Mohon tunggu...
Ridho Hudayana
Ridho Hudayana Mohon Tunggu... -

I give my Best For The Best Life of Mankind

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Curhat Aktor Teater

13 Mei 2013   07:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:40 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Presiden Gaplek) by Ridho Hudayana/SuripTeater langit bermula kisah hidupku dalam dunia seni peran. Teater ini adalah komunitas yang bisa disebut dengan teater komunitas antar kampus di Malang. Disi teater ini bergabung orang-orang yang bisa dikatakan hampir 100% tidak ada yang memiliki pengalaman dan latar belakang ke-teateran, termasuk saya ini. Namun kita disini disatukan oleh tuntutan aksi demonstrasi dari kalangan organisasi mahasiswa sampai kalangan partai. Sehingga kita cukup sering terlibat dalam mengisi teaterikal aksi demonstrasi. Dari tahun 2007 kira-kira hingga sekarang dan alhamdulillah masih tetap eksis dengan nama teater langit. Mungkin itu sedikit cerita saya, dan mungkin dapat dilanjutkan cerita tentang sepak terjang teater langit dilain tulisan. Singkat cerita, teater langit mendapatkan tawaran mentas teater pada tanggal 25 juli 2009 di salah satu rangkaian acara pekan buku Brawijaya 2009 yang bersamaan dengan kegiatan Pekan Ilmiah Nasional (PIMNAS) XXII DI Universitas Brawijaya Malang. Tawaran mentas ini diberikan melalui perantara salah seorang dari aktor teater langit yang bernama choy. Setelah menerima tawaran itu, semua aktor dan aktris teater langit kemudian berkumpul dan men-syuro’ kan tentang perihal tawaran mentas tersebut. Dari hasil syuro’ tersebut menghasilkan keputusan, kita menerima tawaran mentas tersebut. Walaupun beberapa actor dan aktris mengudurkan diri dari pementasan ini, dikarenakan, ya biasalah aktivis mahasiswa gitu loh, ada yang jadi panitia n peserta DM 2, ada yang jadi panitia di pekan buku itulah, ya dll. Namun kami tetap pada hasil syuro’ yang delah diputuskan untuk pentas. Dan walaupun lagi memang tampil di acara itu, kami tidak mendapat honor alias fee, tapi bagi kami teater langit memberi orang inspirasi lewat seni tidak dapat diukur dengan materi, alias ya… biasa aja coz kamikan bukan pekerja yang ada UMR nya. Selanjutnya kami pun mulai men-syuro’kan kira-kira apa yang akan kami tampilkan dalam pentas tersebut. Mengingat pentas tersebut cukup prestice, ya… dikarenakan pekan buku ini adalah acara pendukung bagi kegiatan PIMNAS, yang bersekala nasional. Sehingga kita betul-betul berfikir cukup keras untuk menampilkan kira-kira inspirasi apa yang baru dan juga pesan serta kritik yang bisa kami berikan dalam pementasan ini. Akhirnya kami temukan ide pokok dari cerita yang akan kami tampilkan dalam pementasan pada tanggal 25 juli 2009 di salah satu rangkaian acara pekan buku Brawijaya 2009. Singkatnya, muncullah ide mengangkat judul Presiden Gaplek. Judul ini dari beberpa tema yang buntu dalam setiap kali kami syuro’. Dan judul ini muncul bermula tema pokok kita yaitu bagaimana kita bisa memberikan inspirasi tentang pelaksanaan PIMNAS dikalangan siswa sekolah dasar. Serta kritikan dan sekaligus masukkan untuk memanfaatkan hasil PIMNAS itu sebagai solusi bagi permasalahan bangsa Indonesia saat ini dan masa yang akan datang. Karena PIMNAS itu terkesan acara nasional yang hanyta menghabiskan anggaran pendidikan tanpa diberdayakan hasilnya untuk kepentingan bangsa dan negara Indonesia. Setelah tema ditentukan… nah.. sekarang bagiannya kami menentukan sutradara dari cerita ini. Hmm… nama yang kami sepakati untuk di jadikan sutradara, jatuh pada…. Ketua teater langit… yang akrab di panggil sofik. Sofik walaupun terlah menjabat sebagai ketua, namun belum memiliki pengalaman sebagai sutradara. Btw mungkin dia juga akan bercerita alias curhat kepada kita semua, bagaimana sedih, pilu, dan tentu ada senangnya juga menjadi sutradara dalam pementasan Presiden Gaplek ini. Tapi ini tetap curhat saya, baiklah dilanjutkan. Nah setelah sofik kami tunjuk sebagai ketua kami mulai mendetailkan peran dan cerita dalam pementasan ini. Begini ceritanya… dalam cerita ini, dikisahkan pada tahun 2030 ada seorang anak SD kelas 5 yang bernama Surip, yang hanya hidup dengan emaknya, yang bernama emak gaplek. Mereka berdua hidup digaris kemiskinan yang kesehariannya hanya makan gaplek yang dirubah-rubah aja rasanya.. ya kalo mau pedes di tambah cabe, kalo mau manis ditambah kecap, ya gitu-gitu aja. Jadi mereka tidak pernah merasakan enak dan nikmatnya makan nasi, soto, sate, bakso malang dll. Nah kemudian si Surip mendapat kesempatan dari sekolahnya untuk mengikuti ajang PISNAS (Pekan Ilmiah Siswa Nasional). Namun emaknya melarangnya, kata emaknya lebih baik ikutan lomba jadi presiden biar jadi presiden