Mohon tunggu...
Ridho Ilahi
Ridho Ilahi Mohon Tunggu... Penulis - Fungsional Statistisi Badan Pusat Statistik (BPS)

Membaca dan Menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kunci Stabilitas di Semenanjung Korea

14 September 2024   20:14 Diperbarui: 14 September 2024   20:15 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

2. Aksi Militer

Pendekatan aksi militer terhadap Korea Utara melibatkan penggunaan kekuatan bersenjata untuk menghentikan, merusak, atau menghancurkan infrastruktur nuklir negara tersebut. Aksi ini mencakup serangan udara yang terarah ke fasilitas nuklir, rudal balistik, dan pusat komando militer, atau bahkan operasi darat dalam skenario konflik yang lebih besar. Pencetus aksi militer berpendapat ini satu-satunya cara untuk mengakhiri ancaman nuklir Korea Utara secara langsung.

Meskipun secara teori tampak menjanjikan, aksi militer terhadap Korea Utara punya risiko besar. Korea Utara punya kekuatan militer terbesar di dunia, dengan 1,2 juta personel tentara aktif dan jutaan cadangan. Negara ini punya persenjataan konvensional yang cukup kuat, termasuk artileri berat yang mampu menyerang Seoul.

Dampak kemanusiaan konflik militer di Semenanjung Korea bisa menyebabkan korban jiwa dalam jumlah besar, terutama di Korea Selatan. Sebagai pusat populasi dan ekonomi utama, Seoul sangat rentan terhadap serangan Korea Utara. Serangan artileri dalam beberapa menit saja bisa menewaskan puluhan ribu hingga ratusan ribu orang. Parahnya, Korea Utara juga memiliki senjata pemusnah massal berupa senjata kimia dan biologis. Risiko eskalasi tak terkontrol dalam konflik bisa memicu serangan balasan yang berdampak terhadap bencana kemanusiaan.

Potensi keterlibatan negara-negara lain terhadap Korea Utara juga tak bisa terelakkan dari konteks geopolitik yang lebih luas. Jutaan warga Korea Utara dan Korea Selatan terpaksa mengungsi akibat konflik dan menjadi beban besar bagi negara-negara tetangga seperti China dan Jepang. Dampak jangka panjang kehancuran infrastruktur sipil dan ekonomi juga mempengaruhi stabilitas kawasan selama bertahun-tahun. Aksi militer yang semula dimaksudkan untuk mengatasi ancaman nuklir justru menciptakan krisis kemanusiaan dan sosial yang jauh lebih besar dan sulit teratasi.

 

3. Perundingan

Pendekatan perundingan sebagai jalan damai dan efektif dalam menangani ancaman nuklir Korea Utara. Meskipun sejarah perundingan dengan Pyongyang mengalami kebuntuan dan kegagalan, keterlibatan langsung dan dialog lebih produktif dibandingkan sanksi atau aksi militer. Perundingan memberikan ruang penyelesaian yang fleksibel dengan membangun konsensus dan kesepakatan yang saling menguntungkan.

Upaya perundingan "Six-Party Talks" yang dimulai pada 2003 telah melibatkan Korea Utara, Korea Selatan, Jepang, Tiongkok, Rusia, dan Amerika Serikat. Dialog ini bertujuan mencapai denuklirisasi di Semenanjung Korea melalui negosiasi multilateral. Namun, dialog ini pun gagal pada 2009 ketika Korea Utara menarik diri dan melanjutkan pengembangan senjata nuklirnya.

Perundingan memungkinkan dialog dan keterlibatan langsung antara pihak-pihak yang berseteru. Pihak-pihak terkait dapat saling memahami posisi masing-masing dan mencari solusi yang saling menguntungkan. Meskipun menawarkan banyak manfaat, perundingan ini punya tantangan. Korea Utara punya sejarah menggunakan perundingan demi memperoleh konsesi sementara, tetapi tetap melanjutkan program nuklirnya begitu sanksi atau tekanan mulai berkurang. Kepercayaan terhadap niat baik Pyongyang merupakan tantangan utama dalam perundingan diplomatik. Negara-negara lain perlu memastikan bahwa kesepakatan yang dicapai dilengkapi dengan mekanisme pemantauan dan verifikasi yang ketat guna mencegah Korea Utara melanggar komitmennya.

Promosi pertukaran budaya dan bergabungnya Korea Utara dalam komunitas internasional merupakan pendekatan yang ideal dalam penyelesaian konflik. Pada tahun 2008, Orkestra Philharmonic New York melakukan kunjungan bersejarah ke Pyongyang dan tampil di hadapan penonton yang sopan dan antusias. Ketika “The Star-Spangled Banner” dimainkan, seluruh penonton Korea Utara terpesona sambil berdiri dan menunjukkan rasa hormat kepada Amerika. Tidak hanya itu, kedua Korea pernah berbaris bersama di bawah satu bendera dalam acara olahraga internasional seperti Olimpiade Musim Panas 2000 di Sydney, Australia, dan Olimpiade Musim Dingin 2018 di Pyeongchang, Korea Selatan. “Perang menciptakan negara, dan negara menciptakan perang,” tegas sosiolog politik Charles Tilly. Dengan cara yang sama, negara menciptakan perdamaian, dan perdamaian menciptakan negara baru di Korea Utara. Perdamaian dapat dicapai dan berkelanjutan di semenanjung Korea berkat upaya bersama dari semua pihak terkait.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun