Artikel ini mengkaji keberhasilan sistem informasi dengan pendekatan baru pada model DeLone dan McLean (2003). Penulis berusaha mengintegrasikan perceived quality dan perceived value sebagai dimensi kunci untuk memperluas perspektif tradisional yang telah banyak digunakan dalam penelitian sebelumnya. Pendekatan ini sangat relevan karena menyoroti bahwa keberhasilan sistem informasi tidak hanya bergantung pada aspek teknis, tetapi juga pada kualitas layanan yang dirasakan oleh pengguna.
Salah satu poin kuat dalam artikel ini adalah penggunaan teori pertukaran sosial untuk menjelaskan interaksi antara penyedia layanan TI dan pengguna akhir. Dalam perspektif ini, kualitas informasi dan sistem dianggap sebagai "imbalan" dari penyedia layanan atas permintaan pengguna. Pendekatan ini memperkuat pemahaman tentang bagaimana persepsi kualitas terbentuk melalui pengalaman pengguna dan pengelolaan ekspektasi.
Namun, beberapa aspek dalam artikel ini memunculkan pertanyaan kritis. Pertama, meskipun penulis mengklaim bahwa mereka telah memperluas model dengan menambahkan dimensi perceived value, pendekatan ini mungkin tidak sepenuhnya menangkap kompleksitas motivasi pengguna. Pengguna mungkin menilai sistem tidak hanya dari manfaat langsung, tetapi juga dari aspek non-moneter seperti kenyamanan atau kepercayaan. Oleh karena itu, pendekatan yang lebih mendalam terhadap aspek psikologis dan emosional pengguna akan memperkaya model ini.
Selain itu, keterbatasan sampel penelitian yang hanya mencakup 102 responden dan menggunakan teknik snowball sampling dapat memengaruhi validitas eksternal temuan ini. Karena penelitian ini hanya berfokus pada perusahaan yang mengembangkan perangkat lunak akuntansi mereka sendiri, hasilnya mungkin tidak dapat digeneralisasi ke perusahaan yang menggunakan perangkat lunak komersial. Hal ini menekankan perlunya studi lanjutan dengan cakupan sampel yang lebih luas dan representatif.
Secara keseluruhan, artikel ini memberikan kontribusi yang berarti dalam memahami keberhasilan sistem informasi. Dengan menggabungkan dimensi kualitas dan nilai yang dirasakan, artikel ini menawarkan perspektif baru yang relevan untuk penelitian di bidang sistem informasi. Namun, lebih banyak perhatian perlu diberikan pada konteks psikologis dan emosional pengguna serta desain penelitian yang lebih kuat untuk meningkatkan generalisasi temuan.
Artikel ini juga menawarkan wawasan penting tentang bagaimana kualitas informasi, sistem, dan layanan memengaruhi perceived value dan kepuasan pengguna, yang pada akhirnya berdampak pada net benefits. Model ini relevan dalam konteks modern di mana organisasi semakin bergantung pada sistem informasi untuk mendukung proses bisnis dan meningkatkan efisiensi. Penulis dengan cermat menunjukkan bahwa kualitas informasi dan sistem memengaruhi persepsi pengguna, yang pada gilirannya menentukan kepuasan dan manfaat yang dirasakan oleh pengguna dan organisasi secara keseluruhan.
Salah satu kekuatan utama artikel ini adalah penekanan pada interaksi antara dimensi teknis dan perseptual. Temuan menunjukkan bahwa kualitas informasi dan sistem yang baik tidak hanya meningkatkan nilai yang dirasakan tetapi juga menghasilkan manfaat operasional dan strategis bagi perusahaan. Ini penting dalam lingkungan bisnis saat ini, di mana investasi teknologi dinilai tidak hanya berdasarkan fungsionalitas tetapi juga pada dampaknya terhadap kepuasan dan produktivitas pengguna.
Namun, tantangan signifikan muncul dalam penerapan model ini. Pertama, pengukuran kualitas layanan sering kali bersifat subjektif dan bergantung pada persepsi pengguna, yang dapat bervariasi di antara individu dan organisasi. Meskipun artikel ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan alat SmartPLS untuk analisis data, hasil yang bergantung pada persepsi masih memiliki potensi bias. Penelitian masa depan perlu mempertimbangkan pengukuran objektif seperti kinerja sistem dan waktu respons untuk melengkapi hasil yang berbasis persepsi.
Selain itu, net benefits sebagai dimensi utama model ini berpotensi sulit untuk diukur secara komprehensif. Artikel ini mengasumsikan bahwa manfaat bersih dapat dirasakan dalam bentuk peningkatan efisiensi, kepuasan pengguna, dan keunggulan kompetitif. Namun, pengukuran manfaat jangka panjang seperti peningkatan posisi kompetitif atau pengaruh organisasi di pasar memerlukan analisis yang lebih mendalam.
Artikel ini juga menyoroti pentingnya pengembangan kemampuan internal untuk menghindari ketergantungan pada konsultan eksternal. Dalam banyak kasus, perusahaan yang mengembangkan perangkat lunak sendiri sering menghadapi tantangan dalam pengelolaan perubahan dan pelatihan staf. Oleh karena itu, investasi dalam sumber daya manusia dan pengembangan kompetensi internal sangat penting untuk memastikan keberlanjutan penerapan sistem informasi.
Kesimpulannya, artikel ini memberikan kontribusi yang signifikan dalam memperluas pemahaman tentang keberhasilan sistem informasi dengan mengintegrasikan kualitas dan nilai yang dirasakan. Meskipun terdapat beberapa keterbatasan dalam desain penelitian dan pengukuran manfaat, model ini dapat berfungsi sebagai kerangka kerja yang kuat bagi organisasi yang ingin memaksimalkan dampak teknologi informasi. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menguji model ini dalam berbagai konteks industri dan organisasi untuk meningkatkan generalitas dan validitas model yang diusulkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H