sekalian sembari menyemprot wajah surip anaknya dengan sirih dimulutnya plus air liurnya, pada surip yang merengek-rengek untuk mengikuti PISNAS. Namun akhirnya surippun dengan tekadnya tetap ikut dalam acara PISNAS. Walaupun pada akhirnya Surip kalah dalam acara itu, karena hasil karya ilmiah Surip, yaitu Gaplek multirasa (rasa soto, sate, dan bakso malang) dan kaya gizi, dinilai dewan juri tidak populis dan bahkan dinilai melecehkan PISNAS. Sehingga surip bertekad untuk tidak ikut PISNAS namun dia bercita-cita untuk menjadi presiden seperti yang emaknya pernah katakana sambil menyemprot wajahnya dengan sirih plus…. Sehingga ketika ia beranjak gede, iapun terjun di dunia politik. Dan singkat cerita si surip pun menjadi presiden. Namun ketika jadi presiden si surip harus menyelesaikan permasalahan gagal panen dan krisis kebutuhan makanan pokok di negaranya. Dan surip yang telah menjadi presiden ini pun mengingat sekaligus menjadikan hasil karya ilmiahnya yang kalah dan dilecehkan dia ajang PISNAS pun dijadikannya solusi bagi permasalahan gagal panen dan krisis kebutuhan makanan pokok di negaranya dan berhasil. Akhirnya surip berkata kalo dulu ada yang namanya emak gaplek.. sekarang ada yang namanya presiden gaplek, yaitu dirinya. Nah diatas tadi kira-kira itulah ceritanya, namun setelah kisah diatas tadi dibahas, walaupun sebelumnya belum sesempurna itu. Kamipun menentukan siapa yang akan menjadi peran utamanya yaitu Surip. Dan sutradara dan actor juga katris teater langit itupun sepakat saya jadi peran utamanya yaitu memainkan peran surip. Sungguh tidak terbayangkan bagi saya untuk menjadi peran utama dalam pementasan teater, walaupun saya sudah sering tampil di pementasan-pementasan sebelumnya, tapi saya bukan sebagai peran utama, melainkan peran selain peran utama, dan seringnya jadi orang lugu, dungu, dan peran orang jelek lainnya walaupun sebenarnya saya nggak jelek.. melainkan cakep gitu.. hehe. Tapi juga saya ini bukan orang yang bisa menghafal dan memerankan banyak naskah dari cerita ini… belum lagi saya harus bermain peran bersama aktris, memang sebelumnya dia juga anak teater asli, ya… bukan seperti saya yang tak pernah mendapatkan teori dan pelatihan bersama orang teater pada umumnya sampai diadakannya training sehari keteateran minggu lalu. Yang juga menjadi masalah saya dia adalah pemeran wanita pertama dalam sejarah pementasan kami .. sehingga saya belum pernah bermain peran bersama aktris.. berpengalaman lagi… sebut saja namanya “za”. saya bertanya dalam diri saya : kenapa saya ya??? Yang jadi peran utama dan bermain ama aktris pula… Dan dengan segala kemampuan dan kecepatan saya dalam memahami dan mencoba membangun chemistry dalam peran surip yang saya mainkan sebagai anak dan za sebagai emak gapleknya. Namun hampir dalam setiap kali latihan, kritikan bagi saya adalah suaranya yang kurang mampu mengimbangi dengan suara emak gaplek. Dan yang paling crusial adalah masalah chemistry saya sebagai anak kepada za sebagai emak gaplek. Saya sadari. Ketika saya latihan saya jarang menatap wajah za sebagai emak gaplek, tidak tau ya… kenapa ada reflek itu… sehingga saya terkesan menjadi kaku seperti patung hanya ketika adegan bersama emak gaplek, namun selain dari itu sudah terbangun chemistry nya. Nah ini sungguh berat bagi saya sebagai actor utama dalam pementasan Presiden Gaplek. Belum lagi saya harus men setting diri saya pada walnya sebagai seorang anak SD kelas 5, yang lugu namun cerdas, dan kemudian tiba-tiba saya harus menjadi presiden, yang berpenampilan dan bermimik dewasa, dan berbicara, berjalan ya.. layaknya seorang presiden. Hmm… rasanya menimbulkan pertanyaan bagi saya apa dosa saya ya??? Ya emang banyak sih.. tapi kok …. Wah saya nih memang sukanya protes aja ama ujian. Anyway.. saya tetap juga berperan sebagai surip yang menganggap dan memandang za mirip dan mengganti wajah za menjadi wajah ibu saya yang ada di Pontianak itu. Saya piker ketika tidak terbangun chemistry hubungan anak dan ibu.. pementasan ini boleh jadi sangat garing kaya kerupuk singkong. Dan saya bertanya lagi jadinya.. apa ini yang dikatakan tuntutan peran ya??? Apa saya ini korban peran ya?? Wah banyak sekali pertanyaan yang muncul dalam benak saya ketika pementasan ini. Ya… walaupun begitu.. ketika pementasan itu berlangsung dan selesai.. terlihat penonton sepertinya ni… cukup menikmati peran saya sebagai surip… jadi GR nih…hehe, tapi setelah saya turun dan selesai pentas beberapa orang penonton mengatakan peran saya tadi bagus… wah jadi GR.. lagi nih… namun begitu pertanyaan-pertanyaan saya tadi pun masih ada bagi saya… mudah-mudahan saya bisa menemukan jawabannya ya… amiin ya robb….

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun