Dari 62 konten ini, tentunya beberapa diantaranya dapat membuat masyarakat terpancing, sehingga respon yang diberikan cenderung reaksioner dan menggunakan emosi bukan pikirannya untuk merespon isu tersebut. Respon inilah yang akan dieksplorasi lebih dalam lagi oleh para aktor politik.Â
Ingat ketika ada berita bahwa 99% rakyat Indonesia hidup pas-pasan? Secara angka memang salah, namun bagi penulis, bukan itu maksud sebenarnya dari perkataan tersebut, tetapi ingin mencoba memainkan emosi dan mengajak masyarakat merasakan susahnya kehidupan ekonomi, sehingga simpati dan dukungan pun didapatkan.Â
Kalau melihat dari konteks politik populisme, tujuan para politisi aliran ini adalah untuk menenangkan hati rakyat. Untuk memenangkan hati rakyat dibutuhkan suatu pancingan emosi agar masyarakat tersentuh sehingga mendapatkan simpati dan dukungan dari mereka.
Pentingya Berpikir Kritis Dalam Menangkal Hoaks
Banyaknya hoaks yang beredar membuat kita harus cerdas dan kritis dalam memilah informasi. Saat ini, informasi menjadi aset yang penting dalam kehidupan kita, namun hal sebaliknya bisa saja terjadi jika tidak mengelola informasi itu secara tepat. Oleh karenanya, penting untuk meningkatkan kemampuan literasi digital dan lebih penting lagi meningkatkan daya berpikir kritis.Â
Menurut American Library Association's Digital Task Force yang dikutip dari situs edweek mengatakan bahwa literasi digital adalah kemampuan untuk menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk menemukan, mengevaluasi, membuat, dan menyampaikan informasi, membutuhkan skil teknis dan kognitif, sedangkan menurut situs teachthought, definisinya adalah Literasi digital adalah kemampuan untuk menafsirkan dan mendesain komunikasi yang bernuansa melintasi bentuk digital yang cair.
Dalam riset yang dilakukan MASTEL, bentuk hoaks yang sering dijumpai adalah tulisan dengan persentase sebesar 62,10% disusul kemudian gambar sebesar 37,50%. Baik tulisan maupun gambar mengandung pesan-pesan tersirat yang membuat daya nalar berpikir kritis kita harus jernih. Merujuk pada survey Daily Social bahwa hanya 55% yang memverifikasi informasi tersebut menunjukkan akan tidak sedikit masyarakat yang tidak mengkritisi dan melakukan pengecekan ulang terhadap informasi yang diperoleh.
Semakin berkembangnya teknologi informasi, kemampuan berpikir kritis adalah salah satu softskill yang krusial supaya dapat menyikapi berbagai informasi secara kritis dan selalu memverifikasi setiap informasi yang didapatkan.Â
Terlebih, menjelang pemilihan umum, banyak informasi yang bias sehingga tidak sedikit orang yang menanggapinya dengan marah ataupun bersimpati karena meskipun berita itu bias, tetapi merasa terwakilkan perasaannya. Oleh karenanya, kita harus lebih waspada dan lebih kritis terhadap setiap informasi yang masuk.Â
Sumber:
https://www.teachthought.com/literacy/the-definition-of-digital-literacy/