Pinjaman Online (Pinjol) atau dikenal dengan Financial Technology Peer to Peer Lending merupakan mekanisme digital dalam zaman now untuk memperoleh modal atau pembiayaan, baik bersifat konsumtif atau produktif, termasuk sarana berinvestasi. Pinjol ibarat "jalan tol" dalam memperoleh pendanaan dan menginvestasikan uang.
Maka jangan heran, perkembangan Pinjol sangat pesat. Berdasarkan data OJK per Maret 2019, akumulasi jumlah pinjaman yang disalurkan Pinjol mencapai Rp33,2 Triliun.Â
Akumulasi rekening Peminjam (Borrower) mencapai 6.961.663 entitas dengan jumlah transaksi hingga 22.725.309 akun. Untuk transaksi Pemberi Pinjaman (Lender) mencapai 272.548 entitas dengan transaksi mencapai 16.667.912 akun.
Perkembangan yang pesat ini memiliki pengaruh yang sangat positif terhadap peningkatan indeks inklusi keuangan, namun tingkat literasi masyarakat terkait pengunaan Pinjol perlu menjadi perhatian penting.Â
OJK sudah sangat progresif dalam menyikapi kondisi ini. Sejak tahun 2016, OJK telah mengeluarkan regulasi yang mengatur secara khusus terkait Pinjol, yaitu POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.Â
Kemudian di tahun 2018, OJK makin mematangkan pengaturan terkait digital keuangan termasuk perlindungan konsumen di dalamnya melalui POJK Nomor 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan. Namun pertanyaannya sudahkah masyarakat membaca bahkan paham terkait ketentuan di atas?
Pemahaman yang baik tentang produk dan layanan sektor jasa keuangan merupakan bentuk perlindungan diri terhadap risiko atau dampak yang merugikan yang dapat terjadi di masa depan (preventif). Mari kita kenali Pinjol yang bodong!
Pertama, perlu kita pahami definisi atau konsep Pinjol. Pinjol secara sederhana diterjemahkan sebagai alat penghubung antara pihak yang punya uang lebih dengan pihak yang kekurangan/membutuhkan uang dengan teknologi informasi (aplikasi).Â
Jadi, jikalau ada Pinjol yang melakukan penghimpunan dana atau penyaluran secara langsung kepada masyarakat (dalam bentuk kas misalnya), maka Pinjol tersebut pasti bodong. Pinjol wajib melalui sistem perbankan dalam melakukan transaksi.
Kedua, perhatikan aspek legal dari Pinjol. Pinjol wajib terdaftar atau memperoleh izin dari OJK. Sampai dengan 8 April 2019, total Pinjol terdaftar dan berizin sebanyak 106 perusahaan. Rincian Pinjol tersebut dapat dilihat di website resmi OJK (www.ojk.go.id).
Artinya, jikalau terdapat Pinjol yang menawarkan produk/layanan tidak terdapat dalam daftar di atas dipastikan bodong.
Ketiga, perhatikan aspek logis. Logis memiliki definisi lain dari masuk akal. Walaupun tidak jarang akal sehat kita dirusak dengan ketergesaan, kebutuhan mendesak, dan yang paling parah adalah rasa rakus (greedy). Saya menyarankan masyarakat untuk menjaga diri dari sikap rakus. Sikap rakus lebih kuat dari boros.
Sikap rakus tercermin dari pengunaan dana secara berlebih-lebihan melampaui kapasitas diri dengan tujuan konsumtif dan/atau gaya hidup. Rakus menggerakkan seseorang untuk mencari pendanaan dengan segala cara/tidak wajar.
Pinjol yang legal akan selalu memperhatikan risiko yang melekat baik dalam proses "rekrutmen" Lender dan Borrower.Â
Misalnya untuk lender, Pinjol yang baik akan memperhatikan legalitas sumber dana hingga melakukan pengenalan identitas pemilik dana sesuai kententuan. Demikian juga dengan Borrower, penelusuran indentitas hingga aktivitas ekonomi menjadi hal yang sangat signifikan diperhatikan.Â
Perlu di ingat, Pinjol adalah aplikasi sehingga keputusan penyaluran dana tetap ada di tangan Lender. Pinjol "hanya" menyediakan akses dan informasi terkait Borrower.Â
Semakin rinci atau komprehensif informasi nasabah semakin berpeluang optimal dalam mitigasi risiko. Itulah sebabnya perkembangannya, Pinjol akan memberikan penilaian mandiri atau rating terhadap Borrower dalam rangka mitigasi risiko tadi.Â
Mitigasi risiko yang lain dapat berupa berkolaborasi dengan lembaga jasa keuangan lainnya seperti perasuransian atau penjaminan termasuk mengalokasikan dana cadangan dalam rangka mengantisipasi risiko kredit.Â
Bahkan ada beberapa Pinjol yang melakukan pembinaan terhadap Borrower. Tujuannya sangat mulia agar Borrower dapat terus terpantau dan usahanya makin berkembang.Â
Perlu diingat, Pinjol wajib menjaga kerahasiaan data nasabah termasuk melakukan penagihan dengan cara yang sopan dan sesuai dengan ketentuan.Â
Pinjol saat ini memiliki komunitas dalam berkolaborasi dan mengatur masing-masing anggotanya agar berbisbis dengan sehat, yaitu Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).
Jadi, jikalau ada Pinjol yang dalam menu aplikasinya tidak meyajikan informasi di atas (tertutup atau ambigu), atau misalnya langsung menawarkan penempatan dana dengan bunga tinggi tanpa ada bentuk mitigasi risiko dalam penyalurannya, atau menawarkan pembiayaan secara instan tanpa ada bentuk pengamanan atau perlindungan, atau menagih dengan cara tidak wajar/kasar, maka kemungkinan besar Pinjol tersebut bodong.Â
Oleh sebab itu, masyarakat wajib mengecek izin Pinjol tersebut sebagaimana dijelaskan dalam poin kedua di atas.
Kemudian sering muncul pertanyaan, bagaimana dengan bunga tinggi dalam Pinjol? Persepsi besaran bunga sebenarnya relatif. Seperti saya jelaskan di atas, Pinjol menawarkan kecepatan dan kemudahan akses pembiayaan.Â
Di mana pun lokasi kita (sepanjang terkases dengan internet) dapat berpeluang memperoleh pendanaan bahkan tanpa agunan.Â
Pengurusan dokumen dalam Pinjol pun paperless alias minim kertas. Untuk menyediakan fasilitas seperti itu tentu Pinjol membutuhkan investasi yang besar. Ya, seperti "jalan tol" tadi, kita perlu bayar lebih bukan untuk menggunakannya?Â
Perlu masyarakat ketahui, tidak selamanya Peminjam akan dapat bunga tinggi atau maksimal. Umumnya Pinjol yang legal menyediakan kebijakan pengenaan bunga yang berbeda berdasarkan tingkat risiko/ nilai rating si Peminjam tadi. Makin berisiko tinggi, makin besar bunganya, begitu juga sebaliknya.
Jadi, marilah kita cerdas menggunakan layanan atau produk sektor jasa keuangan. Kalau bisa sih, gunakan untuk aktivitas ekonomi yang produktif demi peningkatan kesejahteraan diri sehingga kita dapat menjadi berkat bagi orang lain.
Semoga informasi di atas bermanfaat ya Sob!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H