Kalau kita bicara kondisi literasi di Indonesia, kebanyakan akan mengutip data dari UNESCO dan Central Connecticut State University (CCSU). Data tersebut menggambarkan betapa suramnya tingkat literasi di Indonesia. Seakan akan menegaskan budaya membaca rakyat Indonesia benar-benar rendah.
Namun, mari kita ambil posisi yang sedikit jauh dari data di atas dan mempertanyakan dua hal ini: Mengapa kita harus membaca? Apa saja faktor pembentuk budaya baca?
Mengapa Membaca?
Pada tahun 1916, mengutip dari Historia, Bung Karno muda pernah mengatakan, "Buku mengenalkanku pada dunia dengan pikiran-pikiran terhebat dan aku ingin dunia tahu, aku dan bangsaku juga besar." Secara tidak langsung, Bung Karno mengajak kita untuk berdialog dengan para pemikir hebat agar pikiran kita berkembang.
Sementara itu, menjelang pembuangannya ke Boven Digul, Bung Hatta bersikeras untuk membawa bukunya karena buku membuat dirinya bebas, tidak terkungkung oleh keadaan. Dia ingin pikirannya terus hidup dengan gagasan.
Tokoh bangsa lainnya, Gus Dur, menjadi salah seorang pemikir yang paling progresif karena beliau melahap berbagai buku sosial dengan berbagai alirannya. Alhasil, dari bacaan-bacaannya lah, Gus Dur punya pemikiran yang progresif dan brilian.
Dari ketiga tokoh bangsa ini, kita jadi tahu tiga alasan kuat kenapa kita harus membaca buku: Berdialog dengan pemikiran lain, membentuk imajinasi dan gagasan yang melampaui zamannya, serta supaya bisa lebih arif dalam bersikap.
Namun demikian, apakah semua orang punya alasan yang sama seperti tokoh bangsa dalam membaca buku? Tentu saja tidak. Tanya saja kepada 10 orang yang kita kenal, jawabannya bervariasi: Menghabiskan waktu, belajar hal baru, karena suka, untuk meningkatkan kosakata.
Setiap jawaban ini punya implikasi yang berbeda. Misalnya, untuk menghabiskan waktu, bisa jadi dia menganggap aktivitas membaca hanya sebagai kegiatan pengisi waktu luang, bukan sebagai budaya maupun kebiasaan. Alasan suka ini bisa berubah ketika dia terbentur oleh prioritas lainnya yang lebih penting, seperti bekerja. Rasa suka bisa jadi kebiasaan, bisa juga tidak, tergantung faktor pendorongnya.
Sementara itu, alasan mempelajari hal baru dan meningkatkan kosakata punya sudut pandang bahwa buku punya manfaat praktis. Mereka akan lebih cenderung menjadikan membaca jadi kebiasaan karena telah merasakan manfaatnya.
Pertanyaannya adalah sudah sejauh mana kebiasaan membaca orang Indonesia? Parameter sederhananya kita bisa bandingkan durasi bermain internet dan membaca buku.