Mohon tunggu...
Rizky Ridho
Rizky Ridho Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Nama saya Rizky Ridho Pratomo, mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jakarta. Insyaallah menjadi penulis , peneliti, pembuat kebijakan, pengajar, dan penasehat.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Hoaks, Politik, dan Berpikir Kritis

9 Januari 2019   12:50 Diperbarui: 9 Januari 2019   12:59 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dunia sedang menyelami sebuah era dimana informasi menjadi bias tetapi penyebarannya sangat masif. Kelimpahan informasi menjadi sebuah bumerang ketika kita dihadapkan pada situasi seperti ini, sehingga membuat orang menjadi terlalu skeptis terhadap banyak hal. Era tersebut disebut dengan Post-Truth.

Post-truth dan Hoaks

Apa itu era post-truth? Ini adalah sebuah periode dimana emosi menjadi faktor penentu penilaian sebuah informasi dibandingkan dengan fakta-fakta yang tersedia di lapangan. Orang menjadi mudah percaya dengan perkataan yang penuh dengan emosi karena merasa memiliki suasana hati yang merepresentasikan mereka. 

Bahkan di negara selain Indonesia pun, pernyataan penuh emosi ini lebih efektif menarik simpati dibandingkan fakta objektif yang tertera di lapangan. Kalau mengikuti pemilu di Uni Eropa, para partai beraliran populisme menggunakan cara ini untuk menarik simpati dan mendapatkan suara yang cukup banyak. Contohnya adalah Front National pimpinan Marine Le Pen.

Dengan demikian, ini mengaburkan penilaian kita terhadap sebuah atau beberapa informasi yang beredar, sehingga menjadi pemicu tersebarnya berita-berita yang kurang atau jauh dari fakta yang dikenal dengan nama hoaks. Definisi hoaks adalah kepalsuan yang sengaja dibuat untuk menyamarkan kebenaran. Penyebaran berita ini bertujuan untuk memainkan emosi dari manusia dan ketika tujuan ini berhasil, orang yang merasa emosinya terangkat akan menyebarkan berita hoaks dan terciptanya distribusi jaringan hoaks.

Media sosial yang awalnya digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung menjadi media penyebaran berita. Survey yang dikeluarkan MASTEL pada tahun 2017 menemukan bahwa 92,8% hoaks berasal dari media sosial. Dalam survey yang dilakukan oleh Daily Social tahun 2018, Instagram, Facebook dan Whatsapp adalah platform media sosial yang sering digunakan untuk menerima informasi. 

Hal ini menjadi lumbung yang sangat hangat bagi "oknum" untuk menyebarkan hoaks. Korban hoaks bisa siapa saja, masih ingat hoaks Ratna Sarumpaet yang heboh itu? Tidak sedikit yang terpancing dengan berita itu dan bahkan ada yang membenarkan berita tersebut tanpa proses verifikasi. Maksudnya disini adalah bahwa hoaks bisa mengenai siapapun, dimanapun, dan kapanpun.

Politik, Pemilihan Umum dan Hoaks

MASTEL melakukan survey tahun 2017 dan menemukan bahwa jenis hoaks sosial-politik dan SARA adalah dua bidang terbanyak dengan masing-masing sebesar 91,80% dan 88,60%. Kesimpulan yang penulis dapatkan ketika membaca data ini dan berdasarkan beberapa kejadian adalah bahwa masyarakat sangat mudah terbawa emosinya ketika menyikapi dua isu ini. 

Baru-baru ini masyarakat Indonesia dihebohkan dengan berita bahwa ada tujuh kontainer berisi surat suara yang telah tercoblos. Isu itu membuat heboh masyarakat dan persebaran beritanya pun cepat. Akan tetapi, poin pentingnya adalah bahwa berita ini menggambarkan betapa cepat masyarakat Indonesia terpancing sehingga isu ini cepat tersebar.

 Pemilihan umum semakin mendekat dan kemungkinan bahwa persebaran hoaks ini akan semakin besar. Apalagi, pada medio Agustus-Desember 2018, Kominfo menemukan adanya 62 konten hoaks terkait pemilu yang persebarannya melalui media sosial seperti facebook, whatsapp, instagram, dan twitter. 

Dari 62 konten ini, tentunya beberapa diantaranya dapat membuat masyarakat terpancing, sehingga respon yang diberikan cenderung reaksioner dan menggunakan emosi bukan pikirannya untuk merespon isu tersebut. Respon inilah yang akan dieksplorasi lebih dalam lagi oleh para aktor politik. 

