab. Laki-laki dan perempuan juga tidak akan menemukan kesetaraan karena peran yang mereka kerjakan juga berbeda.

Bagi saya, konsep kesetaraan sangat abstrak dan tidak ada indikator yang cocok. Jika indikator tersebut hanya berasal dari sanubari manusia itu sendiri, itu tidak valid karena setiap orang punya ukurannya soal kesetaraan. Tetapi, yang perlu ditekankan adalah bagaimana kita menciptakan keadilan.

Selalu suka perkataan bapak Anies Baswedan bahwa adil itu proporsional bukan sama. Setiap orang itu ada porsinya masing-masing tidak bisa disamakan porsinya. Ibarat kata, porsi makan orang gemuk akan berbeda dengan si langsing.

Tetapi saya berpikir kalau diskriminasi bisa dihilangkan asalkan kita bisa menerapkan prinsip keadilan dengan sebaik-baiknya. Adil memang tidak setara tetapi dia tidak melupakan hak-hak yang menjadi porsinya. Contohnya adalah memberikan hak rakyat terlepas dari identitas mereka untuk mengenyam pendidikan, itu hak merekan kan?

Mungkin tidak bisa masuk ke sekolah yang bagus seperti orang dengan kemampuan ekonomi menengah ke atas, tetapi setidaknya mereka telah diberi kesempatan untuk belajar bersungguh-sungguh dan mengubah nasibnya. Bahkan sudah banyak beasiswa. Pada intinya, kita memang tidak akan bisa setara antara satu dengan yang lainnya dalam banyak hal, tetapi memberikan hak dan kesempatan itulah yang menjadi pembeda.

Semua hal itu ada porsinya, bahkan tingkat kebebasan pun ada batasannya. Tidak selamanya manusia itu bebas karena ada hukum yang mengikat mereka seperti hukum agama, pidana , perdata serta hukum tidak tertulis seperti etika dan adat istiadat. Mereka ini seperti pengingat kita kalau di dunia ini ada aturan main yang berlaku. Bahkan, ketika Hegel menegaskan kalau ruh itu pada dasarnya bebas, tetapi tanpa adanya hukum-hukum tersebut, yang ada hanyalah kekacauan.

 Adil tanpa diskriminasi serta kebebasan yang bertanggung jawab dan rasa kepedulian terhadap sesama. Sisanya tinggal mengikuti. Kita tidak perlu menanamkan mindset bahwa kita ini manusia dunia sehingga harus peduli terhadap sesama.

Tidak mungkin kita bisa menghilangkan identitas yang kita bawa sejak lahir. Tetapi, setiap manusia ingin diperlakukan dengan baik sehingga perlakukan manusia seperti kita ingin diperlakukan. Kita ingin diperlakukan adil, kita harus memperlakukan orang lain sama. Itu pandangan saya.

Debatable itu mungkin karena setiap orang punya pengalaman subjektif masing-masing, tetapi menerima semua itu dengan pikiran terbuka tanpa adanya menilai dan menjatuhkan itu yang terpenting. Kita tidak akan bisa menciptakan dunia yang ideal tetapi kita bisa selalu memperbaiki hal-hal yang menurut kita salah dengan cara masing-masing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun