Kondisi perekonomian Indonesia mengalami tekanan besar karena penyebaran virus corona nCovid-19. Namun, tekanan kencang Corona makin menjadi apalagi Per 11 Maret 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan secara resmi virus corona COVID-19 sebagai pandemi. Virus ini serumpun dengan SARS dan MERS yang sempat menyebar beberapa waktu lalu.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pandemi adalah wabah yang berjangkit serempak di mana-mana, meliputi daerah geografi yang luas. Jumlah manusia yang terdampak lebih dari 125 ribu orang dengan korban meninggal lebih dari 4.500 orang. Tekanan besar pandemi ini membuat Indeks Harga Saham gabungan (IHSG) mencapai level 4.650 atau melemah 245 poin (5,1%) per 13 Maret 2020.
Berdasarkan Siaran Pers Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor HM.4.6/32/SET.M.EKON.2.3/03/2020 tanggal 13 Maret 2020, Pemerintah yang berkolaborasi dengan Otoritas terkait seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan kebijakan stimulus dalam rangka merespons kondisi ini. Kebijakan stimulus ini mencakup fiskal dan non fiskal.
Stimulus fiskal berupa relaksasi Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21), relaksasi Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor (PPh Pasal 22 Impor), relaksasi Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25), dan relaksasi restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Untuk stimulus non fiskal terdapat beberapa aspek, yaitu terkait kegiatan ekspor dan impor, sektor keuangan, hingga pangan.
Untuk aspek terkait kegiatan ekspor dan impor, terdapat empat bentuk stimulus berupa penyederhanaan dan pengurangan jumlah Larangan dan Pembatasan (Lartas) untuk aktivitas ekspor dengan tujuannya untuk meningkatkan kelancaran ekspor dan daya saing, penyederhanaan dan pengurangan jumlah Larangan dan Pembatasan (Lartas) untuk aktivitas impor khususnya bahan baku yang bertujuan untuk meningkatkan kelancaran dan ketersediaan bahan baku, percepatan proses ekspor dan impor untuk Reputable Traders mencakup perusahaan-perusahaan yang terkait dengan kegiatan ekspor-impor yang memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi, dan peningkatan dan percepatan layanan proses ekspor-impor, serta pengawasan melalui pengembangan National Logistics Ecosystem (NLE).
Aspek sektor keuangan dikomandoi oleh OJK melalui penerbitan regulasi, yaitu Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) yang bersifat countercyclical berupa relaksasi kepada Bank untuk dapat menerapkan kebijakan yang mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi untuk debitur yang terkena dampak penyebaran COVID-19, termasuk debitur UMKM. Kebijakan stimulus dimaksud meliputi: 1) penilaian kualitas kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga untuk kredit s.d Rp10 miliar, 2) restrukturisasi untuk seluruh kredit/pembiayaan tanpa melihat batasan plafon kredit atau jenis debitur, termasuk debitur UMKM.
Kualitas kredit/pembiayaan yang dilakukan restrukturisasi ditetapkan lancar setelah direstrukturisasi Untuk debitur UMKM, Bank juga dapat menerapkan 2 kebijakan stimulus tersebut, dengan menilai kualitas kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain berdasarkan ketepatan membayar pokok dan/atau bunga serta merestrukturisasi kredit/pembiayaan UMKM tersebut, dengan kualitas yang dapat langsung menjadi Lancar setelah dilakukan restrukturisasi kredit.
Selain pada sektor perbankan, relaksasi dari OJK diberikan kepada BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) yang formulasinya tidak mempengaruhi manfaat kepada peserta dan tidak mengganggu ketahanan dana program jaminan sosial serta tidak mengganggu operasional dan pelayanan BP Jamsostek peserta.
Terkait kebijakan pangan, Pemerintah berupaya menjamin ketersediaan pasokan pangan utama dan strategis bagi penduduk dengan harga terjangkau termasuk dalam menghadapi Ramadan dan Idul Fitri,. Pangan utama dan strategis yang dimaksud adalah beras, jagung, bawang merah, bawang putih, cabai besar, cabai rawit, daging sapi/kerbau, daging ayam, telur ayam, gula pasir dan minyak goreng. Selain itu, sampai dengan tanggal 10 Maret 2020, Kementerian Pertanian telah menerbitkan 37 Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH).
Sebelumnya, tanggal 3 Maret 2020, Bank Indonesia selaku otoritas moneter dan sistem pembayaran, teleh mengeluarkan 5 kebijakan terdiri dari: 1) meningkatkan intensitas intervensi di pasar keuangan melalui skema 'triple intervension”; 2) menurunkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) Valuta Asing Bank Umum Konvensional dan Syariah, dari semula 8 persen menjadi 4 persen, berlaku mulai 16 Maret 2020; 3) menurunkan GWM rupiah sebesar 50 basis poin (bps) dari 5,5 persen menjadi 5 persen bagi perbankan yang menyalurkan pembiayaan ekspor dan impor; 4) memperluas cakupan underlying transaksi bagi investor asing dalam melakukan lindung nilai termasuk Domestic Non Delivery Forward (DNDF); 5) mempersilahkan investor global untuk menggunakan bank kustodian global maupun domestik dalam berinvestasi di Indonesia.
Terkait kondisi pasar modal yang terus menurun, beberapa hari yang lalu, OJK cepat tanggap dengan mengeluarkan kebijakan buyback saham. Berdasarkan Siaran Pers OJK nomor SP 15/DHMS/OJK/3/2020 tanggal 9 Maret 2020, OJK mengizinkan semua emiten atau perusahaan publik melakukan pembelian kembali (buyback) saham tanpa terlebih dahulu memperoleh persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dengan ketentuan Jumlah saham yang dapat dibeli kembali dapat lebih dari 10% dari modal disetor dan paling banyak 20% dari modal disetor, dengan ketentuan paling sedikit saham yang beredar 7,5% dari modal disetor.