Ingat ketika ada berita bahwa 99% rakyat Indonesia hidup pas-pasan? Secara angka memang salah, namun bagi penulis, bukan itu maksud sebenarnya dari perkataan tersebut, tetapi ingin mencoba memainkan emosi dan mengajak masyarakat merasakan susahnya kehidupan ekonomi, sehingga simpati dan dukungan pun didapatkan. 

Kalau melihat dari konteks politik populisme, tujuan para politisi aliran ini adalah untuk menenangkan hati rakyat. Untuk memenangkan hati rakyat dibutuhkan suatu pancingan emosi agar masyarakat tersentuh sehingga mendapatkan simpati dan dukungan dari mereka.

Pentingya Berpikir Kritis Dalam Menangkal Hoaks

Banyaknya hoaks yang beredar membuat kita harus cerdas dan kritis dalam memilah informasi. Saat ini, informasi menjadi aset yang penting dalam kehidupan kita, namun hal sebaliknya bisa saja terjadi jika tidak mengelola informasi itu secara tepat. Oleh karenanya, penting untuk meningkatkan kemampuan literasi digital dan lebih penting lagi meningkatkan daya berpikir kritis. 

Menurut American Library Association's Digital Task Force yang dikutip dari situs edweek mengatakan bahwa literasi digital adalah kemampuan untuk menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk menemukan, mengevaluasi, membuat, dan menyampaikan informasi, membutuhkan skil teknis dan kognitif, sedangkan menurut situs teachthought, definisinya adalah Literasi digital adalah kemampuan untuk menafsirkan dan mendesain komunikasi yang bernuansa melintasi bentuk digital yang cair.

Dalam riset yang dilakukan MASTEL, bentuk hoaks yang sering dijumpai adalah tulisan dengan persentase sebesar 62,10% disusul kemudian gambar sebesar 37,50%. Baik tulisan maupun gambar mengandung pesan-pesan tersirat yang membuat daya nalar berpikir kritis kita harus jernih. Merujuk pada survey Daily Social bahwa hanya 55% yang memverifikasi informasi tersebut menunjukkan akan tidak sedikit masyarakat yang tidak mengkritisi dan melakukan pengecekan ulang terhadap informasi yang diperoleh.

Semakin berkembangnya teknologi informasi, kemampuan berpikir kritis adalah salah satu softskill yang krusial supaya dapat menyikapi berbagai informasi secara kritis dan selalu memverifikasi setiap informasi yang didapatkan. 

Terlebih, menjelang pemilihan umum, banyak informasi yang bias sehingga tidak sedikit orang yang menanggapinya dengan marah ataupun bersimpati karena meskipun berita itu bias, tetapi merasa terwakilkan perasaannya. Oleh karenanya, kita harus lebih waspada dan lebih kritis terhadap setiap informasi yang masuk. 

Sumber:

https://www.teachthought.com/literacy/the-definition-of-digital-literacy/

https://www.edweek.org/ew/articles/2016/11/09/what-is-digital-literacy.html

Riset Daily Social: Hoax distribution through digital platform in Indonesia 2018. https://dailysocial.id/post/laporan-dailysocial-distribusi-hoax-di-media-sosial-2018

Hasil survey MASTEL tentang wabah hoax nasional. https://mastel.id/infografis-hasil-survey-mastel-tentang-wabah-hoax-nasional/

Post-Truth? Social Studies of Science 2017, Vol. 47(1) 3 --6.

Glaveanu, Peter Vlad. 2017. Psychology in the Post-Truth Era. Europe's Journal of Psychology, 2017, Vol. 13(3), 375--377

https://katadata.co.id/berita/2018/11/12/bank-dunia-bantah-klaim-prabowo-99-rakyat-hidup-pas-pasan

https://news.detik.com/berita/d-4296338/jokowi-angka-dari-mana-99-rakyat-kita-hidup-miskin

https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4298008/penjelasan-bank-dunia-soal-data-prabowo-99-rakyat-hidup-pas-pasan

http://wow.tribunnews.com/2019/01/05/mahfud-md-tweet-andi-arief-termasuk-penyebaran-hoaks-saya-kira-andi-tahu-itu-tidak-benar

https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-46744492

https://nasional.kompas.com/read/2019/01/02/17434411/kominfo-ungkap-62-konten-hoaks-pileg-dan-pilpres-hingga-akhir-2018

Sumber gambar:

http://southwind.com.au/2011/07/05/a200/200denial/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun