Mohon tunggu...
Moch RidhoAbidin
Moch RidhoAbidin Mohon Tunggu... Aktor - Mahasiswa Universitas Muhamammadiyah Malang

yang saya rasakan tidak senyaman apa yang mereka katakan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menyikapi Kasus Gofar dan Kode Etik

16 Juni 2021   16:53 Diperbarui: 16 Juni 2021   17:00 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kode etik jurnalistik adalah kode etik yang di sepakati oleh organisasi wartawan dan di tetapkan oleh dewan pers. Kemerdekaan berpendapat, berekspresi dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi oleh pancasila. Undang Undang dasar 1945, dan deklarasai Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah salah satu sarana masyarakat untuk memperoleh informasi yang aktual, dan untuk mewujudkan pers itu sendiri. Wartawan Indonesia juga menyadari dengan adanya kepentingan Bangsa, dan juga bertanggung jawab sosial, dalam keberagaman masyarakat, dan norma -- norma agama yang berlaku. Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak public untuk memperoleh informasi yang tepat dan benar. Agar informasi yang di dapat oleh masyarakat tidak melencang dan menjadi momok masyarakat alias berita hoax. Untuk itu wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan public dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar tersebut, wartawan Indonesia juga menetapkan dan menaati kode etik jurnalistik.

Oleh karena itu, dalam setiap aktivitasnya atau kegiatannya dalam penyiaran beritanya setiap hari wartawan juga harus di tuntut agar selalu mementingkan public bukan golongan atau masalah pribadi, profesional, akurat, netral dan yang terpenting sesuai fakta yang ada atau aktual, dan dapat di pertanggung jawabkan beritanya atau kebenarannya. Bukan hanya itu, di setiap berita yang di publikasikannya setiap hari, seharusnya wartawan dan redaktur harus selalu mengkaji berita yang mau di publis(tayangkan) dan mengkoreksi ulang isi beritanya, agar dapat di informasikan kepada masyarakat dan di terima dengan baik.

Koreksi ulang dan mengkaji kelayakan berita juga menjadi hal penting dalam mempublikasikan berita. Karena itu menjadi tolak ukur wartawan dalam mencari data yang fakta yang ada dilapangan, agar masyarakat dapat merasakan manfaat pers dengan baik.

Dalam hal ini saya sebagi penulis menemukan sebuah berita yang terdapat pelanggaran dlam kode etik jurnalistik di dalamnya, baik berita dari media elektronik maupun media cetak. Yang pertama yakni berita yang di terbitkan media online. Berita tersebut berjudul " Komnas Perempuan Puji Korban Dugaan Pelecehan Seks Gofar Hilman Berani Speak Up " . Berita ini menjelaskan tentang pelecahan seksual yang di lakukan oleh seorang public figur Gofar Hilman.

Analisa Kode Etik

Judul berita : " Komnas Perempuan Puji Korban Dugaan Pelecehan Seks Gofar Hilman Berani Speak Up "

Di muat pada : Detiknews, Rabu, 09 juni 2021, 19:03 WIB

Dari judul berita pada media online  tersebut yakni " Komnas Perempuan Puji Korban Dugaan Pelecehan Seks Gofar Hilman Berani Speak Up " . Bahwasannya seorang perempuan yang mengaku menajdi korban pelecehan seksual dari seorang publik figur yang bernama Gofar Hilman. Korban tersebut melakukan speak up di media sosial kalau dirinya dilecehkan oleh Gofar Hilman. Dalam hal ini, komnas perempuan mengapresiasi sikap korban untuk mengungkap pengalaman kekerasan seksual. Pengungkapan tersebut merupakan  hal sulit, karena membutuhkan keberanian untuk mengingat kembali pengalanman yang traumatis, juga untuk menghadapi reaksi dari pengungkapnya itu " kata ketua komnas perempuan andy yetriyani saat dihubungi, Rabu (9/6/2021).

Dia yang mengatakan sering kali korban yang mengungkap kekerasan seksual yang dialaminya malah justru mendapatkan serangan balik dari berbagai pihak. Ada yang menyalahkan korban karena busannaya, tempat yang di kunjungi, dan situasi lainnya.

Dalam penggambaran kasus tersebut yang di ungkap terkait GH, hal yang juga memprihatikan adalah sikap yang sejumlah pihak yang menyetujui dan menyemangati tindakan itu dengan pernyataan pernyataan yang semakin melecehkan korban. Kondisi inilah yang menghambat korban untuk dapat melaporkan kasusnya dari awal terjadi.

Terlebih lagi, komnas perempuan menilai korban pelecehan seksual saat ini sangat sulit mendapatkan perlindungan. Sebab, belum adanya payung hukum sekaligus bukti untuk mendukung korban. " karena itu, kasus yang di ungkap ini semakin menunjukkan urgensi pengesahan segera RUU penghapusan kekerasan seksual, " ujarnya.

Seharusnya sebelum melakukan pelaporan kepada komnas perempuan, komnas perempuan juga mendorong agar  korban juga melakukan pelaporan kepada kepolisian tentang kasus tersebut.

Dalam menanggapi kasus tersebut akhirnya Gofar Hilman melakukan speak up di media sosialnya melalui akun twitter pribadinya. Gofar hilman klarifikasi di akun  twitternya dan membatah atas kejadian ini bahwa dirinya tidak melakukan pelecehan seksual.

" Untuk masalah tuduhan pelecehan, disini gue yakin tidak melakukan hal itu," cuit Gofar pada Rabu (9/6/2021).

Di lokasi tersebut, tepatnya pada tempat kejadian tersebut Gofar Hilman juga di dampingii dua orang, satu perempuan seorang panitia acara dan seorang pria yang di akui oleh Gofar Hilman sebagai asistennya. Kedua orang tersebut menjaga Gofar Hilman hingga penghujung acara.

Mengingat kejadian itu, Gofar Hilman meminta maaf kepada seorang perempuan tersebut. Dia mengaku salah karena merangkul perempuan itu dan tidak meminta izin terlebih dahulu. Mungkin, kalau di pergaulannya Gofar Hilman hal seperti itu di anggap biasa, tapi di anggapan perempuan sebagai korban, beranggapan bahwa hal tersebut adalah pelecehan seksual.

" Di sisni gue minta maaf keada semua pihak yang tidak nyaman ketika gue rangkul, salah gue tidak meminta konsen akan rangkulan itu, " ujarnya.

Menyikapi hal ini, berita yang di sajikan di atas menurut saya kurang informatif atau kebenaranya masih di ragukan, karena bisa saja masuk dalam kategori pelecehan seksual dan pencermaran nama baik. Karena dalam pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah konstitusional. Dengan merujuk pasal 310 ayat (1) KUHP, pencemaran nama baik di artikan sebagai perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal yang maksudnya terang supaya hal itu tidak di ketahui oleh umum. Dengan adanya penggunaan kata yang kurang tepat sehingga berita yang di sajikan semakin mencekam. Seharusnya wartawan juga bisa menggunakan kata dengan baik dan benar agar tidak salah kaprah. Penggunaan kata " pelecehan seksual " saya rasa kurang tepat dalam menyikapi berita di atas. Wartawan dalam menggunakan judul atau membuat isi berita seharusnya bisa di ganti dengan kata yang di ungkapkan oleh Gofar yaitu " Rangkul ". Kata pelecehan seksual juga mencakup makna yang sangat luas, sehingga membuat isi berita semakin tidak benar. Dan perlunya mengkaji atau mengkoreksi ulang itu agar isi yang disampaikan kepada khlayak itu tepat dan benar.

Berita yang di siarkan oleh wartawan baik di media online atau media cetak, setiap harinya meskipun sudah bebas dalam penyiaran beritanya, tetapi tetap saja Indonesia ini adalah negara hukum yang terdapat banyak aturan dan kode etik di dalamnya. Dan juga masih banyak juga kasus kasus menyangkut media massa ers di dalamnya. Seperti pencemaran nama baik, pelaporan masyarakat yang merasa di rugikan akan media massa dan pers, banyak wartawan yang mendapatkan kekerasan dan aniaya dari narasumber.

Adanya perlakuan seperti itu, biasanya berasal dari isi berita atau informasi yang yang di publikasikan media massa yang dapat menyulut konflik. Sehingga timbulah kekerasan kepada wartawan, dan juga yang sering terjadi isi dari berita yuang terkadang terkesan memojokkan pihak yang diberitakan, maka perlu koreksi ulang dan analisis lebih lanjut dalam berita berita yang di sebarkan oleh wartawan agar kesalahan kesalahan tidak terjadi.

Masih banyak berita yang perlu di kaji ulang dalam media cetak maupun media online. Seharusnya dewan pers harus lebih tegas dalam menyikapi hal hal seperti ini, karea ini bukan hal yang sepeleh. Karena memang kebebasan pers harus ada, tetapi norma dan kode etik jurnalistik juga harus di tegakkan. Agar antara masyarakat dan pihak medianya bisa saling merasakan manfaat yang baik dari masing masing pihak.

Menurut saya, seharusnya wartawan harus bersikap penuh terhadap berita yang mau di publish, karena berita tidak hanya sebatas hanya lewat, melainkan bisa di kenang dan menciptakan citra terhadap yang di beritakan. Penggunakan kata harus sesuai apa yang dilihat atau yang di dapat dari narasumber, agar isi beritnya tidak melenceng dan menimbulkan konflik baru.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun