Mohon tunggu...
Rizky Ridho Pratomo
Rizky Ridho Pratomo Mohon Tunggu... Relawan - Menulis untuk mengeskpresikan apa yang tidak bisa diungkap dengan kata-kata

Seorang overthinking yang membangkitkan kembali hasrat menulis untuk diri sendiri dan orang lain, bukan karena pekerjaan maupun tuntutan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tidak Cukup Hanya Menumbuhkan Minat Baca

10 September 2023   20:09 Diperbarui: 26 September 2023   23:22 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Satu faktor lain yang tidak bisa kita kesampingkan adalah budaya digital. Namun, budaya digital tidak terlalu terpengaruh jika kita sudah punya budaya baca yang kuat. Akan berbeda ketika kita sudah terbiasa mengkonsumsi konten, tetapi jarang melahap buku bacaan. Membudayakan membaca akan jauh lebih menantang.

Cukupkah Hanya Menumbuhkan Minat Baca?

Faktor-faktor tersebut saling beririsan, yang mempengaruhi minat baca kita. Jadi, kalau bicara tingkat literasi, ada benarnya data yang disampaikan UNESCO dan CCSU.

Walaupun pada kenyataannya minat baca kita rendah, sampai sekarang sudah banyak upaya untuk menumbuhkan minat baca. Ada yang membuat taman baca, menciptakan gerakan donasi buku ke seluruh Indonesia, sampai ada komunitas baca bersama supaya terbentuk ekosistemnya.

Dari semua upaya-upaya ini, penulis yakin jika gerakan-gerakan tersebut menghasilkan dampak yang signifikan. Kita tahu kalau membentuk budaya bukanlah perkara mudah. Butuh perjuangan untuk bisa membentuk budaya yang tepat - atau keluar dari pemikiran dan budaya lama.

Tantangan sebenarnya adalah mengubah minat jadi budaya membaca buku dan menjadikannya sebagai prioritas selain pekerjaan. Minat sifatnya hanya sementara dan biasanya tergantung mood dan waktu luang. Sebaliknya, budaya adalah sebuah aktivitas atau sikap yang sudah terbentuk perlahan hingga menjadi kebiasaan.

Bagi penulis, kita tidak bisa berhenti di dalam pembentukan minat baca. Penulis sepakat dengan Yogi Theo Rinaldi, seorang pegiat literasi, bahwa membaca buku hanyalah langkah pertama. Kalau kita berkaca pada apa yang dilakukan tokoh bangsa kita, mereka mengubah apa yang mereka baca menjadi suatu pemikiran dan gagasan yang visioner dan melampaui zamannya. Seperti yang dilakukan para penggerak literasi saat ini.

Singkatnya, kita perlu mengubah minat menjadi budaya membaca.

Menurut penulis, hasil akhir dari membaca buku sebenarnya bukan pengumpulan pengetahuan, tetapi bagaimana membuat bacaan kita menjadi amunisi untuk kita bergerak nyata di masyarakat. Menjadi alat untuk melihat realita di kehidupan. Gerakan nyata bisa dalam membuat gerakan maupun tulisan. Para founding fathers kita pun melakukan hal itu. Jadi, best practices dari hasil membaca buku sudah ada di dalam diri pendiri bangsa.

Oleh karena itu, ini menjadi tugas kita, yaitu mengubah minat jadi budaya dan mengubah budaya jadi suatu bentuk akhir: Gerakan dan tulisan. Tantangan pasti ada dan mungkin saja jalannya lebih terjal. Namun, hasil akhirnya akan dahsyat.

Bayangkan jika rakyat Indonesia sudah terbiasa menciptakan ide orisinil dari buku-buku yang ia baca dan mengubahnya menjadi wujud yang nyata untuk kepentingan bersama, akan datang masanya ketika daerah-daerah di Indonesia menjadi Baghdad baru bagi masyarakat global. Hal itu pasti membuat pendiri dan tokoh bangsa tersenyum bangga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun