Mohon tunggu...
Ridhony Hutasoit
Ridhony Hutasoit Mohon Tunggu... Auditor - Abdi Negara

Aku ini bukan siapa-siapa, hanya terus berjuang meninggalkan jejak-jejak mulia dalam sejarah peradaban manusia, sebelum kelak diminta pertanggungjawaban dalam kekekalan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Natalia Tabuni, Sang Inspirator Ajang Writingthon dari Negeri Cendrawasih

16 Agustus 2018   11:22 Diperbarui: 16 Agustus 2018   12:02 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Asian Games 2018 membawa berkat tak terduga bagi anak-anak muda Indonesia. Bagaimana tidak, Asian Games mendorong Kominfo dan Bitread untuk mengadakan kompetisi menulis tingkat nasional bernama Writingthon Asian Games 2018. 

Peserta dari Sabang sampai Merauke menjadi sasaran dari kompetisi dalam rangka mendukung Asian Games 2018 di mana Indonesia menjadi tuan rumah kedua kalinya. 

Akhirnya terpilih 34 pemenang dari masing-masing kategori pelajar/mahasiswa dan blogger. Kemenangan ini membawa setiap perwakilan provinsi untuk menikmati karantina di hotel Millennium Sirih Jakarta sejak tanggal 15 hingga 18 Agustus 2018. 

Hal yang menarik adalah kisah salah seorang pemenang dari Negeri Cendrawasih. Natalia Tabuni atau yang lebih dikenal dengan panggilan Natali, mengisahkan awal perjuangannya mengikuti kompetisi ini. 

Rasa ragu dan takut melingkupi dirinya sehingga sempat terpikir olehnya melewatkan kesempatan emas ini. 

Wanita kelahiran Wamena, Papua, 16 Desember 1996 ini menyatakan bahwa dorongan dari kakaknya menjadi energi tersendiri untuk akhirnya ia berani memutuskan untuk menulis dan mengirimkan karyanya ke panitia Writingthon Asian Games 2018.

Saat ini Natali menempuh pendidikan tinggi di Universitas Warmadewa jurusan teknik sipil. Rasa bangganya sebagai orang Papua mendorong dirinya untuk menjadi perwakilan dari provinsi paling timur Indonesia.

dokpri
dokpri
Saat dirinya bercerita, kami menyaksikan bagaimana rasa syukur dan semangat meluap ketika dirinya diumumkan sebagai salah satu pemenang kompetisi tingkat nasional ini. 

Baginya kemenangan tersebut adalah berkat tersendiri dalam hidupnya. Persepsi tentang orang Papua yang menganggap diri tidak mampu bersaing dengan anak muda lainnya dari luar provinsi Papua khususnya di Jawa cukup melekat dalam benaknya. 

Hal ini terlihat dari gerakan mata yang cepat dari kanan ke kiri, pandangannya yang cenderung melihat ke arah bawah serta rona suara yang terbata-bata saat ia membagikan kisahnya. 

Namun wanita yang hobi bermain rugby dan futsal ini menunjukkan kualitas diri dengan menjadi salah satu peserta karantina yang akan menyaksikan secara langsung pembukaan Asian Games 2018 pada 18 Agustus 2018 di Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta. Selain itu, ia mengungkapkan suatu keyakinannya yang begitu indah tentang jati dirinya dengan sebuah ungkapan yang merupakan slogan anak Negeri Cendrawasih yang tinggal di Bali, yaitu:

"Hitam bukan kelam, Keriting bukan rusak. Karena hitam dan keriting adalah martabat."

Hal ini menjadi inspirasi tersendiri bagi kami karena berelasi dengan Asian Games saat ini. Walaupun Jakarta dan Palembang terpilih menjadi saksi langsung perhelatan akbar ini, tetapi martabat Indonesia yang dibawa didalamnya. Artinya, tanggung jawab untuk mendukung bersama dan menyukseskan kompetisi yang mempertemukan negara-negara di seluruh benua Asia. 

Asian Games sejatinya membawa kita kepada satu konsep bahwa nilai bangsa tidak diukur dari identitas, jumlah populasi penduduk, kemampuan ekonomi, perkembangan teknologi dan pembangunan, hingga luas geografis suatu negara. Melainkan bagaimana cara dan hasil meraih prestasi dengan kompetisi yang adil. 

Selain itu, Asian Games 2018 membawa setiap warga masing-masing negara untuk kembali membarakan nasionalismenya. Secara khusus bagi Indonesia Asian Games 2018 memiliki blessings in disguise karena keberagaman Indonesia menjadi suatu peluang besar untuk Indonesia meraih bintang baik sebagai tuan rumah maupun sebagai pemenang. 

Kalaupun tidak menjadi nomor satu, setidaknya perjuangan yang telah dilakukan dapat melatih diri untuk solid dan sportif dalam setiap kompetisi apapun dalam membangun peradaban manusia. Maka pantaslah reff theme song Asian Games 2018 terlantun seperti ini:

"Kalau menang berprestasi

Kalau kalah jangan frustasi

Kalah menang solidaritas

Kita galang sportifitas."

Energy of Asia ini sepatutnya menyadarkan setiap komponen bangsa untuk habis-habisan mendukung suksesnya pelaksanaan Asian Games 2018. Hal ini senada dengan pernyataan yang terinspirasi dari wanita asal Papua tadi, yaitu:

"Asian Games bukan hura-hura.

Kompetisi bukan unjuk gigi semata.

Asian Games 2018 dan kompetisi adalah martabat bangsa."

Jangan lupa bahwa pembukaan Asian Games 2018 beberapa hari lagi. Beri segala dukungan positif agar martabat bangsa kita makin harum dan jaya karena Indonesia telah berhasil menjadi tuan rumah Asian Games 2018.

Penulis adalah Kelompok 6 dalam tantangan karantina Writingthon Asian Games 2018 (Ridhony, Amelia, Angelia, Ardi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun